West Point, AS, 28 Dzulqa’dah 1435/23 September 2014 (MINA) – Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan, lebih tepat menggunakan pendekatan soft power dan penyelesaian yang komprehensif dalam menghadapi gerakan ISIS dan tindakan terorisme di berbagai belahan dunia.
“Dalam menghadapi tantangan gerakan Islamic State on Iraq and Syria (ISIS) dan tindakan terorisme di berbagai belahan dunia, saya percaya, yang dibutuhkan adalah menerapkan soft power atau smart power,” kata Presiden SBY dalam pidato di hadapan seribuan kadet Akademi Militer West Point, Orange Country, Amerika Serikat, Senin (22/9) siang waktu setempat.
Menurut SBY, seperti pada siaran pers Presidenri, langkah militer tidak selalu bisa menjadi solusi dalam penyelesaian konflik di berbagai belahan dunia. Ia lebih percaya pada pendekatan soft power, penyelesaian yang komprehensif yang membutuhkan seperangkat solusi politik dan lainnya.
Dalam persoalan ISIS, misalnya, setelah mereka dapat dikalahkan secara militer, diperlukan langkah-langkah berikutnya guna memastikan bahwa generasi mendatang tidak melakukan tindakan serupa.
Baca Juga: DK PBB Berikan Suara untuk Rancangan Resolusi Gencatan Genjata Gaza
“Ini bukan tugas militer tetapi tugas politisi, diplomat, tokoh agama, dan masyarakat sipil,” ujar SBY.
Mengakhiri perang, dinilai SBY jauh lebih sulit daripada saat memulainya. Di sinilah politik dan diplomasi yang efektif sangat diperlukan, berdasarkan komitmen yang kuat oleh para pemimpin politik dunia untuk membuat pilihan politik dan diplomatik dalam mengejar kepentingan nasional mereka.
Presiden memberi contoh penyelesaian konflik bersenjata di Aceh dalam masa pemerintahannya. Dengan kemauan politik yang kuat, Indonesia hanya perlu dua-tiga tahun untuk mencapai rekonsiliasi damai dengan Timor-Leste setelah 25 tahun konflik.
Pendekatan lunak melalui diplomasi dan negosiasi juga ditempuh Indonesia dalam menyepakati masalah perbatasan dengan beberapa negara tetangga.
Baca Juga: Kepada Sekjen PBB, Prabowo Sampaikan Komitmen Transisi Energi Terbarukan
“Kita tahu betul bahwa masalah perbatasan bisa dengan mudah berubah menjadi konflik militer terbuka,” katanya.
Namun, dalam beberapa situasi kita tidak dapat selalu menggunakan cara-cara damai untuk mengakhiri konflik. Untuk itu militer juga harus selalu siap melakukan tugas mereka dalam membela kepentingan nasional.
“Setelah semua yang telah kita lewati, kita belajar bahwa perang adalah kelanjutan dari politik dengan cara lain,” imbuhnya.
Dengan pengalaman 10 tahun memimpin Indonesia, SBY menegaskan bahwa politisi boleh datang dan pergi.
Baca Juga: Puluhan Anggota Kongres AS Desak Biden Sanksi Dua Menteri Israel
“Tetapi jika hubungan antara militer dan hubungan antara pelaku usaha dan ekonomi kuat, maka para politisi akan berpikir dua kali sebelum menyatakan perang. Karena perang apapun pada akhirnya akan mempengaruhi kehidupan seluruh masyarakat,” kata SBY.
Pada kesempatan itu, Presiden SBY juga menitipkan pesan agar para kadet akademi militer nantinya bisa menjadi pasukan penjaga perdamaian untuk kemajuan negara dan dunia. (T/P4/R01).
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Tiba di Peru, Prabowo akan Hadiri KTT APEC