Soal Miras, Muhammadiyah: Pemerintah Harus Dengarkan Aspirasi Rakyat

Jakarta, MINA – Sekretaris Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, Pemerintah sebaiknya bersikap arif dan bijaksana serta mendengar arus aspirasi masyarakat, khususnya umat Islam, yang berkeberatan dengan diterbitkannya Perpres nomor 10/2021 tentang produksi dan distribusi minuman keras (miras).

“Sebaiknya Pemerintah tidak hanya mempertimbangkan aspek ekonomi saja, tetapi juga dampak kesehatan, sosial, dan moral bangsa,” tegas Mu’ti seperti dikutip dari laman resmi Muhammadiyah, Selasa (2/3).

Mu’ti juga meminta Pemerintah selain bertanggungjawab menciptakan kesejahteraan material, juga berkewajiban menjaga dan membina moralitas masyarakat.

Perpres. yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 2 Februari 2021 tersebut merupakan salah satu manifestasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dalam Perpres ini diatur soal minuman keras yang masuk dalam lampiran III Perpres terkait soal daftar bidang usaha dengan persyaratan tertentu.

Dalam aturan itu ditetapkan, bidang usaha industri minuman keras mengandung alkohol, alkohol anggur, dan malt terbuka untuk penanaman modal baru di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dengan memperhatikan budaya serta kearifan setempat (huruf a).

Kemudian penanaman modal di luar huruf a, dapat ditetapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal berdasarkan usulan gubernur.

Sementara itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sebelumnya juga telah menolak dengan tegas investasi minuman keras dibebaskan.

Sebab, mudaratnya lebih banyak daripada manfaatnya lantaran alkohol diharamkan dalam syariat Islam.

Menurut Sekretaris Jenderal PBNU Ahmad Helmy Faishal Zainie, penolakan tersebut merupakan bentuk peringatan kepada pemerintah.

“Kami ingatkan kepada pemerintah. Sebagai civil society, kami akan melaksanakan tugas kami untuk kebaikan bersama,” ucap Helmy seperti dikutip dari NU Online, Senin (1/3). (R/R5/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)