RAMADHAN tahun ini merupakan pertama kali Saya menjalaninya sebagai santri yang mondok di Pesantren dan hidup di asrama. Pasti berbeda dengan tahun tahun sebelumnya, di mana saya masih merasakan jalinan kehangatan saat sahur dan berbuka bersama keluarga yang sekarang jauh di kampung halaman.
Biasa kami menjalani Ramadhan bersama Abi, Ummi dan saudara saya yang lainnya. Seru, tentunya jika dapat berkumpul bersama. Apalagi Saya di Aceh terbiasa menyambut Ramadhan dengan tradisi Meugang, yaitu makan-makan bersama memasak daging yang dibeli menjelang puasa. Hari meugang, biasanya ramai orang di jalan-jalan dan pasar membeli daging yang dijual berjejer di sepanjang jalan di dekat rumah.
Tahun ini, suasana itu tidak saya rasakan karena di Bogor tempat saya mondok berbeda budaya dengan di Aceh. Saya mondok di Pesantren Al-Fatah, Cileungsi, Bogor. Meski secara umum juga terlihat ada beberapa kemeriahan menjelang puasa Ramadhan, tetapi tetaplah ada perbedaan suasana. Kampung rantau dan kampung sendiri.
Bagaimana rasanya jauh dari keluarga? Yang pasti sangat berbeda dan pasti selalu teringat momen-momen saat sahur dan berbuka bersama keluarga. Meski demikian, di sini Saya mendapat momen baru, seperti berbuka dengan teman teman dan ustaz di pondok yang kehangatannya juga tidak kalah dengan keluarga di rumah.
Baca Juga: Awali Puasa Ramadhan di Lautan Lepas
Ada hikmah yang Saya rasakan dengan mondok menjadi santri dan jauh dari keluarga. Menjadi santri dan berasrama, Saya menjadi lebih disiplin soal waktu, seperti dapat shalat tepat waktu, dan dapat menjalani ibadah sunah lainnya seperti puasa Senin-Kamis, Shalat malam dan lainnya.
Awalnya semua ibadah itu saya jalankan hanya karena mengikuti peraturan pondok pesantren, tapi lama-kelamaan alhamdulillah terasa mulai menumbuhkan rasa tidak nyaman, jika meninggalkan salah satunya, sehingga membuat kita terus berusaha lebih dekat dengan Allah Ta’ala.
Bagaimana cara mengatasi rasa rindu dengan keluarga yang jauh? Saya tetap berkomunikasi dengan menelepon Ummi dan Abi. Dengan menelepon dan saling bertukar kabar rasa rindu itu terobati. Dan yang paling penting Saya terus berdoa dengan mengingat perjuangan mereka dalam mendidik kita, akan membuat kita bersungguh sungguh mendoakan mereka.
Menjalani Ramadhan di pondok memang penuh rasa rindu tetapi juga penuh pelajaran. Di sini saya belajar kemandirian, dan lebih banyak belajar bersyukur dan peduli terhadap sesama.
Baca Juga: Pengalaman “Meugang” di Rantau
Jarak yang jauh bukan hambatan bagi saya untuk terus menjalani ibadah puasa. Selamat menjalankan ibadah puasa Ramadhan bagi seluruh santri dan anak rantau yang jauh dari orangtua. Insya Allah kita bisa! [Muhammad Rafi Ramdani]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Rajin One Day One Juz, Kebagian Harga Nilam Tertinggi