Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Refleksi Ramadhan, Haedar Nashir: Lulus Predikat sebagai Insan Bertakwa

kurnia - Selasa, 9 April 2024 - 19:34 WIB

Selasa, 9 April 2024 - 19:34 WIB

7 Views ㅤ

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir

Yogyakarta, MINA – Ramadhan 1445H berakhir, tentu yang diharapkan dari yang menjalankan Ibadah Puasa Ramadan adalah lulus dengan predikat sebagai insan yang bertakwa.

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan, takwa merupakan ketaatan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala melahirkan kesalihan pada diri sendiri, keluarga, umat dan bangsa, bahkan pada relasi kemanusiaan.

“Takwa bukan sekadar relasi habluminallah. Tapi juga habluminannas dalam seluruh rangkaiannya,” kata Haedar dalam Refleksi Idul Fitri 1445H, di Jakarta, pada Selasa (9/4).

Ia juga mengatakan, menegakkan kebenaran sebagai aktualisasi takwa, bisa melalui banyak cara, mulai dari hal-hal kecil yang berdampak pada diri sendiri, sampai yang lebih luas dengan dampak kebaikan pada semua.

Baca Juga: Imaam Yakhsyallah Mansur: Ilmu Senjata Terkuat Bebaskan Al-Aqsa

“Wujud takwa pada diri seorang mukmin adalah terpatrinya keimanan sebagaimana rukunnya, menjalankan rukun Islam, serta memiliki jiwa ihsan dalam berbagai dimensi,” imbuhnya.

Menurutnya, tidak hanya itu, takwa juga dapat diekspresikan perilaku lebih operasional. Seperti disebutkan dalam Surat Ali Imran ayat 134, yakni orang yang menafkahkan hartanya di kala lapang maupun sempit.

Operasionalisasi takwa bisa dengan cara menahan marah, dan murah memberikan maaf kepada orang lain. Serta masih banyak lagi dalam mengekspresikan takwa bentuk yang operasional.

“Kesimpulannya takwa adalah puncak kebaikan hidup seorang muslim naik tangga dari keislamannya sebagai muslim menjadi mereka beriman, dan kemudian pada tingkat l hakiki menjadi orang-orang bertakwa,” ungkap Haedar.

Baca Juga: Kunjungi Rasil, Radio Nurul Iman Yaman Bahas Pengelolaan Radio

Ibadah Puasa yang dijalankan selama Bulan Ramadan sejatinya menurut Haedar adalah untuk membentuk insan al kamil atau manusia yang terbaik, yang memiliki relasi dengan Tuhan, sesama manusia, dan seluruh alam semesta.

Selama sebulan penuh menjalankan ibadah puasa, umat Islam kemudian mengunci puasanya itu dengan Idulfitri atau hari raya makan. Idulfitri juga dapat dimaknai sebagai kembali kepada kesucian.

“Maka ketika kaum muslim beridulfitri selain merayakan dengan kebahagiaan dan kegembiraan, tapi juga bagaimana menjadikan puasa itu membekas di dalam kehidupan kita dalam wujud segala variabel ketakwaan,” tutur Haedar.

Haedar memandang, jika lebih dari 2 miliar umat Islam di seluruh dunia berhasil menjadi lulusan terbaik Ramadan 1445 H, tentu akan berdampak pada tatanan dunia yang jauh lebih baik untuk kehidupan bersama.

Baca Juga: Transaksi Judi Online di Indonesia Mencapai Rp900 Triliun! Pemerintah Siap Perangi dengan Semua Kekuatan

Lulusan terbaik Ramadan 1445 H tentu memiliki beberapa dimensi, seperti kerohanian yang melahirkan spiritualitas dan moralitas, serta intelektualitas untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.

Selain itu juga berdimensi pada kebaikan yang lain untuk menjalankan visi islam rahmatan lil alamin – juga membumikan misi Islam yaitu untuk membangun peradaban utama yang bertumpu pada keluhuran akhlak.

Berbagai kebaikan dan dampak terhadap kehidupan universal, maka Ibadah Puasa Ramadan tidak sekadar merubah jadwal makan.

“Tetapi jika mampu memahami puasa secara utuh, akan menjadikan umat Islam sebagai bagian dari yang membangun peradaban maju,” ujarnya.

Baca Juga: Sertifikasi Halal untuk Lindungi UMK dari Persaingan dengan Produk Luar

Melalui Ramadhan dan momentum 1 Syawal 1445, diharapkan umat Islam naik kelas ekonominya, serta terlepas dari berbagai problematika sosial, bahkan juga politik yang selama ini umat Islam masih marjinal.

Menurutnya, puasa Ramadhan diharapkan menjadi kesempatan transformasi kualitas umat Islam menjadi yang terbaik (khair al ummah) mampu menjadikan risalah Islam sebagai pondasi memajukan kehidupan.

“Sehingga kebesaran jumlah demografi sebagai mayoritas di negeri ini akan berbanding lurus dengan kemampuan kita, peran kita, sekaligus kehadiran kita sebagai syuhada alannas,” ungkap Haedar.

Dari berbagai ritual keagamaan baik yang bersifat khusus atau umum, diharapkan menjadi proses transformasi sosial yang meluas dan membangun peradaban hidup yang unggul – berkemajuan. (T/R4/R1)

Baca Juga: Menko Budi Gunawan: Pemain Judol di Indonesia 8,8 Juta Orang, Mayoritas Ekonomi Bawah

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Hingga November 2024, Angka PHK di Jakarta Tembus 14.501 orang.

Rekomendasi untuk Anda