Doha, 10 Syawwal 1438/4 Juli 2017 (MINA) – Hampir sebulan sejak Qatar diisolasi oleh negara-negara tetangganya di Teluk, warga negara itu telah belajar beradaptasi, menyesuaikan diri dengan kenyataan hidup sehari-hari selama embargo.
Mereka membeli sayuran dan susu yang berasal dari Iran dan Turki meski mengeluhkan harga kebutuhan pokok yang naik.
Mereka yang bepergian ke luar negeri menghadapi jadwal penerbangan yang lebih lama daripada biasanya, karena sebagian besar negara tetangga telah menutup wilayah udara mereka terhadap maskapai Qatar Airways.
“Pemerintah telah menemukan alternatif dan tidak ada masalah (kekurangan), meski ada sedikit kenaikan harga yang bisa kita atasi,” kata Mohammed Al-Chib, seorang warga yang berbelanja di sebuah supermarket ibu kota Doha.
Baca Juga: Lima Paramedis Tewas oleh Serangan Israel di Lebanon Selatan
Namun, dia mengakui bahwa diri dan keluarganya harus melakukan pemotongan anggaran belanja. Demikian Nahar Net memberitakan yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Pada tanggal 5 Juni yang lalu, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain dan Mesir memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar dan bergerak cepat untuk mengisolasi Doha, karena menuduh pemerintah negara kaya itu mendukung ekstremisme. Namun, Qatar dengan keras membantah tudingan itu.
Pada hari-hari pertama krisis, terjadi pembelian panik dan ketakutan yang sangat nyata dari warga Qatar akan terjadinya kekurangan pangan.
Namun, kekhawatiran itu terbantahkan ketika negara tersebut terbukti mampu mengatasi krisis yang terburuk melanda kawasan itu dalam beberapa dasawarsa.
Baca Juga: Militer Israel Akui Kekurangan Tentara dan Kewalahan Hadapi Gaza
Rak-rak supermarket penuh dan tidak ada kejadian kelaparan yang ditemukan.
“Toko-toko itu dipasok dengan baik, tapi harga meningkat sedikit,” kata Maya, seorang ekspat Lebanon yang berbelanja di Doha. (T/RI-1/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Netanyahu Akan Tetap Serang Lebanon Meski Ada Gencatan Senjata