Oleh Heri Budianto, Dosen STISA ABM Lampung Selatan, Tenaga Ahli Geologi Teknik
INDONESIA tidak hanya dikenal sebagai negeri yang kaya akan keindahan alam, namun juga menyimpan potensi bencana alam yang tinggi, termasuk gempa bumi. Secara geografis, letak Indonesia yang berada di pertemuan lempeng-lempeng geologi dunia menjadikan Indonesia sebagai kawasan yang rawan gempa dan letusan gunung berapi.
Karena itu, masyarakat perlu semakin sadar akan pentingnya membangun rumah yang aman, yang tidak hanya indah secara tampilan, tapi juga memperhatikan aspek keselamatan jika sewaktu-waktu terjadi gempa.
Belajar dari Kearifan Leluhur
Baca Juga: Meneguhkan Janji Kemerdekaan Palestina Dari Sumud Nusantara ke Solidaritas Global
Sesungguhnya, konsep “rumah ramah gempa” bukanlah hal baru. Sejak zaman dahulu, nenek moyang kita telah membangun rumah-rumah adat dengan desain yang mempertimbangkan keselamatan.
Mereka menggunakan bahan-bahan ringan seperti kayu, membuat pondasi batu yang terangkat dari tanah (umpak), serta menyambung bagian rumah tanpa paku, melainkan dengan ikatan dari bahan alami seperti rotan atau ijuk yang lentur dan kuat.
Desain seperti ini terbukti mampu meminimalkan risiko saat terjadi gempa. Bahkan jika rumah rusak, kecil kemungkinan menimbulkan korban jiwa, karena struktur yang ringan dan tidak runtuh secara tiba-tiba.
Tujuan Rumah Ramah Gempa
Baca Juga: Ziarah ke Masjidil Aqsa Tanda Kedalaman Iman
Membangun rumah yang benar-benar tahan terhadap gempa besar memang memerlukan biaya tinggi, dan tidak semua masyarakat mampu menjangkaunya. Oleh sebab itu, rumah ramah gempa lebih ditekankan sebagai usaha untuk menyelamatkan jiwa dan mengurangi kerusakan, bukan membuat rumah yang tidak bisa rusak sama sekali.
Secara umum, rumah ramah gempa dirancang agar tetap utuh saat terjadi gempa kecil, hanya rusak ringan pada bagian luar saat gempa sedang, namun bagian utama rumah tetap kokoh dan memberi waktu penghuni untuk menyelamatkan diri saat gempa besar, karena bangunan tidak langsung roboh, tetapi bertahap.
Rumah Aman yang Terjangkau
Sebagian besar masyarakat Indonesia memiliki kemampuan ekonomi yang terbatas. Sebagai contoh, berdasarkan perhitungan di salah satu daerah, rata-rata penghasilan bulanan keluarga berada di kisaran Rp7 juta hingga Rp15 juta. Dari jumlah itu, hanya sebagian kecil yang bisa dialokasikan untuk membangun rumah.
Baca Juga: Israel Bukan Negara, Tapi Proyek Penjajahan Abad Modern
Oleh karena itu, konsep rumah ramah gempa yang sederhana dan terjangkau sangat dibutuhkan. Kuncinya adalah menggunakan bahan bangunan yang ringan dan bentuk rumah yang sederhana, namun tetap kuat dan aman.
Menyesuaikan dengan Kondisi Tanah
Tanah di berbagai daerah memiliki kekuatan yang berbeda. Ada yang keras, ada pula yang lunak. Dalam beberapa wilayah di sekitar Kabupaten Bogor, misalnya, kondisi tanahnya pada kedalaman 0 sd 100 sentimeter tergolong lunak. Maka, kedalaman pondasi rumah sebaiknya tidak terlalu dangkal—idealnya antara 60 hingga 80 sentimeter—agar pondasi rumah berdiri di atas tanah asli yang memiliki daya dukung merata.
Agar rumah lebih aman saat gempa, bahan bangunan sebaiknya ringan. Kini, bahan baja ringan menjadi pilihan banyak orang karena relatif mudah didapat, kuat, dan tidak terlalu berat. Selain itu, baja ringan lebih tahan terhadap guncangan dibandingkan material berat seperti batu bata atau genteng tanah liat.
Baca Juga: Tanpa Ilmu, Jama’ah Hanya Massa Tanpa Arah
Beberapa hal yang bisa diperhatikan dalam membangun rumah ramah gempa antara lain: Gunakan baja ringan yang tahan karat dan bersertifikat dari laboratorium teknik yang resmi baik perguruan tinggi atau lembaga lainnya yang bersertifikat KAN. Bangun rumah di atas tanah yang padat dan kering agar lebih stabil, gunakan tiang dan balok yang menyatu kuat, agar rumah tidak mudah goyah, pilih desain rumah yang sederhana dan seimbang agar getaran gempa bisa tersebar merata dan pasang penguat tambahan (penyangga/bracing) di bagian atap agar tidak mudah runtuh ke dalam.
Sebelum membangun, sangat disarankan untuk melakukan pemeriksaan kondisi tanah oleh tenaga profesional. Biaya pemeriksaan ini relatif kecil dibandingkan keseluruhan biaya pembangunan rumah, namun sangat penting untuk memastikan rumah dibangun di tempat yang aman.
Tawakal setelah Ikhtiar
Sebagai Muslim, kita diajarkan untuk berikhtiar semaksimal mungkin, lalu bertawakal kepada Allah. Membangun rumah yang aman adalah bagian dari usaha kita menjaga amanah keluarga. Namun, keselamatan sejati tetap ada di tangan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Baca Juga: Lisanku Terjaga, Hatiku Bahagia: 10 Hikmah Dzikir yang Menyelamatkan
Semoga rumah-rumah yang kita bangun bukan hanya kokoh secara fisik, tetapi juga menjadi tempat yang membawa ketenangan, perlindungan, dan keberkahan bagi keluarga.[]
Mi’raj News Agency (MINA)