Oleh Zaenal Muttaqin, wartawan MINA
Hijrah merupakan salah satu pilar dalam pengamalan agama, di samping iman dan jihad di jalan Allah, sebagaimana tertera dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat ke 218 Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَا لَّذِيْنَ هَا جَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۙ اُولٰٓئِكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَتَ اللّٰهِ ۗ وَا للّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang berhijrah, dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Hijrah secara syar’i pengertiannya adalah berpindahnya Rasulullah Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam bersama sahabat-sahabatnya dari kota Mekkah ke Madinah, pada tahun ke-13 dari masa kenabiannya.
Hijrahnya Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersama sahabat-sahabatnya itu meninggalkan kampung kemusyrikan menuju kampung keimanan, dalam rangka melakukan pembinaan masyarakat yang benar, yakni menjalankan syariat-syariat agama Islam.
Sebagian ulama membagi hijrah menjadi dua pengertian. Pertama, berpindah tempat dalam rangka menyelamatkan dan memperjuangkan agama dan syariat Islam atau disebut sebagai hijrah makaniyah. Kedua, meninggalkan segala apa yang buruk atau dilarang Allah Subhanahu Wa Ta’ala, atau hijrah maknawiyah.
Pengertian yang kedua ini sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam:
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
الْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ
“Muhajir adalah orang yang meninggalkan segala larangan Allah.” (H.R. Imam Al-Bukhari)
Hijrah maknawiyah ini sudah seharusnya menjadi spirit atau semangat hidup bagi setiap muslim. Yakni, memiliki spirit untuk meninggalkan kebatilan menuju kebenaran, meninggalkan kemaksiatan menuju ketaatan, meninggalkan kezaliman menuju keadilan, dan meninggalkan keburukan menuju kebaikan.
Syariat hijrah berlaku sepanjang masa, karena hijrah ini tetap relevan sampai kapanpun, termasuk di masa pandemi Covid-19 yang mewabah saat ini. Wabah Covid-19 ini sudah banyak memakan korban meninggal dunia. Sahabat, teman, keluarga dan saudara banyak yang telah dijemput ajalnya setelah terpapar oleh virus berbahaya dan mematikan Covid-19 ini.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Sudah saatnya kita berhijrah segera, wabah Covid-19 ini telah memporak-porandakan banyak hal, tidak hanya kesehatan, tetapi juga ekonomi, sosial dan juga pendidikan. Saatnya kita hijrah atau berubah, dengan meninggalkan kemaksiatan, bertaubat dan berubah dari pribadi yang buruk menjadi pribadi yang shaleh dengan selalu mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Wabah Covid-19 ini terjadi atas kehendak Allah dan terjadi bukan karena tanpa sebab. Kita sadari atau tidak musibah yang menimpa ini, adalah karena dosa yang kita lakukan. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَمَآ أَصَٰبَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا۟ عَن كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” [Quran Asy-Syura: 30]
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Demikian juga dengan firman-Nya:
ظَهَرَ ٱلْفَسَادُفِىٱلْبَرِّوَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” [Quran Ar-Rum: 41]
Kedua ayat tersebut menyatakan, musibah yang menimpa kita adalah karena dosa dan perbuatan kita sendiri. Kemudian Allah katakan: وَيَعْفُوا۟ عَن كَثِير “dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” Dan di ayat satunya, لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ “Supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka.”
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Allah tidak menghukum kesalahan kita dengan hukuman yang sepadan dengan dosa yang kita lakukan. Dia menghukum kita dengan sebagian kecil dari yang sudah banyak dimaafkan tadi. Sebab, jika Allah menghukum kita dengan hukuman yang sepadan dengan dosa kita, maka pastilah kita akan binasa.
Disebutkan dalam salah satu riwayat, Aisyah radhiallahu ‘anha pernah mengejek istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang lainnya, yaitu Shafiyah.
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Aku berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ‘Cukup sudah engkau berkata tentang Shafiyyah seperti ini dan itu, ia itu wanita yang pendek (sambil berisyarat dengan jari).” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda:
لَقَدْ قُلْتِ كَلِمَةً لَوْ مُزِجَتْ بِمَاءِ الْبَحْرِ لَمَزَجَتْهُ
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
“Sungguh engkau telah mengatakan suatu perkataan yang andai saja tercampur dengan air laut, kalimat itu akan mengotorinya.” [HR. Abu Daud dan Tirmidzi]
Itu kalau Allah mau membalas dengan balasan yang sepadan dari dosa ghibah. Padahal kita sekarang ini lebih sering melakukan ghibah di samping dosa-dosa lainnya. Seandainya Allah mau balas dengan balasan setimpal pasti kita binasa. Tapi Dia Yang Maha Penyayang telah banyak memaafkan kita, tujuannya agar لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ “Agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Lalu menghadapi wabah Covid-19 ini bagaimana solusinya? Dari sudut pandang kesehatan kita sudah mengetahui. Yaitu dengan 3 M. Memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Tapi ada tambahan solusi dari sudut pandang syariat.
Ali bin Abu Thalib radhiallahu ‘anhu berkata:
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
ما نزل بلاء إلا بذنب ولا رفع بلاء إلا بتوبة
“Tidaklah musibah itu datang kecuali karena dosa. Dan tidak akan diangkat kecuali dengan taubat.”
Karena itu, selain menjaga 3 M, perlu juga kita semarakkan ajakan taubat dan istighfar kepada masyarakat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ أَكْثَرَ مِنْ الِاسْتِغْفَارِ؛ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا، وَمِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
“Barang siapa memperbanyak istighfar; niscaya Allah memberikan jalan keluar bagi setiap kesedihannya, kelapangan untuk setiap kesempitannya dan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” [HR. Ahmad].
Jangan sampai kita tidak bertaubat, atau bahkan justru menambah maksiat di masa wabah Covid-19 ini. Sahabat Nu’man bin Basyir radhiallahu ‘anhu berkata:
إن الهلكة كل الهلكة أن يعمل بالسيئات في أوقات البلاء
“Sesungguhnya kebinasaan yang paling binasa adalah seseorang melakukan kemaksiatan di waktu turunnya musibah.”
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah
Wallahu ‘alam. (A/B04/P1)
(Disarikan dari banyak sumber)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh