Oleh: Illa Kartila – Redaktur Senior Miraj Islamic News Agency/MINA
Kehadiran Donald Trump di Gedung Putih, tampaknya menambah keberanian Israel untuk
meluaskan ekspansinya di wilayah-wilayah Palestina yang diduduki. Hanya tiga pekan setelah Trump dilantik sebagai presiden Amerika Serikat, parlemen Israel mengesahkan undang-undang tentang pemukiman Yahudi di tanah Palestina.
Dengan pengesahan undang-undang pemukiman tersebut, berarti Israel telah memberikan izin bagi pembangunan 4.000 rumah di tanah pribadi Palestina. Sontak langkah Israel ini menuai banyak kecaman dari seluruh dunia, karena dianggap melanggar hukum internasional.
Uni Eropa dan Perserikatan Bangsa-Bangsa misalnya, hari Selasa (7/2) mengeluarkan kecaman terhadap langkah Israel yang mengesahkan pemukiman ribuan rumah di tanah Palestina yang diduduki Israel di Tepi Barat dan Jerusalem Timur.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Menurut Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Federica Mogherini, undang-undang soal pengesahan pemukiman itu, jika diterapkan, berbahaya dan melewati batas. “Pembangunan permukiman seperti itu akan menghambat perdamaian dan mengancam masa depan penyelesaian dua-negara (dalam konflik Israel-Palestina-red).”
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menilai tindakan Israel tersebut sebagai pelanggaran terhadap hukum internasional dan akan menyebabkan konsekuensi hukum bagi Israel. “Sekjen menekankan agar (Israel) menghindari tindakan-tindakan yang bisa mengacaukan penyelesaian dua-negara, “ kata juru bicara Guterres, Stephane Dujarric.
Presiden Prancis Francois Hollande juga melontarkan kecamannya. Ia mengatakan pemberian izin pemukiman itu akan membuka jalan bagi tindakan pencaplokan terhadap wilayah-wilayah Palestina yang diduduki Israel. “Seharusnya Israel dan pemerintahannya bisa mengubah undang-undangtersebut.”
Tentu saja Presiden Palestina Mahmoud Abbas Abbas menyebut undang-undang perizinan itu sebagai serangan terhadap rakyat Palestina. Para pemimpin Palestina lainnya menganggap pengesahan pemukiman sebagai pukulan terhadap keinginan untuk mendirikan negara.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Para pejabat Palestina menyebut parlemen Israel melegalkan perampokan setelah meloloskan peraturan yang secara retroaktif mengesahkan permukiman Yahudi di tanah-tanah pribadi milik warga Palestina di wilayah pendudukan Tepi Barat dan Jerusalem Timur.
Rula Maa’yaa, Menteri Pariwisata Palestina, mengecam keras keputusan parlemen Israel. “Tak boleh ada lembaga yang mengesahkan perampokan tanah-tanah milik warga Palestina. Membangun permukiman adalah kejahatan, membangun rumah-rumah bagi pemukim (Yahudi) melanggar hukum internasional.”
“Sudah saatnya masyarakat internasional bertindak secara konkret menghentikan Israel melakukan kejahatan ini,” katanya.
Utusan PBB untuk Timur Tengah, Nickolay Mladenov berpendapat, keputusan parlemen Israel akan memudarkan harapan mewujudkan perdamaian Israel-Palestina.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Sementara pemerintah di Washington – yang sejak dipimpin Presiden Donald Trump mengambil posisi yang tak sekritis pendahulunya, Barack Obama – mengatakan masih akan menunggu sampai ada keputusan pengadilan di Israel mengenai kasus ini.
Tidak sah
Warga Palestina yang tanahnya dipakai oleh pemukim Israel akan diberi ganti rugi atau mendapatkan tanah di tempat lain. Perkembangan ini terjadi ketika kontroversi pembangunan permukiman Yahudi makin memanas dalam beberapa waktu terakhir.
