Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sekilas Ditetapi Kembali Jama’ah Muslimin (Hizbullah)

Bahron Ansori - Senin, 3 Desember 2018 - 06:26 WIB

Senin, 3 Desember 2018 - 06:26 WIB

307 Views

Oleh Bahron Ansori, Wartawan MINA

Ditetapi kembali Al Jama’ah ini adalah suatu karunia Allah, dalam memenuhi panggilan suci, panggilan Allah dan RasulNya, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kepada orang-orang beriman untuk hidup ber-Jama’ah. Antara lain  difirmankan Allah dan disabdakan RasulNya, yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepadaNya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan kamu sebagai Muslimin.     Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada Tali   Allah (Al-Qur’an: Islam) dengan ber-Jama’ah, dan janganlah kamu berpecah belah (berfirqah-firqah); dan ingatlah akan ni`mat Allah kepada kamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu (sebelumnya) telah berada di tepi jurang Neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (Al-Qur’an, surah Ali Imran, ayat 102-103).

Dan bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Tetaplah kamu berada dalam Jama’ah Muslimin dan Imaam mereka.” (Hadits Riwayat Al-Bukhori: juz 44 halaman 225; Muslim: juz 2 halaman 134-135; Ibnu Majah: juz 4 halaman 1317 no. 3972).

 “Wajib atas kamu sekalian ber-Jama’ah dan jauhilah perpecahan (menyendiri), karena sesungguhnya syaithon bersama orang yang menyendiri dan dia menjauhkan diri dari dua orang.  Barangsiapa hendak bertempat tinggal di Jannah, maka hendaklah dia menetapi Al Jama’ah. (Hadits Riwayat Tirmidzi dari ‘Umar: Sunan At-Tirmidzi: Jamiush Shahih, Kitabul Fitan, Bab Ma Ja-a Luzumil Jama’ah, juz 4: 465-466, no.3091).   

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam

 “Aku perintahkan kepada kamu sekalian dengan lima perkara, sebagaimana Allah memerintahkan kepadaku dengan lima perkara itu, dengan ber-Jama’ah,   Mendengar,   Tho’at,   Hijrah, dan Jihad fi-Sabilillah. Sesungguhnya barangsiapa keluar dari Jama’ah sekedar sejengkal, maka sebenarnya ia telah menarik ikatan Islam dari lehernya sampai ia kembali (taubat).” (Hadits Riwayat Ahmad: Juz 4 halaman 202).

Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Al-Jama’ah itu rahmat dan firqah itu azab.”(Hadits Riwayat Ahmad: Juz 4 halaman 375).

Adapun kalimat Hizbullah dalam tanda kurung itu adalah nama sifat, ciri dan sikap Jama’ah Muslimin tersebut, sebagaimana Firman Allah yang artinya, “Pimpinan kamu hanyalah ALLAH dan Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang mengerjakan Sholat dan mengeluarkan Zakat, dan mereka adalah orang-orang yang ruku’. Dan barang siapa yang mengambil ALLAH dan Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman menjadi pemimpin, maka sesungguhnya itulah Hizbullah, merekalah orang-orang yang menang.” (Qs. Al Maidah :  55, 56).

Dalam firmanNya yang lain dikatakan, “Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripadaNya. Dan dimasukkanNya mereka ke dalam Jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha kepada mereka dan mereka pun  ridha kepada Allah.  Mereka itulah Hizbullah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya Hizbullah itulah  yang menang”. (Qs. Al-Mujadalah : 22).

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan

Jama’ah Muslimin  adalah wadah yang disediakan oleh Allah bagi Muslimin untuk bermasyarakat wahyu, bermasyarakat Islam dalam beribadah kepada Allah menurut contoh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Karenanya, Jama’ah Muslimin (Hizbullah) bukan suatu organisasi buatan atau karya akal pikiran manusia, bukan perserikatan, bukan sekte, bukan hizbiyah, bukan partai dan sebutan-sebutan lain yang dibuat oleh manusia. Tetapi Jama’ah Muslimin  itu adalah ciptaan Allah, yang diwujudkan pelaksanaannya oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersama para shahabat dan kaum Muslimin dahulu.

