Banda Aceh, MINA – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Pesantren menjadi undang-undang, di gedung DPR RI Senayan, Jakarta, Selasa (24/9).
Proses persetujuan diambil melalui sidang Paripurna Pembicaraan Tingkat II Terhadap RUU Tentang Pesantren.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh, Daud Pakeh menyambut suka cita terhadap pengesahan RUU Pesantren tersebut.
Kakanwil mengatakan disahkannya UU ini merupakan sebuah hadiah atau kado terindah bagi santri seluruh Indonesia di tahun 2019.
Baca Juga: Cinta dan Perjuangan Pembebasan Masjid Al-Aqsa Harus Didasari Keilmuan
“Alhamdulillah, yang dinanti kini telah menjadi undang-undang, negara kian mengakui keberadaan lembaga pendidikan pesantren, kita patut bersyukur terhadap anugerah ini bagi bangsa, dan perjuangan kemerdekaan negara ini tidak lepas dari perjuangan para santri,” ucap Kakanwil di Banda Aceh, Rabu (25/9).
Tentunya, ke depan kita berharap implementasinya dapat berjalan dengan baik seluruh Indonesia.
“UU ini adalah harapan, mudah-mudahan membawa dampak yang positif terhadap bangsa, khususnya lingkungan pesantren,” sebut Kakanwil.
Dikatakannya, RUU Pesantren memberi pengakuan kepada pendidikan pesantren sebagai bagian dari penyelenggaraan pendidikan nasional dengan segala kekhasannya di Indonesia.
Baca Juga: Lewat Wakaf & Zakat Run 2024, Masyarakat Diajak Berolahraga Sambil Beramal
“Tidak lama lagi, kita juga akan memperingati hari santri yang jatuh pada 22 Oktober, nah lahirnya UU Pesantren menjadi spirit baru bagi kalangan pesantren dihari peringatannya nanti,” lanjutnya.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di gedung DPR RI dalam pendapat akhirnya mengatakan bahwa RUU Tentang Pesantren diinisiasi dikarenakan adanya kebutuhan mendesak sebagai suatu keniscayaan untuk dapat memberikan pengakuan atas independensi penyelenggaraan pesantren berdasarkan kekhasannya dalam fungsi pendidikan, fungsi dakwah dan fungsi pemberdayaan masyarakat.
“Sekaligus menjadi landasan hukum untuk memberikan afirmasi dan fasilitasi bagi pengembangan pesantren,” ujar Menag.
Menurut Menag, subtansi dalam RUU tentang Pesantren sesungguhnya sudah sangat terbuka dengan perkembangan kelembagaan yang ada serta mengakomodir ragam dan varian pesantren sebagaimana fakta yang ada saat ini.
Baca Juga: Prof Abd Fattah: Pembebasan Al-Aqsa Perlu Langkah Jelas
“Substansi dalam RUU Pesantren juga memberikan pengakuan atas pemenuhan unsur pesantren (arkaanul ma’had) dan ruh pesantren (ruuhul ma’had) sebagai syarat pendirian untuk menjaga kekhasan pesantren,” kata Menag.
Sebelumnya, ulama dan umara se-Aceh telah membahas terhadap tentang RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan tersebut di Banda Aceh pada November 2018 lalu.
Musyawarah ulama dan umara tersebut digelar untuk mengkritisi dan memberi masukan terhadap Rancangan Undang-undang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan sedang dibahas oleh DPR RI pada waktu itu.
Kemudian, ulama Aceh menyampaikan sejumlah rekomendasi terhadap rancangan UU tersebut sebagai masukan kepada pemerintah Sebelum disahkan menjadi undang-undang. (L/AP/P2)
Baca Juga: MUI Tekankan Operasi Kelamin Tidak Mengubah Status Gender dalam Agama
Mi’raj News Agency (MINA)