Miami, MINA – Ratusan tahanan Muslim di Pusat Proses Layanan Krome, fasilitas Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai (ICE) di Miami, Negara Bagian Florida, AS, diberi pilihan makanan berbahan dasar babi atau makanan halal yang kedaluwarsa setidaknya dua hingga tiga kali dalam sepekan.
Kondisi itu terungkap menurut surat yang dikirim kepada ICE dan Departemen Keamanan Dalam Negeri AS (DHS) oleh Muslim Advocates, American for Immigrant Justice, dan firma hukum King & Spalding LLP, demikian dikutip dari TRT World, Senin (24/8).
Namun, keluhan itu telah dengan sengaja diabaikan oleh staf ICE. Demikian pula pendeta fasilitas tersebut dilaporkan menolak permintaan tahanan dengan mengatakan, “Memang apa adanya.”
Sebagian dari 440 tahanan Krome adalah Muslim. Beberapa narapidana mengklaim bahwa praktik melayani tahanan Muslim di Krome dengan makanan yang tidak diizinkan secara agama dimulai setidaknya pada tahun 2017.
Baca Juga: Trump Ancam Keras Jika Sandera Israel Tak Dibebaskan Sebelum Pelantikannya
Sebelum pandemi Covid-19, para tahanan dapat memilih makanan di kafetaria. Sejak pandemi, fasilitas tersebut beralih ke “program pemberian makan satelit”. Makanan disajikan dalam porsi yang telah ditentukan sebelumnya dan disajikan sebelumnya di unit perumahan.
“Menghadapi ketidakpedulian dan kelambanan staf Krome, tahanan Muslim memiliki tiga pilihan selama pandemi ini: makan makanan yang mengandung babi, makan makanan yang basi, atau tidak makan sama sekali,” kata surat itu.
“Banyak yang menderita penyakit, seperti sakit perut, muntah, dan diare, akibatnya,” tambah surat itu.
Organisasi hak-hak sipil menuntut agar layanan tahanan tersebut “segera memperbaiki perlakuan diskriminatif yang diderita oleh para tahanan di Krome dan fasilitas penahanan ICE lainnya di seluruh negeri.” Mereka juga menuntut para tahanan Muslim diberi makanan yang aman untuk dimakan dan sesuai dengan agamanya.
Baca Juga: Pengadilan AS Batalkan Kasus Pidana Trump
Mereka menulis bahwa ICE melanggar hak-hak tahanan Muslim berdasarkan Amandemen Pertama dan Undang-Undang Pemulihan Kebebasan Beragama, yang melarang badan, departemen, atau pejabat pemerintah AS menghalangi pelaksanaan agama seseorang.
Kelompok-kelompok tersebut juga menyerukan pelatihan dan pendisiplinan staf yang terlibat dalam “penolakan sistemik hak-hak tahanan” di fasilitas Krome.
Kasus ini memicu kemarahan beberapa politisi Demokrat.
Perwakilan New York Alexandria Ocasio-Cortez men-tweet bahwa “laporan ICE yang mengerikan bukanlah insiden satu kali” dan menekankan bahwa “ICE disusun berdasarkan dehumanisasi.” (T/RI-1/P1)
Baca Juga: Jadi Buronan ICC, Kanada Siap Tangkap Netanyahu dan Gallant
Mi’raj News Agency (MINA)