Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ahli Hukum UI: Perppu Ormas untuk Penyempurnaan UU

Rendi Setiawan - Senin, 17 Juli 2017 - 23:34 WIB

Senin, 17 Juli 2017 - 23:34 WIB

234 Views

Ahli Hukum Universitas Indonesia (UI). (Foto: Rendy/MINA)

Jakarta, MINA – Ahli Hukum dari Universitas Indonesia (UI) Prof Satya Arinanto menjelaskan persoalan terkait Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang sudah ditetapkan sejak 10 Juli lalu. Menurutnya, Perppu No 2 Tahun 2017 adalah untuk menyempurnakan UU Ormas sebelumnya.

“Begini, dari namanya saja Peraturan Pemerintah Pengganti. Bisa kita artikan dua hal, pertama merubah, dan kedua menyempurnakan. Kalau kita lihat Perppu No 2 Tahun 2017, maka ini sesungguhnya menyempurnakan dari UU No 17 Tahun 2013. Karena memang pada UU Ormas tersebut, masih ada bagian-bagian yang belum atau kurang sempurna,” kata Prof Satya.

Dalam Press Briefing tentang Perppu No 2 Tahun 2017 di Ruang Seminar Galeri Nasional (Galnas), Jakarta, Senin (17/7), Prof Satya mengungkapkan kekurangan-kekurangan yang ada pada Undang Undang No 17 Tahun 2013.

“Kekurangan-kekurangan yang ada pada UU Ormas di antaranya adalah ketentuan pidana, kemudian ada juga masalah asas yang berlaku secara universal bahwa lembaga yang berwenang mendirikan atau menerbitkan atau memberikan ijin beorganisasi juga berwenang untuk mencabut. Tetapi itu semua tidak diatur dalam UU Ormas tersebut,” paparnya.

Baca Juga: Pemungutan Suara Ulang Pilkada Digelar 5 dan 9 April 2025

Kalau yang selama ini terjadi, kata Prof Satya, Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) adalah dua lembaga pemerintah yang mengeluarkan ijin beorganisasi. Namun, kata dia, mekanisme pencabutannya, kedua lembaga tersebut justru tidak memiliki kuasa.

“Dua lembaga pemerintah ini yang keluarkan ijin, tapi mekanisme pencabutannya harus melalui Pengadilan. Kita analogikan seperti polisi mengeluarkan kartu SIM. Di sisi lain, polisi tidak memiliki kewenangan untuk mencabut kartu SIM tersebut. Yang terjadi apa? Akan banyak pelanggaran yang terjadi di lalu lintas. Ini yang saya lihat kemudian pemerintah berinisiatif mengeluarkan Perppu Ormas,” paparnya.

Ketika ditanya soal keluarnya Perppu Ormas dengan keputusan pemerintah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Prof Satya menegaskan bahwa itu bukan alasan utama. Ia berpegang bahwa keluarnya Perppu ini lebih disebabkan karena kegentingan.

“Di Indonesia ada sekitar 344 ribu Ormas yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar. Dari jumlah itu, sekitar 321 ribu terdaftar di Kemenkumham dan sisanya terdaftar di Kemendagri. Dari total jumlah sebanyak itu, tidak bisa kemudian kita menilai bahwa keluarnya Perppu Ormas ini hanya untuk satu ormas saja,” katanya.

Baca Juga: Cuaca Jakarta Diprediksi Turun Hujan Sabtu Ini

Saat ini, kata dia, banyak ormas-ormas yang secara terang-terangan menolak dasar negara Indonesia, yaitu Pancasila. Ia menegaskan bahwa situasi inilah yang mengharuskan pemerintah untuk segera bertindak.

“Kalau ada yang mempermasalahkan soal kegentingan, maka kita jawab saat ini banyak ormas yang secara terang-terangan menolak Pancasila. Apa ini tidak genting?,” katanya.

Menurut Prof Satya, ormas-ormas yang tidak bermasalah dengan Perppu ini, maka tak perlu khawatir. Ormas-ormas yang khawatir itu memang sejak awal pendiriannya sudah mengusung ideologi anti Pancasila.

“Saya pikir wajar ketika mereka khawatir dengan munculnya Perppu ini,” tegasnya.

Baca Juga: H+4 Lebaran, Pemudik Mulai Berdatangan di Terminal Pulo Gebang

Prof Satya menekankan bahwa apa yang dilakukan pemerintah sudah benar. Ia berpandangan bahwa apabila pemerintah tidak berani mengeluarkan Perppu Ormas ini, bisa jadi dalam beberapa tahun ke depan, Indonesia hanya tinggal nama saja. Ini yang harus dipikirkan bersama.

“Tidak ada yang ingin melihat Indonesia hancur oleh rakyatnya sendiri,” pungkasnya.

Hadir pada kesempatan itu, Asisten Deputi Materi Hukum Kementerian Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenpolhukam) Hani Susila Wardoyo. Namun tidak terlihat tiga pembicara lainnya yang diagendakan hadir karena terjebak kemacetan. (L/R06/P2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Tanggapi Tarif Resiprokal AS 32 Persen Indonesia Siapkan Strategi Menghadapinya

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Indonesia
Indonesia
mendagri
Indonesia
Indonesia