Tel Aviv, MINA – Ribuan warga Arab Israel pada hari Sabtu waktu setempat di alun-alun Rabin di ibukota Israel, Tel Aviv, memprotes undang-undang Negara Yahudi yang kontroversial.
Komite Tinggi Tindak Lanjut untuk Warga Arab, mewakili warga Palestina yang tinggal di Israel, menyerukan aksi itu sebagai tanggapan atas persetujuan undang-undang oleh parlemen Israel (Knesset) bulan lalu.
Demo itu dihadiri beberapa tokoh Palestina, termasuk mantan anggota parlemen Mohammad Barakeh, Ketua Komite Tinggi Tindak Lanjut untuk Urusan Arab, Jamal Zahalka, Masoud Ghanaim, dan Ketua Dewan Nasional Tokoh Masyarakat Arab Eva Illouz.
“Ya, untuk kesetaraan, tidak untuk hukum Yahudi,” adalah di antara slogan-slogan spanduk yang dilambaikan pengunjuk rasa dengan mengangkat bendera Palestina. Middle East Monitor (MEMO) melaporkan.
Baca Juga: Wakil Sekjen PBB: 14.000 Bayi Gaza Bisa Meninggal dalam 48 Jam ke Depan Tanpa Bantuan
“Dasar dari demonstrasi hari ini adalah untuk mengarahkan pesan yang kuat bahwa hukum nasional Yahudi harus dihapuskan,” kata Ghanaim kepada para demonstran.
“Undang-undang itu menunjukkan rezim apartheid di Israel, itu akan dihapuskan, dan kami akan menang,” katanya.
Barakeh memuji pawai tersebut, dengan mengatakan, “Ribuan warga Arab dan Yahudi menghadiri pawai untuk mencabut hukum ini dan menghapus noda yang ditinggalkan pemerintah Netanyahu.”
Undang-undang menyebutkan, Israel sebagai negara Yahudi dengan Yerusalem bersatu sebagai ibukotanya.
Baca Juga: Genosida Israel per 20 Mei 2025: Hampir 53.600 Syahid
Di dalamnya juga mempromosikan bahasa Ibrani sebagai satu-satunya bahasa resmi, menghapus bahasa Arab sebagai bahasa resmi.
Perundang-undangan yang baru ini berisiko semakin mengasingkan minoritas Arab dan bentuk diskriminasi yang menganggap orang-orang Arab adalah warga negara kelas dua.
Warga Palestina yang memiliki kewarganegaraan Israel berjumlah 21 persen dari populasi, dikenal sebagai orang Arab Israel dan memiliki anggota di parlemen Israel, Knesset. (T/RS2/RI-1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Macron: Penderitaan di Gaza telah Mencapai “Tingkat yang Tak Tertahankan”