Aktivis terkenal Rohingya yang bermukim di London, Nay San Lwin, yang juga kontributor tetap blog komunitas Rohingya, Rohingyablogger.com, bicara dengan wartawan Tribun Dhaka, Tarek Mahmud tentang masalah diskriminasi rasial terhadap etnis tersebut secara rinci.
Menurut Lwin, orang-orang Rohingya telah menjadi subyek diskriminasi rasial sejak terjadi kudeta militer tahun 1962.
Tahun 1965, sebuah program radio yang disiarkan dalam bahasa Rohingnya dihentikan.
Kemudian tahun 1975, junta Burma melancarkan ‘Operasi Jasmine’ dengan menyita tanda-tanda pengenal orang-orang Rohingya saat mereka bepergian dari satu negara bagian ke negara bagian lainnya.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Tahun 1978 dilancarkan operasi besar-besaran ‘Dragon King’, untuk mengusir orang-orang Rohingya yang mengakibatkan lebih dari 250 ribu orang melarikan diri ke Bangladesh.
Sejak itu, orang-orang Rohingya kehilangan banyak hak dasar mereka. Tahun 1982 orang-orang Rohingya kehilangan kewarganegaraan mereka di negaranya sendiri setelah pemberlakuan undang-undang kependudukan yang baru, kata Lwin.
Sepuluh tahun kemudian pada 1992, junta militer menerapkan pembatasan-pembatasan keras terhadap kami, memaksa kami hidup di penjara-penjara terbuka.
Otoritas Myanmar secara spesifik menyasar penduduk Rohingya, karena mereka berada di satu wilayah khusus. Tetapi mereka tak hanya menyasar orang-orang Rohingya, secara antagonis juga memerangi minoritas Muslim di seluruh negeri itu.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Namun, ada perbedaan antara kebijakan-kebijakan bagi Rohingya dengan Minoritas muslim lainnya. Kebijakan terhadap Rohingya adalah dengan mudah melenyapkan mereka dari Myanmar lewat genosida. Mereka tak menginginkan penduduk Rohingya di negeri itu.
Mereka sangat menyadari silsilah dan sejarah Rohingya, tetapi mereka terus menyebarkan pernyataan bahwa Rohingya adalah imigran gelap dari Bangladesh.
Dengan bantuan kampanye propaganda itu, pemerintah Myanmar mendapatkan dukungan dari mayoritas kaum Budha, yang memudahkan mereka untuk membunuh ribuan orang Rohingya dan mengusir mereka ke Bangladesh sejak 25 Agustus 2017.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Tentang repatriasi dikatakan, pertama perjanjian repatriasi harus dijalankan dan kampung halaman Rohingya di Rakhine Utara mesti dilindungi. Kedua, PBB dan masyarakat dunia harus menjamin keamanan repatriasi orang-orang Rohingya yang kambali ke Rakhine.
Para pengungsi Rohingya di Bangladesh hanya akan kembali jika proses repatriasi dijamin aman.
Orang-orang etnis Rohingya yang telah lama bermukim di luar negeri membantu semampu mereka, tetapi adalah sangat penting PBB dan masyarakat dunia berperan dalam proses repatriasi.
Sebagian besar negara di dunia sepakat akan hal itu, kecuali China dan Rusia. Aung San Suu Kyi dan Jenderal Min Aung Hlaing perlu dibawa ke depan Mahkamah Kejahatan Internasional. Hanya dengan cara itu genosida terhadap Rohingya bisa dihentikan.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
China dan Rusia merupakan penghalang dalam proses itu, tetapi kami tidak akan menyerah. Harus ada keadilan bagi semua korban kekejian yang telah dilakukan pemerintah Myanmar selama hampir empat dasawarsa.
