Reformasi Yang Dilakukan Sultan Abdul Hamid II di Yaman

Oleh: Ali Farkhan Tsani, Wartawan Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency)

Sultan Abdul Hamid II saat memegang tampuk kekuasaan di (tahun 1876 M) menghadapi serangkaian kesulitan dan krisis.

Selain krisis ekonomi yang parah yang dihadapi Sultan Abdul Hamid II ketika memimpin Utsmaniyah (), wilayahnya juga sedang mengalami periode kelemahan. Sementara Eropa memberikan tekanan kuat untuk mengendalikan kebijakannya.

Menghadapi kondisi tersebut, Sultan Abdul Hamid II berusaha untuk memperbaiki situasi dan membangun kembali pemerintahannya. Ia memulai dengan memfokuskan proyek reformasinya pada universitas Islam, sebuah proyek inklusif untuk menghadapi ambisi kolonial.

Sultan juga mengadakan reformasi di negara-negara Arab yang berafiliasi dengan Turki Utsmaniyah, termasuk .

Khusus terhadap Yaman, Sultan Abdul Hamid II menaruh perhatian sangat besar, dan mempercayakan pengelolaannya kepada gubernur terbaik Utsmaniyah, Osman Nuri Pasha. Osman Pasha ini sebelumnya memimpin beberapa wilayah bagian di kawasan Hijaz.

Osman memiliki biografi yang baik, seperti ditulis sejarawan Yaman, Al-Was’i dalam bukunya “The History of Yaman”. Al-Was’i mengatakan, dunia sepakat bahwa tidak ada penguasa di Yaman seperti dia. Dia berjuang melawan penyuapan, dan menyatukan wilayah dari perselisihan.

Dalam kajian bertajuk “Urban Reforms in the Arab States in the Era of Sultan Abdul Hamid”, Dr. Muhammad bin Abdullah Al Zalfa mencatat prestasi-prestasi yang diraih Othman Nuri Pasha. Prestasi-prestasi tersebut di antaranya membangun istana, rumah kesehatan, akomodasi untuk orang asing (Musafir Khana), rumah sakit untuk pengobatan penyakit asing, dan mendirikan sekolah perdagangan pertama, serta beberapa kantor pusat pemerintahan di Sana’a.

Infrastruktur untuk Perekonomian

Selama masa pemerintahan Sultan Abdul Hamid II, sebuah proyek pelabuhan besar didirikan di Hodeidah, pantai Laut Merah, Yaman.

Kekaisaran Ottoman mengontrak sebuah perusahaan Italia untuk mendirikan infrastuktur dengan spesifikasi canggih, guna membawa perdagangan kembali ke pelabuhan Yaman, setelah  pelabuhan Aden di bawah kekuasaan Inggris.

Ada juga proyek memperpanjang jalur kereta Hijazi hingga ke Madinah, meluas hingga ke Hodeidah, dan melalui pegunungan ke Sana’a. Lalu terhubung ke Saada, Najran, Abha (Asir), dan ke Hijaz.

Dr. Al Zalka menyaksikan dalam kunjungannya ke Al-Hudaydah di awal tahun 80-an, tumpukan besi disiapkan untuk konstruksi jalan kereta tersebut.

Beberapa fasilitas konstruksi juga dibangun di Abha, ibu kota Asir. Terutama jembatan yang menghubungkan utara dan selatan kota di lembah besar Abha yang memisahkan kota.

Berikutnya, Sultan Abdul Hamid II mengangkat salah satu gubernur di wilayah Yaman, bernama Hussein Hilmi Pasha.

Dia adalah pecinta sains dan ulama. Dia mendirikan di Yaman sebuah gedung administrasi untuk pengetahuan dan rumah bagi para guru. Ia menetapkan wajib belajar bagi penduduk Yaman. Dia adalah juga sarjana dan ahli hukum Yaman yang paling dermawan, yang sangat perhatian terhadap gerakan pendidikan.

Dr. Farouk Othman Abaza, dalam bukunya “The Ottoman Rule in Yemen 1872-1918”, sangat kagum terhadap reformasi yang dilakukan oleh penguasa Ottoman di Yaman.

Abaza menyatakan bahwa Hussein Helmy Pasha membentuk badan ulama dan politisi di kedua sisinya untuk berkonsultasi dengannya di jalan reformasi.

Ia juga membentuk suatu perpustakaan manuskrip yang berharga dan menyalin banyak buku yang tidak mudah didapatkan.

Dia juga melacak karyawan yang menyuap dan meluncurkan kampanye pembersihan institusi dari korupsi.

Ia juga memperpanjang jalur perdagangan antara sejumlah kota penting Yaman, di antaranya yang terpenting adalah jalur Sana’a-Taiz.

Beasiswa Pendidikan

Sultan Abdul Hamid II juga memerintahkan untuk mendirikan Sekolah berbahasa Arab di Istanbul, yang merupakan sekolah asrama untuk pendidikan dan persiapan klan Arab, di antaranya adalah untuk para pelajar dari Yaman.

Masa studinya adalah lima tahun, dengan seluruhnya full beasiswa dari Kesultanan Turki Utsmaniyah.

Setiap siswa memiliki cuti setiap dua tahun yang disebut “cuti kekerabatan,” di mana para siswa dapat melancong ke manapun untuk menambah pengalaman mereka, dengan biaya Kesultanan Turki Utsmaniyah.

Sultan juga mendirikan divisi militer di Yaman, yang terdiri dari delapan ribu tentara.

Reformasi yang dilakukan oleh Sultan Abdul Hamid di Yaman cukup signifikan mengingat periode kekhalifahan yang relative singkat 1876-1909, serta mengingat realitas Yaman yang penuh dengan gejolak dan konflik.

Reformasi Kesultanan Turki Utsmaniyah, terutama di bidang pendidikan masih terasa, dengan banyaknya lembaga pendidikan Islam berasrama (sejenis pesantren) berbeasiswa, perguruan tinggi ternama seperti Al-Iman, dan lembaga-lembaga nonformal lainnya. Termasuk Mu’asasah Al-Quds Ad-Dauliyyah di ibukota Sana’a.

Penulis pernah merasakan kegairahan warga akan ilmu-ilmu Al-Quran dan ilmu pengetahuan ketika mengikuti Program Studi Al-Quds wal Maqdisiyyah di Mu’asasah tersebut tahun 2009.

Termasuk ketika Penulis berkunjung ke Universitas Al-Iman waktu itu. Kampus dengan ribuan mahasiswa dari dalam negeri Yaman dan mancanegara. Termasuk dari Indonesia.

Namun, suasana keilmuwan, kegairahan belajar dan kedamaian warga Yaman, peninggalan Kesultanan Turki Utsmaniyah, kini berubah drastis.

Sejak tujuh tahun terakhir, konflik berdarah internal dan serangan negara-negara Arab telah mendorong Yaman ke negara dengan kondisi memprihatinkan, mengerikan, kelaparan, pengungsian dan kehancuran ekonomi.

Semua itu terjadi di tengah para tetangga negara Arab yang hidup dalam gemerlap kemewahan material. (A/RS2/P1)

Sumber: Anadolu Agency dan pengalaman pribadi.

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.