Jakarta, MINA – Rektor Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) Ahmad Dahlan, Mukhaer Pakkanna, menyatakan dirinya sangat mengapresiasi dan mendukung rencana penyederhanaan struktur atau Simplifikasi cukai rokok sebagai salah satu program strategis pada Peraturan Presiden Nomor 18/2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Menurutnya, cukai sejatinya dikenakan pada suatu komoditas atau jasa karena eksternalitas negatif dari komoditas tersebut terhadap masyarakat dan lingkungan, bukan semata-mata untuk menambah pemasukan negara.
“Terlebih bila difahami, bahwa memang cukai rokok pada dasarnya merupakan instrumen pengendalian rokok yang paling efektif, disamping tentu saja tidak hanya untuk menaikkan pendapatan negara,” ujar Mukhaer saat konferensi pers “Dukungan Masyarakat Sipil untuk Peningkatan Pengendalian Tembakau dalam Perpres No. 18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024” di Jakarta, Jumat (17/7).
Mukhaer menegaskan, produk tembakau dan rokok memiliki eksternalitas negatif kepada kesehatan, lingkungan, anak-anak remaja, orang miskin, perokok pasif, buruh rokok, buruh industri, dan lainnya.
Baca Juga: Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Prabowo Bahas Kerjasama Ekonomi
Dia menjelaskan, Simplifikasi cukai rokok dalam rangkaian upaya pemerintah dalam pengaturan pengenaan cukai hasil tembakau, melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.010/2019 tentang Perubahan Kedua atas PMK Nomor 146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Kebijakan penyederhanaan struktur cukai secara bertahap sebelumnya telah tercantum pada PMK 146/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Lewat aturan ini, struktur tarif cukai rokok akan disederhanakan secara bertahap dari 12 layer di 2017 menjadi 5 layer di 2021.
“Dalam PMK yang terakhir, telah mencantum struktur pengenaan cukai yang lebih sederhana dengan membagi Batasan Harga Jual Eceran (HJE) Per Batang atau Gram dan Tarif Cukai Per batang atu Gram Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri dan Luar Negeri,” pungkasnya.
Sementara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) sendiri memastikan kebijakan penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau atau simplifikasi akan dijalankan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 77/ 2017 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020 – 2024.
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Efek Konflik di Timur Tengah
Menurut BKF, pemerintah menempuh kebijakan tersebut dalam rangka optimalisasi penerimaan cukai hasil tembakau, meningkatkan kepatuhan pengusaha pabrik serta penyederhanaan sistem administrasi di bidang cukai.
Konferensi pers yang digelar Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau secara virtual itu dihadiri Koordinator Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau Ifdhal Kasim, Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM) Hafizh Syafa’aturrahman, dan Pembina Indonesia Institute For Social Development (IISD) Tien Sapartinah.
Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (National Commission on Tobacco Control – NCTC) didirikan pada 1998, terdiri dari 23 organisasi dan individu terkemuka yang memiliki tujuan bersama, yaitu melindungi Bangsa Indonesia dari bahaya kecanduan merokok atau kecanduan lainnya berhubungan dengan tembakau.
Komnas tersebut juga bertujuan meningkatkan jumlah populasi yang bebas dari asap rokok.(L/R1/P1)
Baca Juga: Komite Perlindungan Jurnalis Kutuk Israel atas Tebunuhnya Tiga Wartawan di Lebanon
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: OJK Dorong Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah untuk Santri di Kalteng