Jakarta, 20 Syawwal 1438/14 Juli 2017 (MINA) – Dengan pertimbangan bahwa Undang-Undang (UU) Nomor: 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas) maka pemerintah berpendapat mendesak untuk segera dilakukan perubahan karena belum mengatur secara komprehensif mengenai keormasan yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah secara subyektif memandang ini menjadi kekosongan hukum dalam hal penerapan sanksi yang efektif, Presiden Joko Widodo pada 10 Juli 2017 telah menandatangani Perppu Ormas, demikian siaran pers Setkab yang diterima MINA, Jumat (14/7).
Dibandingkan dengan UU No. 17 Tahun 2013, banyak hal baru muncul dalam Perppu No. 2 Tahun 2017 itu, mulai dari pengertian tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas), larangan-larangan, hingga sanksi terhadap Ormas maupun anggota dan/atau pengurus Ormas.
Selain itu, Perppu No.2 Tahun 2017 juga menghapuskan seumlah ketentuan dalam UU No. 17 Tahun 2013, yaitu mulai dari Pasal 63 hingga Pasal 80, Pasal 81, dan menambahkan Pasal 80A, 82A, dan PPasal 83A.
Baca Juga: Kota Semarang Raih Juara I Anugerah Bangga Berwisata Tingkat Nasional
Pasal-pasal yang dihapus itu (Pasal 63 – Pasal 80) mengatur ketentuan mengenai penjatuhan sanksi dan mekanisme mulai dari peringatan tertulis oleh pemerintah dan pemerintah daerah, penghentian sementara kegiatan Ormas dalam lingkup nasional, pencabutan status badan hukum Ormas hingga permohonan pembubaran Ormas melalui Pengadilan Negeri oleh Kejaksaan atas permintaan tertulis yang diajukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
Dalam Perppu No. 2 Tahun 2017, ketentuan mengenai Sanksi bagi Ormas telah diatur dalam Pasal 60, Pasal 61, dan Pasal 62.
Menurut Pasal 60 Perppu No. 2/2017, Ormas yang melanggar ketentuan Pasal 21 (kewajiban), Pasal 51 (kewajiban bagi Ormas yang didirikan oleh WNA), dan Pasal 59 ayat (1,2) mengenai larangan-larangan dijatuhi sanksi administratif.
“Ormas yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 (larangan bagi Ormas yang didirikan WNA) dan Pasal 59 ayat (3,4) dijatuhi sanksi administratif dan/atau sanksi pidana,” bunyi Pasal 60 ayat (2) Perppu No. 2/2017 itu.
Baca Juga: Banjir Rob Jakarta Utara Sebabkan 19 Perjalanan KRL Jakarta Kota-Priok Dibatalkan
Perppu ini juga merubah ketentuan mengenai sanksi administratif yang diatur pada Pasal 61 menjadi: 1. Sanksi administratif terdiri atas: a. Peringatan tertulis; b. Penghentian kegiatan; dan/atau c. Pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum.
Sementara terhadap Ormas yang didirikan oleh warga negara asing (WNA), menurut Perppu ini, selain sanksi administratif juga dikenakan sanksi keimigrasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sanksi administratif sebagai dimaksud berupa: a. Pencabutan surat keterangan terdaftar oleh Menteri; atau b. Pencabutan status badan hukum oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
Menurut Perppu ini, peringatan tertulis sebagaimana dimaksud diberikan hanya 1 (satu) kali dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterbitkan peringatan.
Dalam hal Ormas tidak mematuhi peringatan tertulis dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia sesuai dengan kewenangannya menjatuhkan sanksi penghentian kegiatan.
Baca Juga: Banjir Rob Rendam Sejumlah Wilayah di Pesisir Jakarta Utara
“Dalam hal Ormas tidak mematuhui sanksi penghentian kegiatan sebagaimana dimaksud, Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia sesuai dengan kewenangannya melakukan pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum,” bunyi Pasal 62 ayat (3) Perppu No. 2/2017 itu.
Pencabutan status badan hukum Ormas sebagaimana dimaksud, sekaligus dinyatakan bubar berdasarkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini.
Sanksi Pidana
Selain penjatuhan sanksi bagi Ormas, Perppu No. 2 Tahun 2017 juga mengatur mengenai ketentuan pidana dengan menyisipkan satu pasal di antara Pasal 82 dan Pasal 83, yaitu Pasal 82A.
Baca Juga: Presiden Prabowo Beri Amnesti ke 44 Ribu Narapidana
Menurut Perppu ini, setiap orang yang menjadi anggota dan/atau pengurus Ormas yang dengan sengaja dan secara langsung atau tidak langsung melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3) huruf c (melakukan tindak kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial) dan d (melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun.
Selain itu, setiap orang yang menjadi anggota dan/atau pengurus Ormas yang dengan sengaja dan secara langsung atau tidak langsung melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3) huruf a (melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau golongan); dan b (melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia), dan ayat 4 (melakukan kegiatan sparatis yang mengancam kedaulatan NKRI dan/atau menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.
“Selain pidana penjara sebagaimana dimaksud, yang bersangkutan diancam dengan pidana tambahan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan pidana,” bunyi Pasal 82A ayat (3) Perppu No. 2 Tahun 2017 itu.
Dalam Pasal II disebutkan, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu 10 Juli 2017 oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laolyy. (R06/P1)
Baca Juga: Prediksi Cuaca Jakarta Akhir Pekan Ini Diguyur Hujan
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)