Jama’ah Muslimin yang berpihak kepada Allah (Hizbullah) lahir dari kandungan Islam untuk segenap kaum Muslimin, berjuang karena Allah, dengan Allah, untuk Allah, bersama-sama kaum Muslimin menuju Mardlatillah, ridho Allah. Jama’ah Muslimin telah diwujudkan dan diamalkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para shahabatnya, kemudian dilanjutkan oleh para khalifah Rasyidin Al-Mahdiyyin. Lalu Jama’ah Muslimin tenggelam pada masa Mulkan ‘Adhon dan Mulkan Jabariyah. Selanjutnya Jama’ah Muslimin sebagai wujud Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah diwujudkan dan dimaklumkan pada 10 Dzulhijjah 1372 H. (20 Agustus 1953 M) sekaligus mengisi kevakuman kepemimpinan dunia Islam setelah berakhirnya kepemimpinan Muslimin di bawah Mulkan Utsmaniyah di Turki yang sering disebut Khilafah Utsmaniyah dalam bentuk Mulkan.  (1922-1924 M).

Jama’ah Muslimin (Hizbullah) terus tegak di tengah-tengah golongan, menyeru kepada kebajikan, menyuruh berbuat  ma’ruf dan menolak kemungkaran sejak 1372 H. hingga kini dan Insya Allah seterusnya sampai Allah menentukan keberadaannya. Tiada daya dan kekuatan apapun kecuali hanya dengan izin Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Allahu Akbar !

Printisan

Baca Juga: Kaya Bukan Tanda Mulia, Miskin Bukan Tanda Hina

Ditetapinya kembali Jama’ah Muslimin yang berpihak kepada Allah (Hizbullah) yang menjadikan Allah dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai pimpinan, bukanlah dengan serta merta, tetapi melalui proses yang panjang, pendalaman dan penghayatan wajibnya Jama’ah/khilafah itu ditegakkan.

Usaha merealisasikan firman Allah Ta’ala dan Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang antara lain tersebut di atas dalam masyarakat Islam sesuai tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadits itu, mulai dirintis menjelang sakratal mautnya penjajahan kolonial Hindia Belanda di Indonesia (1940-1941) ketika terjadinya Perang Dunia II (1939-1945) antara Jerman, Italia dan Jepang versus Inggris, Perancis dan Amerika Serikat (Sekutu).

Dalam Perang Dunia itu, pada bulan Mei 1940 M,  Jerman menyerbu dan menduduki Nederland (Belanda) dan Belgia, setelah April sebelumnya menduduki Denmark dan Norwegia. Pada waktu itu, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda di negeri jajahannya di Indonesia menciut hatinya, penuh ketakutan, setelah pemerintah pusatnya hidup di pengasingan di Inggris, menjadi pemerintah pelarian.

Di Indonesia, Pemerintah Penjajah Hindia Belanda yang reaksioner itu melarang semua kegiatan berkumpul dan bersuara,  karena  dalam keadaan darurat perang menghadapi serbuan Dai Nippon (Jepang), apalagi Skwadron-skwadron tempur negara penyembah matahari  itu menghancurkan pangkalan angkatan laut Amerika Serikat (AS) di Pearl Harbor (8 Desember 1941).

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-1] Amalan Bergantung pada Niat

Pemerintah Kolonial Belanda ber-wajah rahwana yang menghisab dan menjajah Indonesia selama 350 tahun tidak memiliki harapan lagi untuk dapat menangkis serangan dari luar. Sedang rakyat Indonesia, yang mayoritas umat Islam, 3-1/2 abad  hidup di bawah kezaliman Penjajah Nasrani Belanda yang melakukan kristenisasi sebagai alat penunjang penjajahan, tidak sudi membela Belanda, dan berharap kemerdekaan Indonesia melalui perjuangan.

