DI tengah puing-puing kehancuran, kelangkaan makanan, dan penderitaan yang mendalam, warga Palestina di Gaza tetap teguh. Mereka menolak untuk menyerah pada keputusasaan, bahkan saat Ramadan 2025 tiba dalam kondisi yang lebih sulit dari sebelumnya.
Blokade ketat yang diberlakukan oleh Israel telah menghambat masuknya kebutuhan pokok, bahan bakar, serta bantuan kemanusiaan.
Rumah-rumah, sekolah, dan infrastruktur penting telah rata dengan tanah, menciptakan tantangan luar biasa bagi warga yang kini berjuang untuk bertahan hidup, apalagi menjalani ibadah puasa. Namun, meski dihadapkan pada kelangkaan dan ancaman konstan, semangat Ramadan tetap menyala dalam hati mereka.
Hamzah Rifaat, analis dan peneliti tamu di Stimson Center di Washington D.C pada satu artikel di Almayadeen edisi bahasa Inggris mengurai bahwa Ramadan di Gaza tahun ini bukan hanya tentang berpuasa, tetapi juga tentang ketangguhan, ketabahan, dan keyakinan yang tak tergoyahkan.
Baca Juga: Lebih dari 150 Warga Palestina Syahid Sejak Kesepakatan Genjatan Senjata
Di tengah penderitaan, mereka tetap menjalankan ibadah dengan penuh keikhlasan, menjadi inspirasi bagi dunia yang menyaksikan ketidakadilan yang mereka alami.
Sebelum tahun 2023, Ramadan di Gaza dipenuhi dengan momen kebersamaan—shalat berjamaah di masjid, berbuka puasa bersama keluarga, serta berbagai aktivitas sosial yang mempererat ikatan persaudaraan.
Kini, banyak yang berbuka puasa tanpa orang-orang terkasih, kehilangan mereka dalam tragedi yang terus berulang. Kuburan massal terus bertambah, meninggalkan duka mendalam bagi mereka yang masih bertahan.
Di tengah suasana mencekam ini, anak-anak Gaza juga menghadapi trauma yang luar biasa. Menurut UNICEF, sekitar satu juta anak membutuhkan dukungan mental dan psikososial untuk mengatasi kecemasan, depresi, dan bahkan keinginan untuk mengakhiri hidup. Namun, meski tanpa orang tua, saudara, atau rumah yang aman, mereka tetap berpuasa—sebuah bukti nyata tentang keteguhan dan semangat yang luar biasa.
Baca Juga: Israel Tolak Tawaran Hamas untuk Bebaskan Tawanan Israel-Amerika
Gaza kini menghadapi tantangan yang lebih besar dari sekadar kelaparan. Blokade total yang diterapkan Israel telah menghentikan pasokan makanan dan bantuan kemanusiaan, membuat warga semakin terjebak dalam penderitaan yang mendalam.
Bulan yang seharusnya menjadi simbol kebersamaan dan kemurahan hati justru diwarnai oleh rasa lapar, ketidakpastian, dan ancaman kehilangan nyawa setiap saat.
Namun, di balik kesulitan ini, warga Gaza tetap berpegang teguh pada iman mereka. Mereka tidak meminta banyak, hanya keamanan dan perdamaian.
“Kami hanya ingin hidup dalam ketenangan,” kata Al Absi dari Jabalia, mencerminkan harapan sederhana yang hingga kini masih terasa jauh dari kenyataan.
Baca Juga: [POPULER MINA] Kejahatan Israel di Tepi Barat dan Pelanggaran di Masjid Al-Aqsa
Di dunia luar, Ramadhan sering dikaitkan dengan berbagi rezeki dan kebersamaan. Namun, di Gaza, Ramadhan adalah tentang bertahan hidup di tengah keterbatasan, tentang mempertahankan martabat meski dunia seolah menutup mata terhadap penderitaan mereka.
Keteguhan hati warga Gaza dalam menjalani Ramadhan 2025 adalah pengingat bagi kita semua bahwa esensi bulan suci ini bukan hanya tentang menahan lapar dan dahaga, tetapi juga tentang ketabahan, keikhlasan, serta kepedulian terhadap sesama.
Dengan iman yang kokoh, mereka terus berjuang, mengajarkan kepada dunia bahwa harapan tidak pernah benar-benar padam, bahkan di tengah reruntuhan dan kehancuran. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Pelapor Khusus PBB Desak Investigasi Kematian Tahanan Palestina di Penjara Israel
Baca Juga: Pengusiran Sistematis Warga Palestina oleh Israel di Tulkarm Terus Berlanjut