Buthidaung, MINA – Sedikitnya 30 warga minoritas Muslim Rohingya di Myanmar tewas dalam bentrokan antara pasukan junta militer dan militan etnis minoritas Buddha, kata penduduk Negara Bagian Rakhine pada Sabtu (18/5).
Kejadian itu meningkatkan kekhawatiran baru bahwa komunitas Muslim yang teraniaya terjebak di tengah pertempuran yang semakin sengit.
Dua belas warga sipil Rohingya tewas dalam serangan udara junta yang menargetkan pejuang Tentara Arakan, atau AA, di kotapraja Buthidaung pada hari Jumat. Pada hari yang sama, Tentara Arakan mengebom sebuah sekolah tempat pengungsi Rohingya berlindung dengan drone, menewaskan 18 orang, kata warga.
Sekitar 200 orang terluka, kata seorang warga Rohingya Buthidaung yang mengidentifikasi dirinya bernama Khin Zaw Moe kepada RFA.
Baca Juga: Pasukan Israel Maju Lebih Jauh ke Suriah Selatan
“Orang-orang ketakutan. Korbannya mungkin lebih tinggi lagi,” katanya. “Jumlah pastinya belum diketahui karena sulitnya berkomunikasi.”
Warga Rohingya dari sekitar 20 desa sedang berlindung di sekolah menengah tersebut ketika sekolah tersebut diserang, katanya. Tidak jelas mengapa Tentara Arakan mengebom sekolah tersebut.
RFA mencoba menelepon juru bicara AA, Khaing Thukha, dan juru bicara junta Negara Bagian Rakhine, Hla Thein, tetapi tidak dapat menghubungi keduanya.
AA, yang berjuang melawan junta untuk menentukan nasib sendiri komunitas etnis Arakan yang beragama Buddha di negara bagian tersebut, mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Sabtu bahwa pasukannya telah merebut semua basis junta di Buthidaung. Pernyataan tersebut tidak menyebutkan tentang korban warga sipil Rohingya.
Baca Juga: Setelah 20 Tahun di Penjara, Amerika Bebaskan Saudara laki-laki Khaled Meshaal
Etnis Rohingya yang telah dianiaya selama beberapa dekade di Myanmar yang mayoritas penduduknya beragama Buddha, terjebak dalam perang antara pasukan AA dan junta, kata para pekerja hak asasi manusia.
Kedua belah pihak telah menekan warga Rohingya ikut ke dalam kelompok mereka dan pada saat yang sama menuduh Rohingya membantu saingan mereka. Baik pasukan AA maupun junta menjadikan anggota minoritas Muslim sebagai sasaran kekerasan, kata warga dan pekerja hak asasi manusia.
Warga Rohingya lainnya di Buthidaung mengatakan, AA membakar rumah-rumah di delapan lingkungan di kota tersebut, meskipun dia tidak mengetahui berapa banyak rumah yang telah dihancurkan.
Aktivis Rohingya Nay San Lwin mengatakan kepada RFA bahwa puluhan ribu warga Rohingya telah meninggalkan rumahnya setelah AA memerintahkan mereka meninggalkan kota pada pukul 10 pagi pada hari Sabtu.
Baca Juga: Erdogan Umumkan ‘Rekonsiliasi Bersejarah’ antara Somalia dan Ethiopia
Penduduk kotapraja lainnya mengatakan kepada RFA pada hari Sabtu bahwa pejuang AA telah menangkap ribuan warga Rohingya di dekat penjara Buthidaung.
RFA tidak dapat mengkonfirmasi laporan apa pun karena saluran telepon dan sambungan internet terputus.
Lebih dari 700.000 warga Rohingya melarikan diri dari tindakan keras militer Myanmar pada tahun 2017, sebagai respons terhadap serangkaian serangan terhadap pasukan keamanan yang dilakukan oleh pemberontak Rohingya. Sebagian besar pengungsi tersebut berlindung di kamp-kamp di tenggara Bangladesh, tempat mereka bergabung dengan ratusan ribu pengungsi lainnya yang melarikan diri dari kekerasan yang terjadi sebelumnya.
Lebih dari setengah juta orang Rohingya masih berada di Negara Bagian Rakhine, banyak dari mereka berada di kamp-kamp pengungsi internal. Aktivis Rohingya memperkirakan populasi Rohingya di Buthidaung berjumlah sekitar 200.000 jiwa. []
Baca Juga: Trump: Rakyat Suriah Harus Atur Urusan Sendiri
Mi’raj News Agency (MINA)