Dalam kancah Perang Dunia II, pada saat-saat akhir sejarah Kolonial Belanda di Indonesia itulah  Wali Al-Fattaah, Ustadz Mohammad Djauzi (penerjemah Al-Qur’anul Karim ke dalam bahasa Jawa), Ustadz Soebadi dan Mohammad Ma’sum, seorang ‘alim yang sangat gigih dalam perjuangan untuk agama Islam dan Ustadz Abdul Djabar (Direktur Madrasah Muallimin wal Fajri di Karangkajen, Yogyakarta), mengadakan pertemuan silaturrahim di kediaman Ustadz Abdul Djabar di Karangkajen.

Wali Al-Fattaah menginginkan suatu sistem penyatuan Muslimin menurut Islam. Menurutnya kalau hanya berdasarkan pendapat-pendapat saja, Muslimin tidak akan bersatu. Hal ini telah dialaminya (1930-1934) dalam pergerakan politik Islam dan Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) sejak masa kepemimpinan Haji Umar Said Tjokroaminoto dan Partai Islam Indonesia (PARII/PII – 1935-1941).

Syaikh Muhammad Ma’sum, seorang alim yang aktif dalam PSII, dan bisa dibilang menjadi guru Wali Al Fattaah, menyampaikan kalimat HIZBULLAH yang termaktub di dalam Al-Qur’an, Surah Al-Maidah ayat 55-56 dan Al-Mujadalah ayat 22, yang menegaskan bahwa pimpinan bagi orang-orang beriman itu adalah Allah dan RasulNya, dan mereka adalah Hizbullah.

Baca Juga: Enam Langkah Menjadi Pribadi yang Dirindukan

Dalam musyawarah itu mereka sepakat untuk mewujudkan Hizbullah yang maknanya terkandung dalam ayat tersebut, yaitu menjadikan Allah RasulNya sebagai pimpinan yang wajib ditaati dengan segenap keikhlasan hati, dan berjuang di jalan Allah. Sejak saat itu mereka menyebut dirinya sebagai Hizbullah.

Sementara itu, bala tentara Dai Nippon (Jepang) dengan semboyan Perang Asia Timur Raya, melalui perang kilat, menguasai Filipina, Malaya (Malaysia termasuk Singapura di dalamnya sebelum berpisah), kepulauan Pasifik dan seluruh Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Inggris melarikan diri dari Malaya, dan Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang  (Maret 1942). Bangsa Indonesia yang mayoritas Ummat Islam, bersyukur enyahnya penjajah Kolonial Belanda dan kemerdekaan pun sudah terbayang. Kekalahan Belanda itu disambut hangat di seluruh Indonesia.

Catatan Sejarah 

Sebagai suatu catatan sejarah, perlu diungkap, bahwa bangsa Indonesia sangat menderita di bawah penjajahan Kristen Belanda selama 3-1/2 abad, dimulai zaman V.O.C. (De Generale Nederlandsche Geoctrooide Oost Indis-che Compagnie/1602-1799),  gabungan perusahaan-perusahaan dagang Belanda, yang diwajibkan Pemerintah Kerajaan Belanda (Nederland) di Den Haag menyebarkan agama Kristen (mulai 1602 M) di Hindia Belanda (Indonesia).

Baca Juga: BSP 2024, Solidaritas dan Penghormatan Bagi Pahlawan di Tengah Genosida

Belanda mulai menguasai Indonesia setelah mengalahkan Pangeran Achmad Djakarta, wakil raja Banten yang memerintah Sunda Kelapa (Jakarta) pada masa Gubernur Jenderal Belanda Pieter Both 1609-16140 dan Jan Pieterszoon Coen (1617-23 dan 1627-29) dan mengubah nama kota Jayakarta (Jakarta) menjadi Batavia (Bataaf atau Batavier), nama nenek moyang Belanda, menjadi pusat Pemerintahan Hindia Belanda (1619).

Penduduk pribumi menyebut Batavia dengan Betawi, dan V.O.C.  dengan sebutan “kumpeni”. Istilah kumpeni kemudian diartikan militer, ialah tentara kolonial Hindia Belanda; masuk kumpeni berarti masuk menjadi serdadu tentara penjajah/kolonial.

