Oleh: Ahmad Ifham, Pakar Ekonomi Syariah*
Sejarah pernah membuktikan keberadaan sebuah peradaban di mana sangat sulit mencari orang yang layak diberi zakat, bahkan tidak ada sama sekali. Negara mengalami surplus. Redistribusi kekayaan selanjutnya dipakakai untuk pembayaran utang pribadi (swasta) dan sosial dalam bentuk pembiayaan lunak murni (Hibah) untuk kebutuhan dasar yang sebenarnya tidak menjadi tanggung jawab negara, seperti biaya pernikahan (di usia muda).
Kondisi ini terjadi di periode 99-101 H/717-720 M yang pada saat itu negara dan pemerintahan dipimpin oleh Umar Ibn Abdul Aziz yang mulai memerintah di usia 36 tahun selama dua tahun lima bulan lima hari. Ya, rasanya hanya dalam waktu singkat (29 bulan) Umar Ibn Abdul Aziz bisa mewujudkan peradaban yang dalam bidang ekonomi meluluhlantakkan keakuratan Teori Ekonomi PARETO OPTIMUM. Pareto Optimum tuh teori Ekonomi Konvensional yang menggambarkan keseimbangan efisien, di mana masyarakat tidak akan bisa mencapai kepuaan optimalnya tanpa merugikan masyarakat lainnya.
Tentu Umar Ibn Abdul Aziz melakukan hal-hal revolusioner dalam rangka mewujudkan hal tersebut. Apa yang beliau lakukan saat itu? Umar Ibn Abdul Aziz melakukan ‘revolusi’ di berbagai bidang, mulai dari revolusi diri, revolusi keluarga, revolusi masyarakat serta di bidang ketatanegaraan dan pemerintahan melakukan revolusi politik, revolusi ekonomi, revolusi hukum, revolusi administrasi negara dan revolusi ilmu pengetahuan. Inilah berbagai “Revolusi Mental” yang dilakukan Umar Ibn Abdul Aziz, seorang pemimpin tertinggi negara dan pemerintahan yang sangat takut mengambil hak rakyat.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-25] Tentang Bersedekah Tidak Mesti dengan Harta
Dan Revolusi Mental ala Umar Ibn Abdul Aziz ini dimulai dari Revolusi Diri yang meliputi Revolusi Hati, Revolusi Ilmu dan Revolusi Gaya Hidup. Revolusi Mental yang beliau lakukan ini seakan menular ke Revolusi berbagai bidang dengan “hanya” melakukan “hal sederhana”, yakni “taat total” kepada Al-Quran dan Hadis, bahkan Umar Ibn Abdul Aziz menantang rakyatnya bahwa jika apa yang dilakukan oleh beliau tidak sesuai Sunnah, jangan sampai rakyatnya ikut perkataan beliau.
Kita bukanlah makhluk sekaliber Umar Ibn Abdul Aziz yang sejak kecil sudah Haamil alias hafal Al-Quran, belum lagi dari sisi keluasan ilmu dan ketaatan beliau yang andai beliau bukan Umara, pasti akan lebih dikenang sebagai Ulama besar di zamannya.
Namun, tiada salah kita meneladani sedikit saja dari yang beliau lakukan. Iya, sedikit saja, yakni ber-ekonomi berdasarkan Al-Quran dan Hadis. Ber-Ekonomi berdasarkan Al-Quran dan Hadis inilah penyebab utama terwujudnya “peradaban ekonomi” fenomenal sehingga kesejahteraan (seluruh) umat benar-benar nyata terjadi pada masa pemerintahan Umar Ibn Abdul Aziz yang sampai sekarang dikenang dan dijadikan rujukan umat.
Dan hal penting di bidang ekonomi yang sering dan terus kita temui sehari-hari adalah ketika melibatkan bisnis dan keuangan. Rasanya kedua hal ini menjadi topik paling populer di benak kita, karena kita tidak akan terlepas dari keduanya. Bisnis dalam arti mencari nafkah dengan berdagang barang dan/atau jasa, serta menafkahkan uang dan/atau harta dalam batasan cara memperoleh, mengelola dan membelanjakannya untuk kepentingan material maupun spiritual.
Baca Juga: Tafsir Surat Al-Fatihah: Makna dan Keutamaannya bagi Kehidupan Sehari-Hari
Kita memang sudah paham dan maklum bahwa sistem Ekonomi, Bisnis dan Keuangan Global, sudah berabad-abad terinstall oleh sistem keuangan konvensional (untuk tidak perlu menyebut kapitalis, liberalis, sosialis, dan lain-lain), yang sudah nyata-nyata hanya menyejahterakan umat tertentu di satu sisi dengan syarat menyengsarakan umat tertentu di sisi yang lain. Lagi-lagi perlu saya sebut, inilah Pareto Optimum.
Berbagai penelitian ilmiah pun sudah membuktikan bahwa sistem Ekonomi Konvensional ini tidak tahan krisis, menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan laju inflasi dan tidak bisa menyejahterakan umat secara keseluruhan. Namun, entah kenapa sistem ini seakan kita nikmati, kita pertahankan, kita pelihara.
Alasan dan penyebab kita kecanduan ekonomi, bisnis dan keuangan konvensional ini bisa dicari dan bisa dicari-cari. Namun alasan paling akurat menurut saya adalah karena kita belum menunjukkan Revolusi Mental berupa Revolusi Diri untuk berupaya keras patuh dan taat atas sistem ekonomi langit yang sudah diatur rapi dalam Al-Quran dan Hadis.
Memang, kita hidup tidak di masa pemimpin sekaligus ulama sefenomenal Umar Ibn Abdul Aziz, namun juga tiada salah mari kita mulai dari diri sendiri untuk berupaya memahami tata kelola Ekonomi, Bisnis, dan Keuangan menurut Al-Quran dan Hadis.
Baca Juga: Sejarah Al-Aqsa, Pusat Perjuangan dari Zaman ke Zaman
OK, katakanlah kita tidak menempatkan cara pikir kita dalam kerangka ketaatan ritual khas ajaran ayat-ayat suci, mari coba sejenak kita cermati bahwa ternyata ini jika Al-Quran dan Hadis ini mengatur transaksi di bidang Ekonomi, Bisnis, dan Keuangan (yang merupakan bagian dari muamalah) ini, pasti ada skema logis yang sedang terjadi.
Jika ayat suci membolehkan suatu transaksi Muamalah, maka sejatinya adalah karena secara logika hal tersebut bermanfaat bagi umat. Dan ketika ayat suci melarang suatu transaksi Muamalah, maka sejatinya adalah karena secara logika hal tersebut merugikan umat.
Dalam buku “Revolusi Mental Bisnis Keuangan” yang saya tulis, berupaya untuk merinci logika Rezeki, Nafkah, Ekonomi, Bisnis, dan Keuangan yang merupakan kompilasi tulisan dan ulasan tanya jawab di Group WhatsApp (WA) ILBS001 – ILBS022 yang saat ini berusia empat bulan, yakni sejak berdiri pada 23 Maret 2015 bertepatan dengan terbitnya buku “Ini Lho Bank Syariah (ILBS)” oleh Gramedia Pustaka Utama.
Semua garis besar dan pokok pikiran tulisan ini kami upayakan selalu merujuk kepada Al-Quran dan Hadis namun tersaji ringan agar renyah dikunyah dengan sengaja tidak banyak menyebut kutipan ayat-ayat suci.
Baca Juga: Bebaskan Masjidil Aqsa dengan Berjama’ah
Semoga buku ini menjadi pintu masuk Revolusi Mental kita untuk berusaha menerima tulus bahwa ber-Nafkah, ber-Ekonomi, ber-Bisnis dan ber-Keuangan yang sesuai Syariah itu Logis, dan skema Muamalah yang Logis itu, insya Allah, sesuai Syariah. Dan semoga ocehan ringan di buku ini menjadi pemantik dan PEMICU semangat untuk terus belajar komprehensif tentang ILMU HIDUP yang paling enggak sih bisa mimpi mewujudkan REVOLUSI MENTAL TOTAL ala Umar Ibn Abdul Aziz.
Semoga. Aamiin yaa mujiibas saa`iliin, waLlaahu a’lamu bishshowaab.
(R05/P2)
Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Tentang Urusan Dunia
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
*Penulis adalah Pengurus DPP Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) periode 2015 -2019, telah menulis beberapa buku mengenai ekonomi syariah, yakni: Revolusi Mental Bisnis Keuangan (Gramedia Pustaka Utama – 2015), Ini Lho, KPR Syariah! (Risalah al Ifham – 2015), Bedah Akad Bisnis Syariah (Risalah al Ifham – 2015), Kenapa Harus Bank Syariah? (Risalah al Ifham – 2015), Ini Lho Bank Syariah! (Gramedia Pustaka Utama – 2015), Buku Pintar Ekonomi Syariah (Gramedia Pustaka Utama – 2010).
Baca Juga: Keutamaan Al-Aqsa dalam Islam, Sebuah Tinjauan Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis