Srinagar, MINA – Pihak berwenang di Kashmir yang dikelola India menempatkan sebagian besar wilayah yang disengketakan itu dalam penguncian pada Senin pagi (5/8), di tengah penumpukan pasukan besar-besaran oleh India.
Ketegangan baru-baru ini dimulai dalam 10 hari terakhir setelah New Delhi mengerahkan setidaknya 10.000 tentara, tetapi seorang sumber keamanan mengatakan kepada AFP bahwa 70.000 lainnya telah dikirim.
Itu adalah pengerahan pasukan India yang diyakini sebagai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.
“Sesuai arahan, tidak akan ada pergerakan publik dan semua lembaga pendidikan juga akan tetap ditutup,” kata pemerintah negara bagian memerintahkan kepada pemerintah Srinagar, ibu kota Kashmir yang dikelola India, dan daerah sekitarnya.
Baca Juga: Kebakaran Pesawat Korea Selatan, Tujuh Orang Terluka
“Akan ada larangan lengkap tentang segala jenis pertemuan publik atau demonstrasi selama periode operasi perintah ini,” kata sumber tersebut, demikian Nahar Net melaporkan.
Universitas, sekolah, dan perguruan tinggi di Jammu yang didominasi warga Hindu juga diperintahkan ditutup, dan satu distrik di wilayah itu dikunci.
Beberapa distrik besar lain di negara bagian mayoritas Muslim juga ditempatkan di bawah batasan, media lokal melaporkan.
Jaringan seluler pribadi, layanan internet, dan sambungan telepon rumah terputus. Hanya satu jaringan seluler milik pemerintah yang tetap beroperasi, kata seorang wartawan AFP.
Baca Juga: 354 Sekolah di Bangkok Libur Imbas Polusi Udara
Seorang pejabat senior mengatakan kepada AFP bahwa hampir 300 pejabat administrasi dan pejabat tinggi keamanan telah diberi telepon satelit.
Sebelum jaringan terputus, mantan pemimpin senior dan politisi Kashmir saat ini meng-tweet bahwa mereka telah ditempatkan dalam tahanan rumah.
“Saya yakin saya ditempatkan di bawah tahanan rumah mulai tengah malam ini & prosesnya sudah dimulai untuk para pemimpin arus utama lainnya,” tweet Omar Abdullah, mantan Kepala Menteri Jammu dan Kashmir.
Di pusat kota Srinagar, seorang penduduk setempat mengatakan kepada AFP bahwa pasukan pemerintah melepaskan “bom cabai” di jalan-jalan kosong yang mempengaruhi sistem pernapasan warga.
Baca Juga: Pertama di Asia Tenggara, UU Kesetaraan Pernikahan Sesama Jenis Berlaku di Thailand
Terakhir kali pembatasan serupa diberlakukan di wilayah itu pada tahun 2016 setelah pembunuhan seorang pemimpin gerilyawan populer, yang memicu protes jalanan berbulan-bulan yang menewaskan hampir 100 orang. (T/RI-1/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Inflasi Pangan Bangladesh: 23,6 Juta Orang Alami Kerawanan Pangan