Kamp-kamp pengungsi di Bangladesh berfungsi sebagai pasar gelap bagi para pedagang manusia. Saya kira, setelah musim hujan, beberapa pedagang manusia akan berusaha menyelundupkan orang-orang yang luput dari genosida yang tinggal di Bangladesh. Tetapi jika pemerintah Bangladesh waspada, kejahatan itu mungkin tak akan terjadi.
Kami mengapresisasi fakta bahwa Bangladesh menjadi tempat lebih dari satu juta pengungsi Rohingya. Saya rasa negara itu sedang melakukan yang terbaik, tetapi juga benar bahwa kami berharap pada saat yang sama mereka harus melakukan langkah diplomatik.
Saya rasa negara-negara seperti AS, Inggeris dan organisasi-organisasi seperti Uni Eropa, Organisasi Konprensi Islam (OKI) harus mendukung Bangladesh dan menekan pemerintah Myanmar untuk menyetujui keinginan orang-orang Rohingya yang masih hidup.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Bangladesh harus keras terhadap Myanmar mengenai proses repatriasi. Negara itu harus mendesak militer Myanmar untuk berhenti menyebut Rohingya ‘ektrimis dan teroris Bangladesh’ serta mulai mengakui mereka sebagai penduduknya.
Peran Bangladesh
Oleh karena Bangladesh adalah sebuah negara yang masuk kelompok Statuta Roma Mahkamah Kejahatan Internasional, maka dia memiliki kapasitas untuk menyerahkan penjahat-penjahat Burma ke mahkamah.
Bangladesh telah menghadapi kesulitan selama 40 tahun akibat krisis Rohingya. Eksodus terus menerus berulang. Sudah waktunya untuk mengambil tindakan keras terhadap Myanmar agar negara ini menghentikan genosida yang terus berlanjut.
Baca Juga: Kota New Delhi Diselimuti Asap Beracun, Sekolah Diliburkan
PBB telah menetapkan etnis Rohingya sebagai minoritas paling teraniaya sejak 1992. Tetapi belum ada solusi nyata yang dijalankan.
Banyak organisasi hak azasi dan negara-negara menyebut penganiayaan terhadap Rohingya ‘pembersihan etnis’. Tetapi ini bukan istilah yang benar. Para ahli dan sarjana menyebutnya genosida.
Saya percaya jika masyarakat internasional menggunakan istilah yang benar, akan membantu menghentikan genosida dan tindakan-tindakan terhadap para penjahat Burma akan bisa segera diambil.
Dalam waktu dekat, jika repatriasi atas etnis Rohingya dan kampung halaman mereka di negara bagian Rakhine Utara tidak dilindungi, eksodus dan genosida akan berlanjut. Itu sebabnya kenapa kami menuntut keamanan bagi orang-orang Rohingya yang kembali ka Myanmar.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Kanselor Negara Myanmar, Aung San Suu Kyi sebagai seorang penerima hadiah Nobel, paling tidak memiliki otoritas dan kewajiban moral untuk mengungkapkan ketidak-adilan. Tetapi sialnya, dia malah mendukung kampanye genosida terhadap Rohingya. Dia berdiri bersama penjahat-penjahat militer.
Sebagai pemimpin de facto Myanmar, dia bertanggung-jawab penuh untuk menghentikan semua kekejian terhadap etnis Rohingya. Militer menyatakan, mereka memberitahu pemerintah semua hal dan harus mendapat ijin sebelum bertindak.
Oleh karena Suu Kyi tidak berniat melakukan apapun bagi etnis Rohingya selain mengandalkan masyarakat internasional terkait aksi-aksi militer Myanmar, wanita itu harus dibawa ke Mahkamah Kejahatan Internasional.
Membawa penjahat-penjahat seperti Suu Kyi ke Mahkamah Kejahatan Internasional merupakan tantangan berat bagi kami, tetapi kami tidak akan berhenti berusaha. Aung San Suu Kyi harus dihukum. (A/RS1/P1)
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Sumber: Tribune Dhaka
Miraj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin