JAUH DARI AGAMA, ADALAH RADIKALISME DAN TERORISME

DR KH Najib Afandi MA, nara sumber dalam acara seminar Pemetaan dan Pencegahan Faham Radikalisme dan Terorisme di Indonesia (Foto: Zaenal/MINA)
DR KH Afandi MA, nara sumber dalam acara Pemetaan dan Pencegahan Faham dan di Indonesia (Foto: Zaenal/MINA)

Brebes, 28 Rabi’ul Awwal 1436/19 Januari 2015 (MINA) – Radikalisme dan terorisme selama ini hanya difahami sebagai kelompok garis keras yang merusak dan mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia () secara fisik. Hal itu mengemuka saat seminar bertajuk “Pemetaan dan Pencegahan Faham Radikalisme dan Terorisme di Indonesia”, di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Hikmah 2 Sirampog, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Senin (19/1).

“Pemahaman dan penafsiran masalah radikalisme dan terorisme di Indonesia selama ini terlalu sempit, hanya difahami dari sisi merusak secara fisik saja,” kata Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Alhikmah 2 (STAIA), DR KH Najib Afandi MA, saat menjadi nara sumber dalam acara seminar tersebut.

Selama ini pemerintah dan pihak keamanan kurang menyeluruh dalam menafsirkan radikalisme dan terorisme, sehingga hal-hal yang lebih merusak dan bahayanya lebih besar bagi keutuhan NKRI kurang menjadi perhatian. Definisinya masih sangat sempit sehingga selama ini belum dapat mengamankan negara dan bangsa.

“Justru yang sangat merusak itu adanya tontonan atau hiburan termasuk iklan di media yang merusak moral ana-anak bangsa, dan itu termasuk radikalisme dan terorisme,” kata Najib.

Menurutnya, segala bentuk pemikiran atau perilaku yang merusak moral, menjauhkan orang dari ajaran agama dan tuhannya dan meruntuhkan akhlak atau perilaku adalah radikal dan itu teroris. Sebab pengaruhnya sangat cepat dalam meruntuhkan moral dan keutuhan bangsa.

“Jadi radikalisme dan terorisme itu bukan hanya yang dianggap mengancam NKRI saja, seperti yang selama ini difahami,” jelas Najib.

Najib menambahkan, pemerintah dan semua pihak juga harus mencegah segala bentuk pemikiran atau perilaku yang merusak moral dan menjauhkan orang dari ajaran agama. Sebab keutuhan NKRI itu adalah hasil dari pemahaman agama yang baik, perilaku dan akhlak yang baik pula.

“Maka pemahaman agama yang benar, aqidah yang benar dan akhlak yang baik itu yang mestinya harus dijaga jangan sampai dirusak,” tegas Najib.

Sementara itu, nara sumber lainnya, DR Hasani Ahmad Said MA, dosen di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta mengatakan, munculnya radikalisme dan terorisme lebih disebabkan oleh faktor pendidikan yang salah, kemiskinan, marjinalisasi kelompok dan sikap otoriter penguasa yang menindas kelompok yang menginginkan sikap keberagamaan yang lebih sempurna.

“Jadi adanya sikap penguasa yang otoriter juga jadi pemicu munculnya radikalisme dan terorisme,” katanya.

Kegiatan seminar bertajuk Pemetaan dan Pencegahan Faham Radikalisme dan Terorisme di Indonesia, digelar dalam rangka Dies Natalis Ke II STAIA. Lebih dari 500 peserta dari kalangan akademik dan tokoh agama mengikuti acara itu.

Bertindak sebagai moderator Muhammad Taufik MA, Wakil Ketua STAIA bidang akademik. Hadir sebagai narasumber pula Iptu Maryono dari bagian Intelkam Polres Brebes. (L/R11/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0