Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

SONY SUGEMA : ISLAM BERKEMBANG DAMPAK DARI PENANAMAN NILAI BUKAN KEKERASAN

Nur Hadis - Sabtu, 19 Desember 2015 - 17:50 WIB

Sabtu, 19 Desember 2015 - 17:50 WIB

440 Views

Sony Sugema, MBA, Penasehat Imaam Muslimin, Jama’ah Muslimin (Hizbullah) saat memaparkan materinya dihadapan peserta seminar bertajuk “Pengungsi Suriah dan Menangkal Bahaya ISIS di Indonesia” sekaligus peluncuran buku “3 Tahun MINA” dan tasyakuran di Masjid At-Taqwa Cileungsi, Bogor, Sabtu (19/12) pagi. Photo : Hadis/MINA
<a href=

Sony Sugema, MBA, Penasehat Imaam Muslimin, Jama’ah Muslimin (Hizbullah) saat memaparkan materinya dihadapan peserta seminar bertajuk “Pengungsi Suriah dan Menangkal Bahaya ISIS di Indonesia” sekaligus peluncuran buku “3 Tahun MINA” dan tasyakuran di Masjid At-Taqwa Cileungsi, Bogor, Sabtu (19/12) pagi. Photo : Hadis/MINA" width="569" height="352" /> Sony Sugema, MBA, Penasehat Imaam Jama’ah Muslimin (Hizbullah) di seminar “Pengungsi Suriah dan Menangkal Bahaya ISIS di Indonesia” sekaligus peluncuran buku “3 Tahun MINA” di Masjid At-Taqwa Cileungsi, Bogor, Sabtu (19/12) pagi. (Foto: Hadis/MINA)

Bogor, 8 Rabi’ul Awwal 1437/19 Desember 2015 (MINA) – Penasehat Imaam Jama’ah Muslimin (Hizbullah), Sony Sugema mengatakan, Islam berkembang pesat karena penanaman nilai-nilainya, bukan karena pedang.

Hal ini disampaikan dihadapan peserta seminar bertajuk “Pengungsi Suriah dan Menangkal Bahaya ISIS di Indonesia” sekaligus peluncuran buku “3 Tahun MINA” di Masjid At-Taqwa Cileungsi, Bogor, Sabtu (19/12) pagi.

Menurutnya, persepsi Barat tentang Islam yang berkembang pesat di seluruh dunia, bukan dengan pedang, tapi dengan tertanamnya nilai-nilai Islam itu sendiri.

“Kita bisa belajar dari sejarah, bagaimana seorang Yahudi yang setiap hari melempar kotoran ke rumah Rasulullah Shallallahu A’laihi Wasallam akhirnya masuk Islam setelah dia dijenguk oleh Rasul ketika sedang sakit, karena nilai-nilai seperti inilah Islam berkembang,” ujarnya.

Baca Juga: Guru Tak Tergantikan oleh Teknologi, Mendikdasmen Abdul Mu’ti Tekankan Peningkatan Kompetensi dan Nilai Budaya

Menurut Sony, banyak umat Islam yang berbuat sesuatu yang justru merugikan Islam dan Muslimin sendiri.

Sebagai contoh, lanjutnya, pada peristiwa bom Bali, ini merupakan langkah mundur kaum Muslimin yang terjebak dalam pemikiran sempit.

“Kita tahu Pemerintah Australia berkepentingan membuat citra buruk terhadap Islam, namun masyarakatnya tidak, maka pada kejadian bom Bali lalu, pemerintah Autralia diuntungkan dengan dukungan masyarakatnya pasca bom Bali, dan tentu Umat Islam yang dirugikan,” ujarnya.

“Maka yang fundamental nilai-nilai kemanusiaanlah yang sebabkan Islam berkembang pesat di seluruh dunia,” tambahnya.

Baca Juga: Imaam Yakhsyallah Mansur: Ilmu Senjata Terkuat Bebaskan Al-Aqsa

Sony juga mengungkapkan, tragedi Suriah merupakan tragedi yang menghasilkan banyak pengungsi yang belum pernah ada dalam sejarah, yaitu sebanyak empat juta manusia.

“PBB tidak bisa tangani sebanyak itu karena keterbatasan dana, maka saya akan bergerak dari rumah ke  rumah, masjid ke masjid, menggugah agar umat Islam punya rasa kemanusiaan yang lebih ditekankan, ketimbang kita memikirkan kesalehan pribadi, kalau kita mau masuk surga harus bareng-bareng, tidak bisa sendiri,” katanya. (L/K08/P001)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Kunjungi Rasil, Radio Nurul Iman Yaman Bahas Pengelolaan Radio

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Direktur Keuangan dan Strategi BSI Ade Cahyo Nugroho (kanan) bersama Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 2012-2017 Muliaman D. Hadad (tengah) saat menjadi narasumber kuliah umum di depan 350 mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Rabu (30/8). PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) optimistis jumlah nasabah bisa menembus angka 20 juta pada akhir tahun 2023. Untuk itu, BSI terus menggencarkan literasi dan inklusi keuangan syariah, termasuk dengan menggandeng FEB UI.
Ekonomi
Asia
Indonesia