Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rolex, Pendeta Lansia yang Muallaf di Usia 97 Tahun

taufiq - Rabu, 6 Oktober 2021 - 16:49 WIB

Rabu, 6 Oktober 2021 - 16:49 WIB

10 Views ㅤ

Taufiqurrahman, Redaktur MINA Bahasa Arab

Pendeta tua ini tak mampu menahan gusar hatinya. Bertahun-tahun ia menyimpan keraguan akan Kristen yang dianutnya. Hingga akhirnya mimpi bertemu sang ayah mengantarkannya memeluk Islam. 

Sebelum hidayah Islam merengkuhnya tahun 2020, Rolex aktif menjadi pengkhotbah (pendeta Kristen) selama 23 tahun di desanya Tajer Mulia, Kelurahan Long Ikis, Balikpapan. Tepatnya sejak tahun 1998.

Dua tahun lagi usianya genap seabad. Meski lahir dan tumbuh hingga remaja di lingkungan keluarga muslim, ayah dari 3 putra ini bukanlah sosok yang taat berIslam. Hingga akhirnya tahun 1951 ia memutuskan menjadi penganut Kristen. Ini artinya ia sudah beragama Kristen selama 70 tahun.

Baca Juga: Nelson Mandela, Pejuang Kemanusiaan dan Pembela Palestina

BerIslam adalah keputusan besar dalam hidupnya. Ia telah melewati tujuh dekade bersama Kristen dengan menyimpan keraguan kecil di hatinya. Ia ragu benarkah Yesus itu Tuhan. Namun hati besarnya tak mau berpaling darinya.

Keraguannya justru semakin menguat saat ia menjadi pengkhotbah. Terjadi pergolakan pemikiran yang tak kunjung usai dalam dirinya. Ia kerap berdiri di mimbar Gereja menguatkan keyakinan jemaatnya namun ia sendiri meragukan isi khotbahnya.

Keraguan itu yang membuatnya tak terlalu fanatik dengan agamanya. Kakek yang memiliki 10 cucu dan 3 cicit ini bahkan membiarkan ketiga putranya memeluk Islam. Ia justru meyakinkan mereka agar berIslam secara totalitas. 

“Kalau kamu berIslam berimanlah karena Penciptamu. Bukan beriman karena ciptaanNya,” tegasnya di hadapan mereka. 

Baca Juga: Kisah Muchdir, Rela tak Kuliah Demi Merintis Kampung Muhajirun

Namun siapa yang mampu membendung hidayah Allah? Semakin ia berusaha meyakinkan dirinya dengan keimanan lamanya justru semakin ia meragukannya. Hingga akhirnya di malam Jum’at setahun silam ia bermimpi. 

“Almarhum Ayah mendatangi saya dan mengatakan, ‘kamu ini gimana? Bapakmu Islam, Ibumu Islam, Mbahmu Islam. Kok kamu malah Kristen?’ Ayah lalu pergi. Tak lama ia kembali lagi, ‘siapkan dirimu ayo berIslam’. Di situ saya bilang dengan tanpa ragu, ‘baik’,” kisahnya.

Jumat pagi Rolex mengutarakan niatnya berIslam di hadapan istrinya, Tukinem. Dan langsung mengumpulkan ketiga putranya. Tukinem, yang dulunya seorang muslimah, tanpa ragu mengikuti pilihan suami. Keduanya memutuskan berIslam. 

Anak-anak, dengan penuh bahagia, mengantarnya ke masjid untuk bersyahadat. Hari itu juga ia untuk pertama kalinya menunaikan shalat Jumat. Sedangkan Tukinem yang sedang sakit hanya mampu bersyahadat di rumah. 

Baca Juga: Bashar Assad Akhir Rezim Suriah yang Berkuasa Separuh Abad

Sang istri yang dulu muslimah sebelum menikah denganya, rupanya masih cukup ingat dengan bacaan shalat. Dengan penuh semangat dan kesabaran ia mengajarkannya shalat. 

Sayang sepekan berlalu sejak keislaman mereka, pria kelahiran Ngawi ini berduka karena meninggalnya Tukinem istrinya. Namun duka itu cukup terbalas dengan keIslaman istri yang dinikahinya tahun 1962 itu. Tukinem meninggal dalam keadaan Islam. 

Duka itu semakin pudar saat ia mendengar penggali kubur bercerita padanya tanah yang digali untuk liang lahat jenazah istri sangat liat. Padahal di sekitarnya tanah bebatuan.

Tukinem adalah istrinya yang ke sepuluh. Sembilan kali ia gagal mempertahankan rumah tangganya. Dan tak satupun dari pernikahan itu yang melahirkan anak untuk rumah tangganya. Hingga akhirnya ia menikahi gadis asal Sumatera Selatan itu. Dan darinya ia dikaruniai tiga putra. Petrus Agustin Rolex Putra, Eleven Oktober Lukas Rolex Putra dan Twenty Six April Markus Rolex Putra.

Baca Juga: Nama-nama Perempuan Pejuang Palestina

Hampir setahun berlalu sejak keislamannya ia hampir tidak pernah terlambat menunaikan shalat berjamaah. Mantan pendeta yang juga punya usaha tambal ban ini bahkan selalu menghentikan pekerjaannya saat adzan berkumandang.

“Saya sering bilang ke pelanggan yang datang ke bengkel saya, ‘Pak maaf, karena sudah adzan saya tutup sebentar. Kalau mau silakan tunggu sampai saya selesai shalat'” ujarnya.

Ia pun aktif mengikuti kajian-kajian yang diselenggarakan di masjid dekat rumahnya. Meski hampir seabad usianya, tubuhnya masih terlihat bugar dan lincah. Ia menikmati sekali keislamannya dan berharap diberi usia panjang untuk bisa beribadah lebih banyak lagi. 

“Saya berdoa Allah kasih saya usia 25 tahun lagi,” harapnya. (L/RA 02/P1)

Baca Juga: Sosok Abu Mohammed al-Jawlani, Pemimpin Hayat Tahrir al-Sham

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Internasional
Indonesia
Kolom
Internasional
Sosok
Tausiyah