Jakarta, MINA – Di tengah tingginya angka konsumsi beras tanah air yang mencapai 33 juta ton pertahun, Indonesia, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), mampu memproduksi sebesar 81,3 juta ton gabah kiring giling (GKG) atau setara 48 juta ton beras pada 2017.
Melihat angka ini, para peneliti menilai Indonesia setiap tahun menghasilkan surplus produksi hingga 15 juta ton, mempertanyakan kenapa negara masih melakukan impor.
Salah satunya disampaikan peneliti senior di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Nur Mahmudi Ismail yang menyebut keprihatinan budaya impor ini lebih menekankan pada budaya politis bukan teknis.
Menurutnya, tidak hanya beras, Indonesia saat ini dikenal sebagai importir gandum terbesar di dunia mengalahkan Mesir. “Padahal karbohidrat selain gandum bisa diproduksi secara potensial,” katanya.
Baca Juga: Prediksi Cuaca Jakarta Akhir Pekan Ini Diguyur Hujan
Lebih mirisnya, setidaknya 19,4 juta warga Indonesia belum bisa memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari mereka.
Permasalahannya, menurut mantan Walikota Depok itu, pemerintah belum bisa memahami secara esensial dan ideal mengenai pemberdayaan lahan yang dimiliki Indonesia. Misalnya, banyak lahan pemukiman yang didirikan di atas lahan yang subur.
“Saat ini para pengelola publik tidak sungguh-sungguh untuk memahami bahwa lahan adalah pabrik kehidupan, nyatanya lahan dipake pemukiman, mestinya dibedakan, dimana letak pemukiman dan dimana pabrik kehidupan yang subur,” katanya kepada Mi’raj News Agency (MINA) di Jakarta, Selasa (10/4).
Di samping itu, ketergantungan warga pada satu sumber pangan tertentu harus diubah. Dia mencontohkan, konsumsi beras bisa diganti dengan Sorgum, salah satu tanaman yang kaya akan gizi dan jauh lebih baik dari beras.
Baca Juga: Menag Tekankan Pentingnya Diplomasi Agama dan Green Theology untuk Pelestarian Lingkungan
“Sayangnya budi daya ini belum populer,” tambahnya.
Sorgum yang disebut sebagai sumber karbohidrat kelima di dunia memiliki kandungan protein, serat, kalsium, fosfor yang lebih baik dari beras.
“Kandungan FE (zat besi)-nya enam kali lipat, GI (Glikemik Indeks)-nya jauh lebih rendah, dan tidak mengandung gluten. Sementara kandungan kalorinya komparable, bisa jadi sumber energi,” katanya.
Nur Mahmudi juga mengatakan sejauh ini beberapa lokasi di Indonesia sudah mulai membudidayakan tanaman Sorgum ini seperti di NTT, Madura, Lamongan, Demak dan Jogja. Sementara di Bogor sendiri warga sudah bisa mendapatkan Sorgum di Unis Gluten Free, tidak jauh dari Istana Bogor.(L/RE1/RS3)
Baca Juga: Menhan: 25 Nakes TNI akan Diberangkatkan ke Gaza, Jalankan Misi Kemanusiaan
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: BMKG: Waspada Gelombang Tinggi di Sejumlah Perairan Indonesia