Raja Maroko Tolak Kemerdekaan Sahara Barat

Raj Mohammed VI. (Foto: AA Net)

Rabat, MINA – Raja Maroko Mohammed VI telah mengesampingkan kesepakatan damai yang memungkinkan kemerdekaan bagi saat PBB memperbarui usaha untuk menyelesaikan perselisihan puluhan tahun tersebut.

Pasukan pemelihara perdamaian PBB telah ditempatkan di bekas koloni Spanyol tersebut sejak tahun 1991. Mereka membawa mandat untuk menyelenggarakan referendum mengenai kemerdekaan atau integrasi dengan Maroko.

Maroko menyetujui pemungutan suara dalam sebuah kesepakatan tahun 1988 dengan Front Polisario pro-kemerdekaan yang mengakhiri 13 tahun konflik. Namun sejak itu, pemerintah Rabat memblokirnya dengan mengatakan bahwa mereka hanya akan menerima otonomi untuk wilayah tersebut, bukan merdeka.

“Tidak ada penyelesaian perselingkuhan Sahara yang mungkin terjadi di luar kerangka kedaulatan penuh Maroko atas Sahara dan inisiatif otonominya,” kata raja tersebut dalam sebuah pidato di televisi pada hari Senin (6/11). Demikian Arab News memberitakannya yang dikutip MINA.

Pidato menandai 42 tahun sejak ratusan ribu warga sipil Maroko berbaris melintasi perbatasan untuk mengklaim wilayah Sahara Barat yang kaya mineral.

Peristiwa “Green March” memicu perang dengan Front Polisario yang didukung Aljazair.

Aljazair telah berkampanye untuk kemerdekaan Sahara Barat sejak 1973.

Dewan Keamanan PBB mengeluarkan sebuah resolusi pada bulan April yang meminta adanya desakan baru untuk pembicaraan antara Maroko dan Polisario.

Puluhan ribu pengungsi Sahrawi telah tinggal bertahun-tahun di kamp-kamp gurun yang dikelola oleh Polisario di negara tetangga Aljazair.

Tersebar di atas 266.000 kilometer persegi, padang pasir Sahara Barat adalah wilayah terakhir di benua Afrika yang statusnya pascakolonial belum dipecahkan.

Maroko menguasai semua kota utama di wilayah itu. Polisario mengendalikan bagian-bagian dari interior padang pasir.

Republik Demokratik Arab Sahrawi yang diumumkan oleh Polisario telah menjadi anggota Uni Afrika dan diakui oleh banyak pemerintah Afrika.
Sementara klaim Maroko ke wilayah tersebut didukung oleh Liga Arab.

Konflik tersebut telah merusak hubungan antara Maroko dan Aljazair selama beberapa dekade. Perbatasan tanah antara negara tetangga Afrika Utara itu telah ditutup sejak tahun 1994. (T/RI-1/RS1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)