Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

REKTOR IIQ: BACA AL-QURAN LANGGAM INDONESIA DIPERBOLEHKAN

kurnia - Senin, 18 Mei 2015 - 05:56 WIB

Senin, 18 Mei 2015 - 05:56 WIB

2063 Views ㅤ

Rektor Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) periode 2014, KH. Ahsin Sakho Muhammad (Foto : MUI)
<a href=

Rektor Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) periode 2014, KH. Ahsin Sakho Muhammad (Foto : MUI)" width="225" height="262" /> Rektor Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) periode 2014, K.H. Ahsin Sakho Muhammad (Foto: MUI)

Jakarta, 28 Rajab 1436/17 Mei 2015 (MINA) – Rektor Institut Ilmu Alquran (IIQ) periode 2014, K.H. Ahsin Sakho Muhammad mengatakan, cara membaca Al-Quran menggunakan berbagai langgam, termasuk langgam Indonesia, itu sah dan diperbolehkan.

Menurut Ahsin, hal tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Islam, sebab merupakan hasil karya seni manusia dari masyarakat tertentu yang dirangkum dalam kalamullah.

“Ini adalah perpaduan yang baik antara kalamullah dari langit yang menyatu dengan bumi yakni budaya manusia. Itu sah diperbolehkan,” kata Ahsin Sakho, yang juga pimpinan Pondok Pesantren Dar al-Tauhid Cirebon, Jawa Barat, Ahad (17/5).

Hanya saja, ia sebagai doktor ilmu Al-Qur’an lulusan universitas di Saudi Arabia menjelaskan, bacaan pada langgam budaya harus tetap mengacu seperti yang diajarkan Rasul dan para sahabatnya.

Baca Juga: Tim SAR dan UAR Berhasil Evakuasi Jenazah Korban Longsor Sukabumi

Dalam hal ini, dia menambahkan, tajwid dalam hukum bacaannya. “Panjang pendeknya dan mahrajnya,” katanya, pada siaran pers resmi MUI yang diterima Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

Menurut Ahsin  cara membaca Al-Quran yang mengacu pada langgam budaya Indonesia sangat diperbolehkan dan tidak ada dalil shahih yang melarangnya. Hanya saja, ia sendiri belum pernah mendengar Jawabul Jawab (salah satu seni qira’ah) di dalam langgam Cina atau pun Indonesia.

“Tetapi jika hanya sekedar langgam Jawa, Sumatera, Sunda, Melayu, dan lainnya, itu sah saja selama memperhatikan hukum bacaan semestinya. Itu kreativitas budayanya,” katanya.

Lebih lanjut Ahsin mengungkapkan, saat ini masyarakat Indonesia mengenal cara melantunkan al-Quran, yang seluruhnya terangkum dalam tujuh seni membaca al-Quran, yakni bayyati, shaba, nahawand, hijaz, rost, sika, dan jiharka. Dalam ketujuh jenis qiraah itu terdapat tingkatan dan variasi nada yang berbeda-beda.

Baca Juga: BKSAP DPR Gelar Kegiatan Solidaritas Parlemen untuk Palestina

“Sejarah cara melantunkan Al-Quran itu sendiri berasal dari Iran. Banyak orang Arab yang mempelajarinya ke Parsi, Iran. Meskipun ada 40 jenis cara membaca al-Quran, tapi yang dinilai layak hanya tujuh,” tandasnya.

Ahsin mengisahkan, langgam bacaan Al-Quran awalnya berasal dari Iran. Kala itu, orang-orang Makkah dan Madinah sedang membersihkan Ka’bah. Saat itu ada orang0orang Parsi (Iran) yang sedang melantunkan bacaan al-Quran dengan langgam nada lagu asal negerinya.

“Ketika itu orang Makkah kemudian menerapkannya ke dalam bacaan Al-Quran dan ternyata merdu didengar. Sejak saat itu pun lahirlah lagu syarqi yang bernuansa ketimuran,” kata Ahsin Sakho.

Dalam melantunkan al-Quran, ada yang bernada sedih dan bernada gembira dalam membaca setiap surah di dalamnya.

Baca Juga: Warga Israel Pindah ke Luar Negeri Tiga Kali Lipat

“Itu akan lebih bermakna dan bagus. Misalkan saat menjelaskan neraka ataupun surga,” ujarnya (T/P002/P4)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Timnas Indonesia Matangkan Persiapan Hadapi Bahrain

Rekomendasi untuk Anda

test