Jakarta, 9 Rajab 1437/ 18 April 2016 (MINA) – Solidaritas Perempuan Indonesia dalam sebuah aksi demonstrasi di Jakarta mengatakan proyek reklamasi teluk Jakarta berdampak buruk bagi perempuan pesisir dan proyek tersebut harus disegel dan diberhentikan.
Selain Solidaritas Perempuan, komunitas lain juga ikut dalam aksi pada Ahad itu, antara lain Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta, Forum Kerukunan Nelayanan Muara Angke, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia, LBH Jakarta, ICEL, Solidaritas Perempuan, WALHI Jakarta, YLBHI, RUJAK, KIARA, KOPEL, IHCS, PBHI Jakarta, Kontras, JRMK, UPC, PBH Dompet Dhuafa, ForBali Jakarta, BEM FIB UI, ILUNI UI, Semar UI, Institut Hijau Indonesia, KPA, Pergerakan Indonesia, KSPI, FSPMI, KBTA, FPR, Ciliwung Institute, Koalisi Selamatkan Pantai Indonesia.
Divisi Kedaulatan Perempuan Melawan Perdagangan Bebas dan Investasi Solidaritas Perempuan, Ari mengatakan proyek reklamasi yang sudah berjalan meminggirkan peran perempuan terutama dalam berkontribusi mencari nafkah dalam rumah tangga.
“Melihat bahwa proyek yang sudah berjalan meminggirkan kehidupan perempuan, dan ini membuat situasi yang sulit, akibatnya pendapatan berkurang, kehilangan wilayah tangkap, biaya operasional laut semakin meninggi, sementara kalau dilihat yang mengelolah keungan keluarga adalah perempuan,”ujar Ari saat ditemui Mi’raj Islamic News Agency (MINA) di Muara Angke, Teluk Jakarta.
Baca Juga: BKSAP DPR Gelar Kegiatan Solidaritas Parlemen untuk Palestina
Ari mengatakan, berdasarkan temuan Solidaritas Perempuan, sebagai masyarakat pesisir, proyek rekalamasi yang memiskinkan akan berdampak lebih berat bagi rakyat miskin dan menengah.
“Bayangkan, jika semua pendapatan melemah, yang mencari nafkah memberi seadanya dan itu kurang, siapa yang memikirkan? Perempuan.. akibatnya perempuan mencari celah lain dengan membantu keluarganya bekerja selama 18 jam, dan juga ada yang berhutang, semua ini harus difikirkan,”kata Ari.
“Kami melihat di DPR dan Pemprov Jakarta, tidak pernah membahas adanya data terpilah gender, tidak pernah ada analisis data untuk laki laki dan perempuan, padahal Indonesia telah meratifikasi Convention on the Elimination of All Forms Against Women (CEDAW),”lanjutnya.
“Konvensi penghapusan segala bentuk deskriminasi terhadap perempuan pada undang-undang tahun 1984, semua kebijakan yang dilakukan harus melihat dampak dan situasi yang berbeda tehadap perempuan, ada inpres no. 9 tahun 2000, tentang pengaruh kesamaan gender, yaitu mewajibkan pemerintah dan DPR untuk membuat segala macam bentuk dan kebijakan harus ada analisis gendernya, tapi itu tidak dilakukan,”tambahnya.
Baca Juga: Warga Israel Pindah ke Luar Negeri Tiga Kali Lipat
Ketua Umum Forum Kerukunan Nelayan Muara Angke, Riza mengatakan pemerintah kurang memperhatikan hajat hidup masyarakat pesisir yang terkena dampak reklamasi khususnya para nelayan.
“Selama jalannya proyek ini, penghasilan masyarakat berkurang, dulunya RP400 ribu per hari, sekarang Rp60 ribu perhari. Ini saja sudah untung. Tidak ada perhatian dan pemikiran sampai ke arah situ,”jelas Riza.
Salah satu nelayan bernama Ilyas saat ditemui MINA, mengatakan proyek reklamasi harus dihentikan.
“Kita sudah bertahun-tahun bekerja disini, penghasilan kita sangat jauh menurun, saya menginginkan pemerintah harus menghentikan proyek tersebut, karena disini pekerjaan saya, tidak ada lagi, kalau dibiarkan begini, otomatis nelayan pasti mati, memang bagi pengembang enak, tapi, bagi saya, tidak. Pemerintah haruslah perhatikan nasib kami,”tegasnya. (L/P007R03)
Baca Juga: Timnas Indonesia Matangkan Persiapan Hadapi Bahrain
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Timnas Indonesia Matangkan Persiapan Hadapi Bahrain