Dalam penyebaran agama Kristen, VOC di bawah pimpinan Gubernur Jenderal, yang menjalankan pemerintahan umum atas nama Ratu Belanda, meniru Portugis dan Spanyol yang menyebarkan agama Kristen Katholik, yaitu secara paksa di Indonesia. Menjelang abad ke-16, orang-orang Spanyol sengaja datang ke berbagai pelosok dunia antara lain untuk memerangi Islam dan menggantikannya dengan agama Kristen. Ekspansi Portugis ini harus dilihat sebagai kelanjutan dari Perang Salib.  Pada 1661, VOC melarang Ummat Islam melaksanakan ibadah haji. (Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda (PIHB). 16-17).

Semasa Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels (1808-1811) yang sangat kejam, banyak korban jiwa, di mana manusia dalam kerja paksa  (rodi)  tanam kopi dan kerja paksa membuat jalan dari Anyer (Banten) ke Panarukan (Jawa Timur) untuk keperluan militer  penjajah Belanda. Selain itu, Belanda juga memaksa penduduk bekerja di perkebunan-perebunan kopi, karet, kelapa sawit dll. baik di Indonesia maupun tanah jajahan Belanda lainnya di  Guiana Belanda (Suriname). (AK.Pringgodigdo, Enskilopedi Umum (EU). 1061).

Baca Juga: Catatan 107 Tahun Balfour dan Setahun Perjuangan Thufanul Aqsa

Belanda dapat menjajah Indonesia selama  350 tahun antara lain karena  penduduk tidak bersatu  menolak penjajahan. Kerajaan-kerajaan dan kesultanan-kesultanan yang ada masing-masing berdiri sendiri, sehingga mudah bagi Belanda mengalahkannya. Dari sulthan-sulthan yang berhasil  dibujuk atau dipaksa itulah Belanda  mendapatkan hak pemakaian tanah  atau merampas dan menguasainya. Sebagian ada yang mengadakan perlawanan, tetapi tidak cukup kuat menolak penjajahan.

Seperti Portugis yang menerapkan politik divide et empera, memecah belah persatuan penduduk untuk menguasai mereka, Belanda juga menerapkan politik pecah belah itu dengan cara mengadu domba bangsa Indonesia hingga lemah,  dan  menguasainya.

Dengan tipu muslihat yang licik Belanda melumpuhkan kekuatan perlawanan kaum Muslimin, seperti Trunojoyo di Mataram,  Imam Bonjol di Minangkabau, Teuku Umar, Panglima Polem, Tjik Ditiro, Tjut Nyak Din di Aceh, Pangeran Diponegoro dan Kyai Mojo di Jawa Tengah, dll.  Belanda membuat perangkap perundingan damai, mengundang pemimpin-pemimpin Muslim itu dengan bermuka ramah, kemudian menangkap dan membuang mereka di pengasingan hingga menemui ajalnya.

Untuk menunjang perluasan penjajahan, Belanda  menyebarkan agama Kristen secara paksa terhadap penduduk dengan mendirikan Zending-zending Kristen yang dianggap sebagai faktor penting bagi proses penjajahan, bahkan “perluasan kolonial dan ekspansi agama Kristen merupakan gejala simbiose yang saling menunjang” (Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda (PIHB).18). Kristenisasi besar-besaran dilakukan terhadap pribumi antara lain seperti di Tapanuli Utara dan Tanah Karo (Nederlandsch Bijbel Cenootschap memasukkan Dr H.M. van der Tuuk (1853 M),  Dr.  Nommensen (7 Nopem-ber 1863).

