Hamnah binti Sufyan bin Umayyah (putri paman Abu Sufyan bin Harb) memandangi anaknya dengan kecewa diiringi keheranan, mengapa anaknya tidak pergi ke patung yang tersedia di dalam rumah untuk beribadah di hadapannya? Sungguh ia telah berulang kali menasehati anaknya, Sa’ad bin Abi Waqqas untuk beribadah kepada tuhan-tuhan itu.
Hamnah sangat mempercayai Habil, Latta, Uzza, Manaat dan tuhan-tuhan yang lain. Dadanya akan terasa sempit jika melihat perilaku apa saja yang merendahkan agama leluhurnya.
Suatu pagi, Hamnah memanggil Sa’ad untuk sarapan pagi bersama saudaranya. Sesaat kemudian, Sa’ad tiba ke hadapan sang ibu. Sa’ad menyuapi ibunya dengan sopan. Sa’ad sangat cinta dan berbakti kepada ibunya.
Usai makan, Hamnah memohon kepada Sa’ad agar pergi ke sebuah patung yang berada di sekitar Ka’bah untuk menunaikan penyembahan.
Baca Juga: Terpilih Lagi jadi Ketua MUI, Ini Profil Lengkap KH Anwar Iskandar
Di sanalah akhirnya Sa’ad bertemu dengan Abu Bakar. Di sana juga akhirnya hidayah Allah turun. Itulah maksud mimpi yang pernah Sa’ad alami, yaitu mimpi ketika Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Haritsah berjalan di depannya mengikuti bulan purnama, yang berarti mereka telah mendahului Sa’ad menemukan cahaya Islam.
Di rumah, ketika Sa’ad sedang melaksanakan shalat, ibunya bertanya, “Apakah gerangan yang engkau lakukan? Manakah berhalah yang sedang engkau sembah?”
Sa’ad masih saja membisu dan tidak bereaksi apa-apa atas pertanyaan ibunya. Keadaan itu membuat Hamnah menjadi murka dan berang, lalu tergopoh-gopoh ia mendekati anaknya. Namun ia mendapati Sa’ad berpaling ke kanan dan ke kiri, kemudian segera menyambut kedatanganya dengan ceria.
“Aku baru saja shalat, wahai ibuku,” kata Sa’ad.
Baca Juga: Sheikh Hasina, Dari Dominasi Politik ke Vonis Hukuman Mati
“Kepada siapakah engkau bersujud? Sesungguhnya Tuhan kita adalah Latta….”
“Aku shalat untuk Allah Tuhan Semesta Alam,” jawab Sa’ad pelan.
“Siapakah Tuhan Semesta Alam?”
“Dialah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang menciptakan segala sesuatu. Dialah Pencipta langit dan bumi.”
Baca Juga: Zohran Mamdani, Jejak Anak Imigran Muslim Merebut Panggung Amerika
“Apakah engkau shalat kepada Tuhan selain Latta, Uzza, Manaat, Habil serta tuhan-tuhan leluhurmu?”
“Mereka semua dalam kesesatan yang nyata, bagaimana mungkin mereka menyembah batu yang tidak memberi mamafaat dan mudharat?”
Hamnah binti Sufyan marah.
“Engkau menganggap bodoh leluhur kita, wahai Sa’ad? Kembalilah kepada pikiranmu yang sehat dan tinggalkan agama yang baru ini.”
Baca Juga: Mengenal Sosok Hemedti Komandan RSF dan Sudan yang Terbelah
Tanpa ragu-ragu Sa’ad berkata, “Wahai ibuku, aku tidak akan meninggalkan agamaku, karena ia adalah agamaku yang benar dan aku memohon kepadamu untuk memeluknya.”
Sang ibu kehilangan kesabaran dan berkata, “Wahai Sa’ad, kembalilah kepada akal sehatmu dan jangan membuatku marah. Sekali-kali jangan engkau mengikuti agama baru itu. Jika engkau mengikutinya, niscaya engkau akan termasuk orang-orang yang merugi.”
“Semoga Tuhanku menunjukimu jalan yang lurus. Sungguh aku telah menyerahkan diriku kepada Allah, karena ini adalah agama yang benar, menyeru manusia menjalin kasih sayang, beramar ma’ruf dan nahi mungkar, serta berbakti kepada kedua orang tua.”
“Bukankah engkau mengatakan bahwa agamamu ini menyeru manusia untuk mempererat hubungan kekeluargaan serta berbakti kepada orang tua?”
Baca Juga: Hassan al-Turabi Pemikir Kontroversial dari Sudan
“Benar.”
Dengan penuh kesungguhan Hamnah berkata, “Demi Tuhan Latta dan Uzza serta seluruh tuhan sembahan bangsa Arab, aku tidak akan makan dan minum hingga engaku kafir terhadap ajaran yang dibawa Muhammad lalu kembali menyembah tuhan-tuhan para leluhurmu.”
“Jangan lakukan itu wahai ibuku!”
“Hendaklah engkau meninggalkan agamamu ini atau aku tidak akan makan dan minum hingga ajal menjemputku, lalu engkau dicela manusia karenanya!”
Baca Juga: Sunan Drajat: Dakwah Kasih Sayang yang Menyentuh Hati
Namun dengan pendirian yang teguh, Sa’ad berkata, “Jangan lakukan itu, wahai ibuku. Sesungguhnya aku tidak akan meninggalkan agamaku ini!”
Segala usaha Hamnah yang begitu berbakti kepada agama leluhurnya menemui kegagalan dalam mempengaruhi anaknya serta menghalang-halanginya dari jalan Allah.
Aksi mogok Hamnah berlangsung selama dua hari dua malam, sehingga tubuhnya lemas tidak berdaya. Kaum kerabat mulai mencela sikap Sa’ad dengan harapan Sa’ad mau kembali ke agama leluhurnya. Namun Sa’ad tidak bergeming sedikit pun.
Melihat sikap anaknya, Hamnah bertanya kepada anaknya, “Apakah engkau akan meninggalkan agama nenek moyangmu demi mengikuti penyair yang gila?”
Baca Juga: Tiga Ulama, Satu Napas Keilmuan Pesantren Lirboyo
“Sebenarnya dia (Muhammad) telah datang membawa kebenaran.” (QS. Ash-Shaffat: 37).
Hamnah tersentak seraya berkata, “Kini engkau membacakan kitab Muhammad!”
“Bahkan ini adalah kitab yang diturunkan dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui, ia adalah cahaya yang berasal dari ilmu-Nya serta kekuatan yang berasal dari kekuatan-Nya.”
Ketika Hamnah mendekati ajalnya, sebagian kerabat menghadapkan Sa’ad kepada ibunya dengan harapan semoga Sa’ad jadi terenyuh setelah melihat kondisi ibunya.
Baca Juga: Sunan Bonang, Sang Penuntun Jiwa yang Mengharmonikan Cahaya Islam dan Budaya Nusantara
Tapi ternyata keimanan Sa’ad lebih tinggi dari segala sesuatu.
“Demi Allah, andai ibu memiliki seratus nyawa, lalu nyawa itu keluar satu persatu, aku tetap tidak akan meninggalkan agamaku karenanya. Terserah kepada ibu, mau makan atau tidak.”
Setelah Hamnah binti Sufyan menyadari keteguhan sikap anaknya terhadap agamanya, ia mengurungkan niatnya. Ia kemudian kembali makan dan minum.
Dan Allah Subhana Wa Ta’ala menurunkan ayat terkait keteguhan iman Sa’ad bin Abi Waqqas.
Baca Juga: Prof. Omar Yaghi, Seorang Pengungsi Palestina yang Menangkan Hadiah Nobel Bidang Kimia
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman [31] 15).
Sa’ad tetap memperlakukan ibunya dengan baik meskipun ibunya tetap bersikeras dengan agama leluhurnya.
Di hari fathu Makkah (pembebasan kota Makkah) oleh pasukan Muslimin, Sa’ad bin Abi Waqqas turut ambil bagian bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam mengislamkan penduduk Makkah. Ia datang menggandeng ibunya untuk membai’at Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. (P09/R2).
Baca Juga: Sunan Ampel, Pelita Peradaban Islam di Tanah Jawa
Mi’raj News Agency (MINA)
















Mina Indonesia
Mina Arabic