Shamila (bukan nama sebenarnya) mencengkeram tangan putrinya dengan sangat kuat sehingga kulitnya berbekas berubah menjadi putih. Seperti itu reaksinya saat dia menceritakan bagaimana tentara masuk ke rumahnya di Myanmar dan memperkosanya di depan anak-anaknya.
Cerita tentang tentara Myanmar memperkosa para Muslimah Rohingya menjadi kisah yang berulang-ulang terdengar di kamp-kamp pengungsi Bangladesh.
Pengamat PBB mengatakan, mereka telah bertemu dengan sejumlah korban pemerkosaan di antara orang Rohingya yang menyelamatkan diri dari kekerasan etnis di Myanmar dalam beberapa pekan terakhir.
Hampir semua wanita korban pemerkosaan mengatakan bahwa pelakunya adalah orang-orang berseragam yang mereka kenali sebagai militer Myanmar.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Para pengamat mengatakan, kisah-kisah tersebut dipastikan merupakan puncak gunung es.
Ketika Shamila bercerita di kamp pengungsian di Bangladesh, ia masih mengalami luka berdarah. Ia diperkosa oleh tiga orang tentara. Setelah tentara itu pergi, ia bersama anaknya langsung melarikan diri mengikuti warga Rohingya lainnya yang lari. Ia melakukan perjalanan selama tiga hari untuk sampai ke Bangladesh.
Saat serangan militer terjadi terhadap desa, suami Shamila sedang keluar dan mereka belum pernah bertemu lagi sejak saat itu.
Shamila pun tidak tahu di mana ketiga anaknya yang lain. Saat tentara datang, mereka bermain di luar dan sejak itu mereka hilang.
Baca Juga: Pusat Budaya dan Komunitas Indonesia Diresmikan di Turki
Misi pencarian fakta PBB sedang bekerja di kamp-kamp pengungsian untuk menyelidiki tuduhan pelanggaran hak asasi manusia di Myanmar, termasuk kekerasan seksual.
Pramila Patten, Perwakilan Khusus PBB untuk Kekerasan Seksual dalam Konflik mengungkapkan keprihatinannya terhadap operasi keamanan di Negara Bagian Rakhine, Myanmar.
Korban selamat menggambarkan kekerasan seksual digunakan sebagai “alat teror” untuk memaksa warga Rohingya meninggalkan desa-desa mereka.
Kekerasan kali ini di Rakhine, telah menciptakan eksodus terbesar bagi warga Rohingya. Kini sudah 430.000 orang Rohingya telah menyeberang ke Bangladesh.
Baca Juga: DPR AS Keluarkan RUU yang Mengancam Organisasi Pro-Palestina
Menurut para dokter di kamp yang menangani korban perkosaan, cerita mereka sangat mirip, yaitu tentara masuk ke rumah mereka saat suami dan saudara laki-laki mereka keluar, lalu memperkosa mereka di depan anak-anaknya.
Nourin Tasnupa, relawan di sebuah klinik yang dikelola oleh agen migrasi PBB di kamp pengungsi Leda, mengatakan bahwa sebagian besar korban selamat yang diobati, mengalami pemukulan sebelum diperkosa.
Tasnupa melihat wanita yang memar pada tubuhnya dan memiliki bekas gigitan di payudara dan alat kelaminnya.
Berdasarkan pengalamannya tentang pecahnya kekerasan terakhir di Rakhine pada bulan Oktober 2016, Tasnupa meyakini masih banyak wanita yang belum mengungkapkan kasusnya, termasuk kepada anggota keluarganya.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Human Rights Watch mengatakan bahwa kekerasan seksual yang terjadi pada bulan Oktober 2016 merupakan bagian dari serangan yang terkoordinasi dan sistematis terhadap warga Rohingya.
Irine Loria, seorang petugas perlindungan untuk kekerasan berbasis gender di badan migrasi PBB menilai, perkosaan dalam gelombang kekerasan kali ini tampaknya berbeda dan mungkin lebih oportunistik. Selain diperkosa, korban diarak telanjang di depan umum untuk dipermalukan.
Ayesha (20 tahun, bukan nama sebenarnya) menceritakan nasibnya saat datang ke klinik di kamp Leda, sepekan setelah tiba di Bangladesh dari Rakhine, Myanmar.
Pukul delapan pagi, tentara datang ke desanya di kota Buthidaung di Rakhine Utara. Tentara mulai membakar rumah. Tetangga dan orang-orang melarikan diri. Sementara Ayesha harus mengumpulkan anaknya lebih dulu.
Baca Juga: Lima Paramedis Tewas oleh Serangan Israel di Lebanon Selatan
Lima pria berseragam militer masuk ke rumah Ayesha dan satu orang memperkosanya. Suaminya sudah meninggalkan desa lebih dulu setelah desas-desus menyebar bahwa orang Rohingya akan ditangkap.
Ayesha belum pernah bertemu suaminya lagi sejak itu, tapi dia mendengar kabar bahwa suaminya berhasil sampai di Bangladesh. Ia berharap ia bisa bertemu kembali dengan suaminya. (A/RI-1/RS2)
Sumber: Dhaka Tribune
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Joe Biden Marah, AS Tolak Surat Penangkapan Netanyahu