Sejumlah kalangan mengatakan aktivitas yang makin agresif untuk membangun rumah-rumah baru bagi Yahudi di wilayah pendudukan tak lepas dari naiknya Presiden Trump di Amerika Serikat yang dipersepsikan lebih bersimpati terhadap pemerintah di Tel Aviv.
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
Lebih dari 600.000 warga Yahudi tinggal di sekitar 140 permukiman yang dibangun Israel di wilayah pendudukan Tepi Barat dan Jerusalem Timur sejak 1967. Palestina menentang keras pembangunan permukiman karena menyiapkan Jerusalem Timur sebagai ibu kota negara itu di masa depan.
Permukiman ini dinyatakan tidak sah menurut hukum internasional, bahkan Jaksa Agung Israel mengatakan keputusan parlemen yang dikeluarkan pada Senin (6/2) malam itu tidak sesuai dengan konstitusi dan memastikan mereka tidak akan mendukung jika keputusan itu dibawa ke Mahkamah Agung.
Tetapi pemerintah Israel tidak mengindahkan kecaman internasional serta menyetujui pembangunan ribuan rumah baru di Tepi Barat dan Jerusalem Timur yang diduduki. PM Benyamin Netanyahu bahkan mengumumkan rencana-rencana untuk membangun pemukiman baru di seluruh Tepi Barat yang diduduki.
Pada saat Gedung Putih menyatakan belum menetapkan suatu posisi resmi atas kegiatan pemukiman Israel, negara Zionis itu bisa jadi tetap berpegang pada pernyataan Presiden George W. Bush, ketika dia memerintah Amerika Serikat.
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
Dalam sepucuk surat yang ditulis tahun 2004 yang ditujukan kepada PM Sharon dari Israel, Bush menyampaikan suatu kebijakan yang membolehkan Israel melanjutkan pembangunan di blok-blok pemukiman besar yang diinginkan negara Zionis itu menjadi kesepakatan permanen dengan Palestina, mungkin dengan memberi Palestina kompensasi dengan tukar menukar lahan.
Bush menyebut “realita-realita baru di sana, termasuk sudah adanya pusat-pusat pemukiman penduduk Israel,” dan mengatakan para pemukim itu harus dipertimbangkan dalam pemetaan kembali perbatasan-perbatasan antara Israel dan Tepi Barat.
Dalam suatu pertemuan dengan para diplomat akhir pekan lalu di Jericho, kampung halamannya di Tepi Barat, Erekat mengatakan, “proyek pemukiman kolonialis Israel merusak proses perdamaian, terutama opsi dua negara dan sama dengan suatu kejahatan perang.”
Dewan Keamanan PBB akhir Desember lalu meloloskan resolusi tentang kecaman terhadap kebijakan pemukiman Yahudi Israel yang pertama sejak 1979. Resolusi ini menuntut “Israel dengan segera dan sepenuhnya menghentikan kegiatan pemukiman Yahudi di wilayah pendudukan Palestina, termasuk Yerusalem Timur”.
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel
Isi resolusi tersebut menetapkan bahwa pemukiman Yahudi “tidak memiliki dasar hukum yang sah” dan “berbahaya bagi penerapan solusi dua negara.” Tentu saja Netanyahu, seperti biasanya, menolak resolusi itu dengan menyebutnya sebagai “pukulan memalukan bagi Israel”.
Sekarang, meski sebagian besar negara di dunia menganggap pemukiman, yang dibangun di atas tanah yang dicaplok Israel saat Perang Timur Tengah 1967, sebagai tindakan ilegal, Israel tidak memedulikannya. Zionis ini juga tidak sependapat bahwa langkahnya itu menjadi penghalang bagi perdamaian dengan Palestina, karena sejak awal tak setuju dengan solusi dua-negara. (RS1/P1)
Miraj Islamic News Agency/MINA
Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel