Oleh Zidan Taqwa, Mahasiswa STAI AL-FATAH Cileungsi Bogor
Isu sampah merupakan salah satu masalah yang kita temui sehari-hari, dan hampir di setiap kota di seluruh dunia memiliki masalah sampah. Setiap tahunnya, terhitung hingga dua miliar ton sampah kota di seluruh dunia, tidak termasuk limbah pabrik yang terbuang di lokasi-lokasi tertentu. Sampah kota disebut juga dengan Municipal Solid Waste atau biasa disingkat dengan “MSW”.
Sebanyak 2 miliar ton sampah dari seluruh dunia adalah sampah MSW, yaitu seperti sampah makanan, sampah plastik, dari rumah-rumah dan tempat-tempat seperti restoran dan kantor, yaitu sampah yang biasa orang-orang buang ke tempat sampah. Sedangkan sampah yang tidak termasuk MSW adalah sampah hasil dari agrikultur, medis, konstruksi dan industri atau pabrik2, seperti sampah hasil pemotongan kayu, perobohan bangunan, biohazard dan lain-lain. Saat sampah kota atau MSW ini belum terselesaikan dengan baik, tidak jarang sampah non-MSW pun masih belum terkondisikan, misalnya limbah-limbah pabrik yang dibuang begitu saja ke sungai-sungai, mematikan sungai dari kehidupan hewan air dan tanaman di sekitarnya.
Pengelolaan sampah MSW terbagi menjadi dua klasifikasi, yaitu tidak terkendali dan terkendali. Sampah global yang tidak terkendali terdapat sekitar 38% dari total sampah MSW, sedangkan yang terkendali 62%. Angka rata-rata dari data global ini mungkin cukup terdengar melegakan karena setidaknya kurang dari setengah sampah dapat terkendali, namun data ini muncul karena adanya kontras yang tinggi antara beberapa negara dengan negara lainnya, dimana satu negara memiliki angka sampah MSW tak terkendali sangat kecil sedangkan satu negara lainnya sangat besar, dengan kata lain, satu negara sangat bersih dan nyaman dari sampah tak terkendali sedangkan satu negara lain jauh dari itu.
Baca Juga: BPS: Pengangguran Terbanyak Lulusan SMK
Dalam dua klasifikasi ini yang dikeluarkan oleh Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nations Environment Programme (UNEP), 30% dari sampah yang terkendali itu merupakan sampah yang dikelola dengan landfilling atau yang kita kenal dengan tempat pembuangan akhir atau TPA. Salah satu TPA terbesar yaitu Bantar Gebang seharusnya masuk dalam klasifikasi MSW terkontrol, namun karena volume dan komposisinya, ditambah dengan problema lingkungan yang dihasilkan olehnya, jadi apakah TPA kita ini masih termasuk kedalam klasifikasi terkendali.?
Sekitar 2.7 miliar warga dunia tidak memiliki akses ke tempat pengumpulan sampah, terutama di daerah pedesaan, menjadikan 27% dari sampah MSW dunia tidak terkumpul dan tentu termasuk dalam kategori tidak terkendali. Masalahnya tidak hanya sampai di tercapainya pengumpulan sampah, metode landfilling atau TPA yang tadi dikatakan termasuk dalam klasifikasi terkendali pun dapat menimbulkan banyak masalah, seperti contohnya yaitu di Bantar Gebang yang menimbulkan masalah lingkungan.
Penumpukan sampah akan bermasalah apabila tidak terkelola dengan baik, apalagi kalau sampah yang ditumpuk atau landfill tersebut tercampur, baik organik, non-organik dan lebih parahnya lagi apabila tercampur sampah non-MSW dari limbah-limbah industri atau medis. Endapan air hujan yang diakibatkan oleh penumpukan sampah akan menghasilkan air lindi sampah, air lindi ini akan diserap oleh tanah dan menimbulkan pencemaran lingkungan seperti menurunnya kualitas air, kualitas tanaman hingga mencemari langsung sumur-sumur warga. Air lindi memang merupakan PR besar bagi Instalasi Pengolahan Air Sampah, namun pengelolaan sampah secara umum juga perlu diusahakan agar meminimalisir air lindi yang dihasilkan.
Sampah merupakan masalah komplex, perlu banyak faktor yang mendukung agar masalah sampah dapat terselesaikan. Kesadaran masyarakat dan pemerintah sangat diperlukan. Mulai dari kesadaran akan pentingnya pengelolaan sampah, entah itu kesadaran diri sendiri ataupun upaya sosialisasi dan edukasi yang merata. Meski perubahan yang signifikan perlu didukung oleh ratusan ribu atau bahkan jutaan rumah tangga di dunia.
Baca Juga: Pembebasan Baitul Maqdis dan Palestina Melalui Literasi dan Edukasi
Upaya menyelesaikan masalah sampah bukan hanya tentang regulasi dan proses pengolahan sampah, tetapi juga upaya pembentukan karakter masyarakat yang peduli. Pembentukan karakter masyarakat dan kepedulian atas kebersihan lingkungan perlu didukung dengan program lingkungan yang tertata rapih dan fokus, karena isu besar dan berkepanjangan ini tidak bisa dijadikan isu sampingan.
Seperti kata pepatah yaitu “sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit”, atau mungkin yang kita lihat langsung sampah setruk jadi sampah segunung, problem yang dihasilkan oleh buruknya pengelolaan sampah tidak akan terjadi secara langsung. Perlu diketahui bahwa dampak buruknya akan terjadi dalam jangka panjang, seperti penurunan kualitas udara dan air, yang bukan hanya berdampak terhadap kita tetapi flora dan fauna.
Dampak Buruk lainnya dari sampah di dunia adalah penumpukan gas metana yang dihasilkan dari pembusukan sampah organik, UNEP mengatakan 50% dari sampah dunia merupakan sampah organik. Tapi, memangnya kenapa jikalau gas metana menumpuk? Penumpukan gas metana akan terjadi di lapisan atmosfer bumi, dari sini dapat terjadi efek rumah kaca atau greenhouse effect, efek rumah kaca merupakan ketika panas yang diterima bumi tertumpuk dan tidak terpancarkan keluar sehingga dapat menyebabkan perubahan iklim dan pemanasan global, mungkin kita tidak merasakannya, namun berpuluh-puluh tahun kedepan dikalkulasikan dapat terjadi, apabila penumpukan gas metana tidak berhenti. Dampak buruk seperti pencairan kutub selatan yang membuat naiknya permukaan laut akan terjadi jauh di depan apabila masalah ini tidak diatasi, mungkin ini juga alasan kenapa jakarta berada di bawah permukaan laut dan diramalkan akan tenggelam. Meski “ramalan” ini bukan kepercayaan, tetapi kalkulasi ilmuan.
Kepedulian kita akan lingkungan dapat dimulai dari diri kita sendiri, tidak perlu menjadi aktifis. Buang sampah pada tempatnya bisa membantu dunia menjadi tempat yang lebih baik, meski akhirnya akan bertumpuk di TPA, setidaknya nilai yang kita terapkan dan mentalitas yang kita bangun dapat menjadi contoh baik bagi anak-anak kita hingga generasi-generasi berikutnya.
Baca Juga: Beda Zaman Beda Gender