Oleh Bahron Ansori, jurnalis MINA
Secara bahasa ‘Wara‘ diambil dari kata wara’a-yari’u- wara’an artinya al-kaff (mencukupkan diri dari sesuatu) dan al-iffah (menahan diri dari sesuatu yang tidak sewajarnya). Pada dasarnya sikap wara‘ itu mencukupkan diri dengan sesuatu yang halal dan menjauhkan diri dari sesuatu yang haram, sehingga hati menjadi lembut dan cenderung untuk taat kepada Allah dan RasulNya.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kepada sahabatnya Abu Hurairah radhiallahu’anhu, “Wahai Abu Hurairah! jadilah engkau orang yang wara’, niscaya kamu akan menjadi manusia yang paling taat dan patuh(kepada Allah dan RasulNya).” (HR. Ibnu Majah, Tirmidzi, Baihaqi dan Thabrani).
Urgensi Wara’
Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari
Imam Ibnu al-Qayyim berkata di dalam kitabnya Madârij as-Sâlikîn (II:23), “Yang dimaksud Wara’ dapat menyucikan kotoran dan najis yang menempel di hati sebagaimana air menyucikan kotoran dan najis yang ada pada pakaian. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallamtelah menghimpun makna Wara’ semuanya dalam satu kalimat, “Termasuk baiknya keislaman seseorang, meninggalkan hal yang tidak menjadi kepentingannya (yang tidak perlu).” (HR. at-Turmudzi dan Ibn Majah).
Ini mencakup juga meninggalkan hal-hal seperti berbicara, melihat, mendengar, bertindak keras (dengan tangan), berjalan, berfikir dan seluruh gerakan yang kelihatan secara fisik atau pun abstrak. Kalimat tersebut sudah lebih dari cukup ketika berbicara tentang Wara’.”
Al-wara’ adalah sikap seorang muslim yang telah dapat menjauhi masalah-masalah yang terkait dengan haram, dan syubhat (antara yang hala dan yang haram). Abu Bakar adalah contoh ideal pelaku wara’. Dia tidak akan pernah makan makanan sebelum mengetahui secara jelas asal muasal makanan tersebut.
Bersikap Wara’
Baca Juga: Daftar Hitam Pelanggaran HAM Zionis Israel di Palestina
Begitu pentingnya sikap wara’ ini dalam beragama sehingga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallampernah bersabda, “Keutamaan ilmu lebih aku cintai dari pada keutamaan ibadah, dan sebaik-baik agama kalian adalah bersikap wara’.” (HR. Al-Hakim, Thabrani, Al-Bazzar).
Sikap dasar setiap muslim haruslah mampu meninggalkan sekuat tenaga segala apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya, bahkan juga harus mampu meninggalkan apa saja yang makruh (dibenci agama), seperti merokok misalnya.
Sikap wara’ merupakan sikap utama ajaran Islam dalam membentuk akhlak islami yang mengantarkan seorang muslim ke derajat yang mulia dan agung. Untuk itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sang pemilik akhlak yang agung memberikan petunjuk kepada kita dengan bersabda, “Diantara kebaikan Islam seseorang adalah (kemampuannya) meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Hibban).
Faedah wara’ yang utama adalah membuahkan rasa takut (al-khauf) dan dekat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Al-khauf akan menghasilkan sikap wara’ (meninggalkan segala yang haram) dalam hidup ini. Sikap wara’ akan membuahkan sikap zuhud (hidup sesuai dengan kebutuhan).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23] Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran
Dari khauf, wara’, dan zuhud, akhirnya menuju taqwa. Inilah pokok moralitas yang penting dalam menata kehidupan ini, wallahua’lam.(R02/P4)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam