Tokyo, MINA – Jepang terus berjuang menekan angka bunuh diri yang masuk kategori ‘kritis’ dengan membuat sejumlah langkah atau kebijakan.
Tokyo berharap bisa menguragi kasus bunuh diri hingga 30% dalam 10 tahun.
Pemerintah ‘Negeri Sakura’ pada Selasa (26/7) menyetujui sebuah rencana yang berisi upaya-upaya mengurangi jam kerja ekstrem yang dianggap berkontribusi pada salah satu tingkat bunuh diri tertinggi di dunia, The Straits Times melaporkan yang dikutip MINA.
Jepang memiliki tingkat bunuh diri tertinggi di antara negara-negara maju Kelompok Tujuh (G7). Pemerintah Jepang menggambarkan situasi ini sebagai ‘kritis’. Lebih dari 20.000 orang bunuh diri setiap tahun di negara super kaya itu.
Baca Juga: Inggris Hormati Putusan ICC, Belanda Siap Tangkap Netanyahu
Tingkat bunuh diri–rasio per 100.000 orang–adalah 18,5 pada tahun 2015 dan pemerintah ‘Negeri Sakura’ ingin menguranginya di bawah 13,0 pada tahun 2025.
Angka bunuh diri telah berkurang sejak mencapai puncaknya 34.427 kasus pada tahun 2003. Tercatat 21.897 orang melakukan bunuh diri di tahun 2016, hampir 70% di antaranya adalah kaum laki-laki.
Meski menurun, angka itu masih terhitung tinggi dibandingkan dengan negara-negara industri maju lainnya seperti Amerika Serikat, Perancis, Italia, Kanada, Inggris, dan Jerman.
Pemerintah dalam rencana tersebut menyebutkan bahwa tindakan yang diambil secara nasional selama periode itu berada di balik pengurangan jumlah kasus bunuh diri tersebut.
Baca Juga: Guido Crosseto: Kami akan Tangkap Netanyahu Jika Berkunjung ke Italia
Rencana tersebut, yang disetujui pada rapat kabinet Selasa (26/7), dikaji setiap lima tahun, dan yang pertama diterapkan di tahun 2007.
Lebih jauh pemerintah akan mendorong tindakan-tindakan untuk mengatasi kasus bunuh diri terkait pekerjaan. Salah satu upaya tersebut adalah mengurangi jam kerja yang ekstrem dan mencegah tindakan pelecehan oleh atasan atau bos.
Tokyo meningkatkan upaya untuk mengatasi kematian akibat terlalu banyak kerja setelah mencuat kasus bunuh diri seorang karyawan muda di biro iklan terbesar Jepang, Dentsu. Korban bernama Matsuri Takahashi itu diketahui menjalani lebih dari 100 jam lembur sebulan.
Kematian Takahashi pada 2015 menghiasi berita utama nasional, mendorong pemerintah untuk membuat sebuah rencana yang meminta atasan membatasi waktu kerja maksimal 100 jam per bulan. Namun kritikus mengatakan itu masih terlalu tinggi.
Baca Juga: Militer Israel Akui Kekurangan Tentara dan Kewalahan Hadapi Gaza
Kementerian Tenaga Kerja pada Mei lalu merilis daftar hitam perusahaan nasional, menamai dan mempermalukan lebih dari 300 perusahaan termasuk Dentsu, karena menambah durasi kerja secara ilegal dan pelanggaran di tempat kerja lainnya. (T/R11/P1)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: ICC Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu dan Gallant