Aljir, 27 Dzulhijjah 1437/29 September 2016 (MINA) – Arab Saudi memberikan indikasi kuat untuk membuka pintu kompromi dengan Iran, yang berpotensi membuka jalan untuk batas produksi minyak tahun-tahun ke depan.
Menteri Energi Saudi Khalid Al-Falih menyatakan hal itu di Algiers, Aljazair, Rabu (28/9) dalam rangkaian menuju ke pembicaraan informal organisasi negara-negara pengekspor minyak OPEC (Organization of the Petroleom Exporting Countries).
Khalid Al-Falih yang ditunjuk sebagai Menteri Energi Saudi pada April lalu menyebutkan, komporomi itu untuk membuka kelebihan pasar minyak yang lebih ke arah Teheran, Kantor Berita Islam MINA menyebutkan dari sumber The Age.
“Iran, Libya dan Nigeria harus diizinkan untuk membuka ekspor minyak pada tingkat maksimum yang logis,” ujar Al-Falih, meskipun kesepakatan belum memungkinkan sampai pertemuan OPEC berikutnya pada November.
Baca Juga: Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Prabowo Bahas Kerjasama Ekonomi
Menurutnya, ada kesenjangan antara negara-negara OPEC yang dapat mencapai tingkat di mana pasokan negara tertentu akan terhenti.
Al-Falih dalam pertemuan bilateral dengan teheran, melalui peran mediator Rusia, dengan mencapai hasil yang dikatakan sebagai “Pendapat bersama yang semakin dekat.”
Namun, Iran dan Arab Saudi menghadapi rintangan yang signifikan, mengingat kedua negara belum menyepakati target produksi baru masing-masing.
Sebelum pertemuan OPEC November mendatang, mereka dari sekarang memiliki sekitar dua bulan untuk menyelesaikan perbedaan pada batas produksi. Ini jika mereka ingin mengamankan kesepakatan satu tahun ke depan yang bisa mencegah kelebihan pasokan di pasar minyak dunia.
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Efek Konflik di Timur Tengah
Kedua negara memulai pertemuan mencari celah untuk menutup target 600.000 barel per hari di antara posisi masing-masing.
“Tentu belum sampai pada agenda kami untuk mencapai kesepakatan dalam dua hari ini,” kata Menteri Perminyakan Iran Bijan Namdar Zanganeh.
Namun, pembicaraan bilateral kedua negara sebelum pertemuan resmi OPEC di Wina pada November mendatang, menunjukkan bahwa Arab Saudi dan Iran lebih dekat dengan kesepakatan daripada waktu dalam dua tahun terakhir.
Al-Falih mengakui bahwa produksi minyak Iran telah dibatasi sampai sekarang. Namun ia juga mengatakan bahwa setiap perkembangan akan ada hal yang baru. Sementara Teheran ingin menetapkan target produksi sekitar 4,2 juta barel per hari,
Baca Juga: Komite Perlindungan Jurnalis Kutuk Israel atas Tebunuhnya Tiga Wartawan di Lebanon
“Tampaknya ada dorongan besar untuk mencapai beberapa koordinasi antara anggota OPEC kali ini, walaupun belum ada kesepakatan konkret di Aljir, tapi ini belum berakhir,” kata Amrita Sen, Konsultan Energy Aspects di London.
“Pintu tetap terbuka untuk negosiasi lebih lanjut dan kemungkinan kesepakatan pada pertemuan OPEC 30 November di Wina,” lanjutnya.
Kesepakatan Arab Saudi dan Iran mempersempit kesenjangan akan menentukan nasib pasar minyak dan industri pada tahun 2017.
Direktur Eksekutif Badan Energi Internasional IEA (International Energy Agency) Fatih Birol mengatakan bahwa pasokan minyak akan melebihi permintaan hingga akhir tahun depan.
Baca Juga: OJK Dorong Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah untuk Santri di Kalteng
“Kami tidak melihat pasar minyak seimbang sampai akhir 2017, kecuali ada intervensi besar”, ujarnya.
Goldman Sachs, dari Wall Street menyatakan pesimismenya, bahwa harga minyak jangka dekat akan seimbang, dengan menyebutkan bahwa “keseimbangan supply-demand lebih lemah dari perkiraan sebelumnya”.
Menurut New York, proyeksi untuk harga minyak dunia berjangka kuartal keempat menjadi $ US 43 per barel, turun dari $ US 50 per barel. (T/P4/R03)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Wapres: Ekonomi Syariah Arus Baru Ketahanan Ekonomi Nasional