Setelah 20 Tahun Invasi AS, Warga Irak Masih Menderita

Pasukan AS menyerbu Irak pada 20 Maret 2003. (Foto: Lance Cpl. Brian L. Wickliffe, U.S. Marine Corps)

London, MINA – Dua puluh tahun setelah peluncuran invasi darat pimpinan AS ke Irak pada tanggal 20 Maret 2003, warga Irak masih menderita oleh warisan perang dan berusaha bangkit dari bayang-bayangnya.

Serangan itu menyebabkan ribuan warga sipil tewas dalam pengeboman AS, bersamaan dengan pecahnya perang saudara sektarian yang mengerikan, korupsi politik dalam skala besar, dan stagnasi ekonomi di negara kaya minyak itu.

Pada hari Senin, 20 Maret, warga Irak dan lainnya mengingat warisan pahit dari invasi ilegal AS, Inggris, dan lainnya, yang akibatnya masih terasa sampai sekarang.

“Sampai hari ini rakyat Irak menderita akibat kejahatan perang yang menghancurkan dan kekejaman lainnya yang dilakukan oleh koalisi pimpinan Amerika Serikat dalam invasi dan pendudukan berikutnya di Irak,” kata Elizabeth Rghebi dari Amnesti Internasional, Senin.

Banyak warga Irak masih berjuang untuk memproses apa yang terjadi dan membagikan kemarahan mereka secara luas di media sosial.

“Di mana Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) sekarang? Akankah George Bush dan Tony Blair diadili atas kejahatan mereka di Irak?” tanya Nabil Mohammed tentang presiden AS dan perdana menteri Inggris di balik serangan dahsyat di Irak.

“Saya mengutuk hari kelahiran George Bush,” tulis seorang akun anonim.

Bersamaan dengan kekacauan dan kehancuran akibat invasi AS, Irak juga mengalami krisis kesehatan mental dengan jutaan orang terluka oleh peristiwa traumatis perang dan pendudukan.

Hingga hari ini, masalah kesehatan mental tetap menjadi lima keluhan medis yang paling umum di Irak, menurut laporan Doctors Without Borders (MSF), yang memperingatkan bahwa sistem perawatan kesehatan negara yang runtuh itu tidak siap menghadapi skala masalah tersebut.

Pada tahun 2014, Irak semakin terluka oleh pengambilalihan sebagian besar wilayah oleh kelompok ISIS, yang menyebabkan pelanggaran HAM dan kejahatan perang besar-besaran, terutama terhadap kelompok minoritas.

AS secara luas disalahkan karena menciptakan kondisi yang menyebabkan munculnya ISIS, tidak terkecuali kebijakan korup dan sektarian pemerintah Irak yang didirikan setelah invasi.

“Meskipun warga minoritas di Irak mengalami tingkat kekerasan bersenjata yang lebih rendah berdasarkan identitas mereka, diskriminasi terhadap mereka tampaknya telah memburuk setelah pendudukan Negara Islam (ISIS),” cuit peneliti Irak Dr. Alaa Tartir. (T/RI-1/P2)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.