Oleh Rudi Hendrik, wartawan Mi’raj News Agency (MINA)
Beribu-ribu migran dari negara-negara miskin Afrika dan pengungsi dari negeri-negeri konflik Timur Tengah mempunyai mimpi untuk sampai ke Benua Biru, nama lain dari Benua Eropa. Semuanya bermimpi untuk mendapatkan kehidupan layak dan aman di salah satu negara yang ada di Eropa.
Kisah sukses para pendahulu mereka yang telah tinggal di Eropa menjadi bahan bakar motivasi bagi mereka untuk pergi mengembara secara berkelompok.
Untuk menggapai mimpi itu, secara garis besar mereka harus melalui “Tiga Zona Merah”. Zona pertama adalah medan konflik Libya, zona kedua Laut Tengah atau Laut Mediterania, dan zona ketiga adalah sambutan buruk dari pemerintah, warga dan peraturan negara-negara Eropa.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Dalam tulisan sebelumnya berjudul “migran-afrika-mimpi-ke-eropa-berakhir-di-libya/">Derita Migran Afrika, Mimpi ke Eropa Berakhir di Libya”, mengisahkan betapa kejamnya Zona Merah pertama yang bernama Libya.
Di Libya, tidak diketahui berapa banyak sudah para musafir pengejar Benua Biru tewas di tangan para mafia perdagangan manusia, milisi lokal, atau pun yang dieksekusi oleh ISIS. Di negeri ini, ratusan ribu migran dan pengungsi ditawan untuk dijadikan budak, disandera untuk uang tebusan, para wanita dipaksa melacur, hingga mereka harus mati tanpa batu nisan dan penguburan yang layak.
Bahaya di Zona Merah kedua
Di Zona Merah pertama bisa disebut zona paling memberikan penderitaan yang kompleks bagi para migran dan pengungsi yang menuju Eropa. Sebab, di Libya inilah mereka ditodong senjata, ditahan, disiksa, tidak diberi makan, hingga dibunuh oleh para milisi.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Bisa lolos dari Zona Merah pertama bisa disebut lebih beruntung dibandingkan yang tidak bisa keluar dari Libya. Mereka akan memasuki Zona Merah kedua, yaitu naik perahu dari pantai Libya menyeberangi Laut Mediterania menuju pantai Italia di Eropa.
Laut Mediterania adalah perairan yang memisahkan Afrika Utara dan Timur Tengah dengan Benua Eropa.
Orang-orang yang bisa naik perahu untuk mengarungi Laut Mediterania menuju Eropa adalah orang-orang yang bisa membayar mahal para pedagang manusia dan para tawanan yang dibebaskan karena keluarga mereka di kampung membayar uang tebusan.
Berbeda dengan Zona Merah pertama, tantangan bagi para migran dan pengungsi lebih datang dari kondisi di perahu dan dari cuaca.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Para pedagang manusia di Libya akan memaksa mereka menaiki perahu yang tidak jelas kelayakannya dengan jumlah penumpang yang berlebih. Mereka harus duduk berdesak-desakan membuat perahu tidak memiliki tempat kosong lagi. Jika mereka menolak untuk naik, mereka diancam akan ditembak.
Maka, lebih seratus migran dan pengungsi akan berlayar dengan perahu karet atau perahu kayu yang tidak layak menyeberang ke Eropa dengan muatan yang sangat berlebih. Kondisi perahu dan muatan yang berlebih itulah yang membuat perahu sering tenggelam ketika sudah jauh meninggalkan garis pantai Libya.
Perahu-perahu itu bisa tenggelam karena masalah teknis di perahu. Seperti kejadian yang menimpa sebuah perahu pada Jumat, 29 Juni 2018.
Perahu itu mengangkut lebih seratus pengungsi dari Yaman, Suriah, Maroko dan Sudan. Mesin perahu meledak, membakar perahu dan menenggelamkannya. Lebih seratus penumpang tewas terbakar dan tenggelam, sementara hanya 16 orang yang diselamatkan oleh Angkatan Laut Libya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Atau perahu mereka, terutama yang dari karet, terbalik. Seperti yang terjadi pada dua perahu karet yang mengangkut lebih 200 migran Afrika pada Jumat 22 Juni 2018. Kelebihan muatan membuat kedua perahu terbalik dan tenggelam di daerah yang sama. Beruntung kapal Angkatan Laut Libya segera menyelamatkan mereka sehingga hanya lima orang yang tewas tenggelam.
Atau perahu mereka dicelakai oleh cuaca laut yang tidak bersahabat, seperti badai dan gelombang tinggi.
Atau perahu mereka ditabrak oleh kapal pengangkut barang. Insiden tabrakan seperti itu pernah terjadi di tahun lalu di saat malam hari. Perahu yang mengangkut lebih 500 migran tenggelam di malam hari setelah disenggol oleh kapal besar pengangkut barang yang melintas. Lebih 300 orang yang terkunci di dalam ruang palka turut tenggelam bersama badan perahu.
Ada dua skenario yang terjadi jika para migran diselamatkan atau ditemukan di tengah laut. Bila para migran diselamatkan oleh Angkatan Laut dari negara Eropa (Italia, Spanyol, Malawi atau lainnya) atau kapal lembaga kemanusiaan yang berpatroli, mereka akan dibawa berlabuh ke Italia atau negara lainnya. Itu berarti mereka berhasil melewati Zona Merah Laut Mediterania dan mereka akan masuk ke Zona Merah ketiga, yaitu negara-negara Eropa.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Jika para migran diselamatkan oleh Angkatan Laut Libya, mereka akan dibawa pulang kembali ke Libya dan ditempatkan di penampungan hingga nasib baik mendatangi mereka, tapi waktunya tidak pernah pasti. Kondisi itu sama saja mengembalikan mereka ke Zona Merah pertama dan perjalanan menuju ke “Negeri Impian” justru semakin jauh.
Sejak enam tahun terakhir, Laut Mediterania telah menjadi kuburan massal puluhan ribu migran dan pengungsi. Hingga hari ini. (A/RI-1/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang