QAYUMI, DARI IMIGRAN JADI JUTAWAN

Fahim Qayumi, imigran asal Afghanistan yang sukses menjadi jutawan di Inggris. (Foto: Al Jazeera)
Fahim Qayumi, asal yang sukses menjadi jutawan di . (Foto: Al Jazeera)

Hari-hari pada tahun 1990-an tampak kelabu di Afghanistan. Saat itu, Fahim Qayumi, warga Afghanistan, masih terjebak dalam dilema antara tetap hidup bersama keluarganya atau pergi ke dunia luar. Namun, dia juga tidak yakin harus singgah di kota impian mana.

Dengan dicekoki saudaranya, Qayumi menjadi bermimpi pergi ke Eropa, terutama Inggris. Namun, dia tidak memiliki passport, apalagi harta melimpah. Impian itu pun tertinggal menjadi kenangan karena takdir memaksa Qayumi pergi menuju .

Di negeri Beruang Merah, Qayumi mengalami pengalaman pahit. Dia diseret oknum polisi Rusia karena dianggap illegal. Dia dimintai uang denda sekitar USD 1. Namun, saat itu, dia tidak memiliki uang. Akhirnya, Qayumi dibuang di hutan dan hampir dieksekusi.

“Saya memohon kepada salah satu polisi yang berbicara bahasa Dari. Dia lalu melepaskan saya,” terang Qayumi kepada Al Jazeera, dikutip Mi’raj Islamic News Agency. “Tapi, saya mungkin masih berada di Rusia jika bukan karena insiden itu,” kata Qayumi.

Setelah delapan bulan dirawat di rumah sakit PBB, Qayumi berencana meninggalkan Rusia dengan membawa bekal USD 3000. Atas bantuan tangan penyelundup, dia tiba di Inggris pada tahun 2000 setelah melewati 13 negara dengan waktu tempuh mencapai 44 hari.

Kala itu, Qayumi berjubal bersama 12 warga Afghanistan. Setelah melewati berbagai macam jalan “gelap”, kesehatannya memburuk. Selera makannya juga turun, rasa cemas meningkat karena pasokan makanan menipis, dan kepercayaan terhadap penyelundup kian surut.

Bagaimanapun, Qayumi tak berkutik dan tak memiliki pilihan lain. Dia hanya bisa berharap cemas. Apalagi, dia tak mengenal orang di sekelilingnya. “Saya waktu itu juga melewati Calais. Tempo dulu, di Calais belum ada layar detak jantung atau scanner CO2,” katanya.

Saat ini, Qayumi, 36, sudah menjadi seorang jutawan di Inggris. Bisnis café gelato Italia-nya di London, Oxford, Bristol, Plymouth, dan Basingstoke menuai sukses. Dia juga memiliki sekitar 48 karyawan dan akan mencoba membuka cabang di Midlands.

“Saya memilih Inggris karena bahasa Inggris saya lebih baik daripada bahasa Rusia. Saat pertama kali tiba di Inggris, saya bekerja di pabrik salad. Saya hidup keras sama seperti sebelumnya saat saya berada di Rusia,” ujar Qayumi.

Qayumi menambahkan, diirnya sempat pulang pada 2008 dan bertemu orang tuanya untuk pertama kali dalam 11 tahun. Namun, orang tua Qayumi tetap memilih tinggal di Afghanistan. Qayumi akhirnya hanya membawa adik laki-lakinya ke Inggris.

“Sejak awal, saya juga sebenarnya tidak pernah ingin meninggalkan tanah kelahiran. Tidak ada seorang pun yang mau. Coba saja Anda tanya kepada orang-orang (imigran) di Calais. Tapi, perang dan kekerasan membuat saya depresi,” pungkas Qayumi. (T/P020/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Admin

Editor:

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0