Baca Juga: Memaknai Iqra

Demikian juga di Pulau Jawa dan Maluku Selatan. Portugis lebih dulu menggarap Maluku dengan memaksa penduduk memeluk Kristen Katholik dan mendirikan benteng (1522). Tetapi Kesultanan Ternate (abad ke-15-17) berhasil mengenyahkan Portugis dari Maluku (1574) dan memusnahkan pusat-pusat Kristen (EU.1097) pada masa Sultan Hairun dan Babullah. Sisa-sisa pasukan Portugis lari ke Timor Timur, menjajah dan memaksa penduduk menganut Kristen Katholik. Dengan masuknya pribumi ke dalam agama Kristen, baik Katholik yang disiarkan Spanyol dan Portugis, maupun Protestan, para penjajah ini mendapat dukungan. Penduduk yang telah menganut Kristen, apakah itu Katholik atau Protestan, tidak melakukan perlawanan terhadap para penjajah di Indonesia, bahkan sebaliknya mendukung.

Zending-zending yang sangat giat dalam  mengkristenkan orang-orang di Indonesia pada waktu itu a.l. Zending van de Gereformeerde Kerken in Nederland onder Mohammadanen en Heldenen, giat di Jawa, Sumba dan Sulawesi Selatan terhadap orang-orang Islam dan orang-orang kufur. Zending van de Christelijke Gereformeerde Kerk, giat di Mamasa dan Meulaboh. Nederlandsch Zendings Vereniging, penyebar Injil Belanda, giat di Jawa dan Sulawesi. (EU.737.1189). Selain Kristen Protestan, juga berkembang Katholik Roma di Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur (Flores dan Timor), Sulawesi Utara, Sumatera Utara dan Irian Barat (Papua).(EU.369). Pimpinan tertingginya Paus di Vatikan, Roma, Italia.

Belanda melahirkan orang-orang pilihan mempelajari Islam untuk memerangi perlawanan Bangsa Indonesia yang dipimpin oleh para alim dan pemimpin Islam Indonesia. Di antaranya paling terkenal Prof. Dr. Christian Snouck Hurgronje. Setelah  sekolah Teologi dan fakultas bahasa Arab dengan gelar doktor, dengan nama samaran Abdul Gaffar, ia pergi ke Jeddah dan Mekkah memahirkan bahasa Arab, melakukan penelitian, mendiskusikan masalah hukum Islam dengan sarjana-sarjana Arab, mempelajari kehidupan sehari-hari orang Arab, dll.  (1884-1885).

Pengetahuan Snouck Hurgronje itu kemudian digunakan sebagai landasan politik pemerintah Hindia Belanda menindas pergerakan kemerdekaan Indonesa yang sebagian berdasarkan ajaran Islam, seperti Perang Aceh dan Sarekat Islam. (EU.1-2). Snouck Hurgronje sering pergi-pulang Batavia (Jakarta)-Kutaraja (Banda Aceh), terakhir 1898-1903 dan membantu Van Heutsz menaklukkan Aceh. Jabatannya: Peneliti masalah Islam di Aceh dan Jawa; Penasehat Bahasa-bahasa Timur dan Hukum Islam (diangkat 15 Maret 1891), Penasehat Urusan Pribumi dan Arab (mulai 11 Januari 1899), Guru besar Universitas Leiden (mulai 23 Januari 1907), merangkap Penasehat Menteri Jajahan. Ia wafat pada Juli 1936 dalam usia 79 tahun.  (PIHB.115,116).

Baca Juga: Mengembangkan Sumber Pangan Lokal Berbasis Komunitas

Selain itu, Belanda mendapat dukungan dari para pengkhianat (yang ada dalam setiap zaman) dalam perjuangan para pemimpin umat Islam mengusir penjajah.  Pengkhianat-pengkhianat ini memiliki watak yang sama dengan Munafiq. Dalam sejarah Bangsa Indonesia, tidak sedikit orang menjadi pengkhianat bangsa dan agama, sebagai mata-mata dan menjadi tentara Belanda untuk memerangi bangsanya sendiri, Indonesia.(A/RS3/P1)

(Sumber: Risalah Al-Jama’ah Edisi 31  Dzulqo’dah/Dzulhijjah 1430 H oleh Ridwan Syah, dengan editan seperlunya)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Mengislamkan Pikiran, Hati, Dan Perilaku

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Indonesia
Indonesia