Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejarah Khalifah: Lima Menit Bersama Ali bin Abi Thalib

Rendi Setiawan - Senin, 11 Februari 2019 - 19:32 WIB

Senin, 11 Februari 2019 - 19:32 WIB

24 Views

(Istimewa)

Nama Ali bin Abi Thalib selalu menjadi perbincangan hangat di tengah umat Islam. Selain sebagai keluarga dekat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (SAW), Ali merupakan lelaki pertama yang memercayai dan mengimani kerasulan Muhammad atau orang kedua setelah Khadijah binti Khuwailid yang tak lain adalah isri Rasulullah SAW.

Ali berasal dari keturunan yang terpandang. Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wa An-Nihayah menulis lengkap nasabnya, yakni Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhar bin Kinanah.

Rasulullah SAW memberinya kun-yah (nama panggilan keakraban) Abu Turab. Ali adalah sepupu sekaligus menantu Rasulullah SAW. Ia lahir sekitar 13 Rajab 23 pra Hijriah atau 599 Masehi dan wafat pada 21 Ramadan 40 Hijriah atau 661 Masehi. Ali mengemban amanat khalifah pada tahun 656 sampai 661 Masehi.

Ibunya bernama Fathimah binti Asad bin Hasyim bin Qushay bin Kilab. Ali memiliki beberapa orang saudara laki-laki yang lebih tua darinya, mereka adalah Thalib, Aqil dan Ja’far. Dan dua orang saudara perempuan bernama Ummu Hani’ dan Jumanah.

Baca Juga: Pak Jazuli dan Kisah Ember Petanda Waktu Shalat

Ayahnya, Abu Thalib yang nama aslinya adalah Abdu Manaf adalah paman kandung Rasulullah SAW yang sangat menyayangi Nabi, namun ia wafat sebelum mengucapkan ikrar dua kalimat syahadat.

Ali, digambarkan Ibnu Sa’d, seorang ulama yang hidup di zaman Abbasiyyah dalam Thabaqat Al-Kubra, memiliki kulit sawo matang, bola mata besar dan agak kemerah-merahan.

Untuk ukuran orang Arab, Ali termasuk pendek dan berjanggut lebat. Dada dan kedua pundaknya putih, rambut di dada dan pundaknya cukup lebat, berwajah tampan, memiliki gigi yang rapi dan ringan langkahnya.

Saat remaja, Ali banyak belajar tentang Islam langsung dari Rasulullah SAW. Kedekatannya itu berkelanjutan hingga menjadi menantu Rasulullah SAW.

Baca Juga: Jalaluddin Rumi, Penyair Cinta Ilahi yang Menggetarkan Dunia

Didikan langsung dari Rasulullah SAW dalam semua aspek disiplin ilmu keislaman, baik aspek zahir atau syariah dan batin, mampu menggemblengnya menjadi seorang pemuda yang sangat cerdas, berani dan bijak.

Semua atribut yang dimilikinya menjadi alasan yang sangat logis bahwa Ali memang pantas mengemban amanat sebagai khalifah Umat Islam menggantikan khalifah sebelumnya, yakni Utsman bin Affan.

Ali menjadi khalifah keempat di tengah umat yang berpecah belah. Hal ini diawali dari pemberontakan berujung tindakan sadis pembunuhan atas Utsman yang difitnah telah menyelewengkan amanat sebagai khalifah.

Peristiwa pembunuhan Utsman, yang menurut berbagai kalangan waktu itu, kurang dapat diselesaikan karena sudah meluas dan diisyaratkan, akan terjadi, oleh Rasulullah SAW ketika masih hidup. Meski mengalami kekacauan yang sangat, Ali mampu memperluas wilayah Islam hingga India.

Baca Juga: Al-Razi, Bapak Kedokteran Islam yang Mencerdaskan Dunia

Bahkan perkembangan ilmu pengetahuan pada saat itu cukup pesat. Penulisan Huruf Hijaiyah dilengkapi dengan tanda baca, seperti kasrah, fathah, dhammah dan syaddah mulai dikenalkan. Sebelumnya, ini menjadi masalah dalam membaca teks Al-Quran dan Hadis di daerah-daerah yang jauh dari Jazirah Arab.

Selain keberhasilannya di bidang ilmu pengetahuan, Ali juga membangun Kota Kuffah. Pada awalnya Kuffah disiapkan sebagai pusat pertahanan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan. Akan tetapi Kuffah kemudian berkembang menjadi pusat ilmu Tafsir, Hadis, Nahwu dan ilmu pengetahuan lainya.

Pada tanggal 19 Ramadan 40 Hijriyah atau 27 Januari 661 Masehi, saat salat di Masjid Agung Kuffah. Ali diserang oleh seorang bernama Abdurrahman bin Muljam, yang dikenal sebagai salah satu tokoh Khawarij, dengan sebilah pedang yang telah dilumuri racun saat sedang bersujud ketika Salat Subuh.

Ali memerintahkan anak-anaknya untuk tidak menyerang orang Khawarij tersebut. Ali malah berkata bahwa jika selamat, Ibnu Muljam akan diampuni, sedangkan jika ia meninggal, Ibnu Muljam hanya diberi satu pukulan yang sama, terlepas apakah dia akan meninggal karena pukulan itu atau tidak.

Baca Juga: Abdullah bin Mubarak, Ulama Dermawan yang Kaya

Ali meninggal dua hari kemudian pada tanggal 21 Ramadan 40 Hijriyah atau 29 Januari 661 Masehi. Hasan bin Ali memenuhi qisas (pembalasan) dan memberikan hukuman yang sama kepada Ibnu Muljam atas kematian Ali. (A/R06/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Behram Abduweli, Pemain Muslim Uighur yang Jebol Gawang Indonesia

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Tausiyah
Tausiyah