Jakarta, MINA – Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Buya Amirsyah Tambunan, mengatakan bahwa secara resmi MUI telah memutuskan makna khilafah dan jihad dalam ijtima’ ulama ke-7 tahun 2021 lalu di Jakarta.
Buya Amirsyah menjelaskan, pada dasarnya sistem kepemimpinan dalam Islam bersifat dinamis sesuai dengan kesepakatan dan pertimbangan kemaslahatan. Itu ditujukan untuk kepentingan-kepentingan menjaga keluhuran agama (hirasati al-din) dan mengatur urusan dunia (siyasati al-duniya).
“Dalam sejarah peradaban Islam, terdapat berbagai model atau sistem kenegaraan dan pemerintahan serta mekanisme suksesi kepemimpinan yang semuanya sah secara syar’i,” kata Buya Amirsyah melalui pesan tertulis, Sabtu (11/6).
Ia menerangkan, khilafah bukan satu-satunya model atau sistem kepemimpinan yang diakui dan dipraktekkan dalam Islam. Dalam dunia Islam terdapat beberapa model atau sistem pemerintahan seperti monarki, keemiran, kesultanan, dan republik.
Baca Juga: Kunjungi Rasil, Radio Nurul Iman Yaman Bahas Pengelolaan Radio
Ia menambahkan, bangsa Indonesia sepakat membentuk negara kesatuan yang berbentuk republik sebagai ikhtiar maksimal untuk mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.
“Sementara, jihad merupakan salah satu inti ajaran dalam Islam guna meninggikan kalimat Allah (li i’laai kalimatillah) sebagaimana telah difatwakan oleh MUI,” ujarnya.
Buya Amirsyah mengatakan, dalam situasi damai, implementasi makna jihad dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara dilakukan dengan cara upaya yang bersungguh-sungguh. Serta berkelanjutan untuk menjaga dan meninggikan agama Allah (li i’laai kalimatillah) dengan melakukan berbagai aktivitas kebaikan.
Ia menyampaikan, dalam situasi perang, jihad bermakna kewajiban Muslim untuk mengangkat senjata guna mempertahankan kedaulatan negara.
MUI menggunakan manhaj wasathiyah (berkeadilan dan berkeseimbangan) dalam memahami makna jihad dan khilafah.
“Oleh karena itu, MUI menolak pandangan yang dengan sengaja mengaburkan makna jihad dan khilafah, yang menyatakan bahwa jihad dan khilafah bukan bagian dari Islam,” jelas Buya Amirsyah.
Buya Amirsyah menegaskan, menolak pandangan yang memaknai jihad dengan semata-mata perang, dan khilafah sebagai satu-satunya sistem pemerintahan. Oleh karena itu mengajak masyarakat dan pemerintah tidak memberikan stigma negatif terhadap makna jihad dan khilafah.
“Menghimbau kepada semua pihak agar tidak mempolitisasi makna jihad dan khilafah di tengah suasana kehilangan politik kebangsaan yang semakin dinamis jelang pemilu 2024,” ujarnya. (R/R4/P1)
Baca Juga: Sertifikasi Halal untuk Lindungi UMK dari Persaingan dengan Produk Luar
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Menko Budi Gunawan: Pemain Judol di Indonesia 8,8 Juta Orang, Mayoritas Ekonomi Bawah