Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA
Selanjutnya, untuk membahagiakan seorang istri, maka suami harus membiasakan dirinya membantu pekerjaan rumah bersama istrinya. Jangan sampai karena merasa jadi suami lantas bersikap cuek dan masa bodoh. Suami yang baik sudah tentu merasa ingin sekali selalu bisa membantu menyelesaikan pekerjaan rumah bersama istrinya. Ringankan beban istri adalah bagian dari kemuliaan jiwa seorang suami. Berikut bahasan selanjutnya.
Kedelapan, bantu istri dalam pekerjaan rumah
Meringankan beban istri di rumah adalah aklak terpuji. Betapa bahagianya seorang istrinya yang pekerjaan rumahnya sesekali dibantu suaminya. Misal, suami membantu istri mencuci piring gelas kotor, membantu mencuci pakaian dan menjemurnya, membantu memasak berdua bersama istri. Sungguh, sepele sepertinya, tapi besar artinya bagi seorang istri.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Bahkan, teladan terbaik saja, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, senantiasa membantu istri-istrinya di rumah. Apakah Bliau merasa terhina? Tidak. Sebab Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tahu bagaimana membahagiakan istrinya. Tidak selamanya membuat bahagia istri itu selalu diukur dengan materi.
Duhai Anda para suami, jangan pernah merasa malu membantu pekerjaan rumah bersama istri. Jangan pula Anda merasa bahwa pekerjaan rumah yang dilakukan seorang istri itu adalah pekerjaan yang ringan. Tidak. Pekerjaan rumah itu memerlukan tenaga yang banyak. Menguras energi yang tinggi. Maka suami yang sholeh, wajib tahu bagaimana membuat istrinya agar tidak terlalu lelah dengan menyelesaikan pekerjaan rumah sendirian.
Coba lihat bagaimanakah contoh dari suri tauladan kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau berada di rumah.
عَنِ الأَسْوَدِ قَالَ سَأَلْتُ عَائِشَةَ مَا كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَصْنَعُ فِى أَهْلِهِ قَالَتْ كَانَ فِى مِهْنَةِ أَهْلِهِ ، فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ
Dari Al-Aswad, ia bertanya pada ‘Aisyah, “Apa yang Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam lakukan ketika berada di tengah keluarganya?” ‘Aisyah menjawab, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membantu pekerjaan keluarganya di rumah. Jika telah tiba waktu shalat, beliau berdiri dan segera menuju shalat.” (HR. Bukhari, no. 6039)
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Dalam Syarh Al-Bukhari karya Ibnu Batthol rahimahullah disebutkan bahwa Al-Muhallab menyatakan, inilah pekerjaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di rumahnya. Hal ini wujud tanda ketawadhu’an (kerendahan hati) beliau, juga supaya umatnya bisa mencontohnya. Karenanya termasuk sunnah Nabi, hendaklah seseorang bisa mengurus pekerjaan rumahnya, baik menyangkut perkara dunia dan agamanya.
As-Sindi rahimahullah dalam catatan kaki untuk Shahih Al-Bukhari menyatakan bahwa membantu urusan rumah termasuk kebiasaan (sunnah) orang-orang shalih.
Membantu istri di rumah saat masak, saat berbelanja, menyetrika termasuk juga dalam mengurus anak-anak akan membuat seorang suami makin dicintai. Tak percaya? Silakan buktikan.
Kesembilan, sering memuji istri dengan tulus
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Suami istri, yang terbiasa saling memuji pasangannya satu sama lain, maka rumah tangga itu akan merasakan kebahagiaan walau kehidupan keduanya sederhana. Memuji satu sama lain, selama itu tidak berlebihan adalah hal yang dianjurkan. Sebab, dengan memuji istri secara tulus, seorang suami akan semakin dicintai oleh istrinya, dan cinta suami jadi makin punya makna.
Allah Ta’ala saja, terbiasa memuji hamba-hamba-Nya yang beriman. Lalu, apatah lagi kita sebagai seorang suami. Sudah seharusnya kita senantiasa memuji istri baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Bahkan, memuji istri sama artinya memperlakukan istri dengan sebaik-baiknya. Tentang perlakuan baik (makruf) kepada istri itu, Allah Ta’ala sudah berfirman,
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan bergaullah dengan mereka (istri-istri kalian) dengan baik.” (Qs. An Nisa’: 19).
Memuji istri, pertanda suami itu adalah suami yang baik (sholeh). Bahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam saja, senantiasa berbuat makruf dan memuji para istrinya. Dari ‘Aisyah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى
“Sebaik-baik kalian adalah yang berbuat baik kepada keluarganya. Sedangkan aku adalah orang yang paling berbuat baik pada keluargaku.” (HR. Tirmidzi no. 3895, Ibnu Majah no. 1977, Ad Darimi 2: 212, Ibnu Hibban 9: 484. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata mengenai surat An Nisa’ ayat 19 di atas, “Berkatalah yang baik kepada istri kalian, perbaguslah amalan dan tingkah laku kalian kepada istri. Berbuat baiklah sebagai engkau suka jika istri kalian bertingkah laku demikian.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 3: 400). Berbuat ma’ruf adalah kalimat yang sifatnya umum, tercakup di dalamnya salah satunya adalah hak istri untuk dipuji.
Jangan berat lisan Anda wahai para suami untuk sekedar mengucapkan rasa terima kasih karena istri Anda sudah menyeduhkan kopi misalnya, sudah menyucikan baju Anda termasuk berterima kasihlah karena ia sudah merawat dan mendidik anak-anak Anda. Puji istri Anda saat ia masak-masakan kesukaan Anda.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh
Namun, jangan tunjukkan wajah cemberut jika ia memasak kurang sesuai dengan selera. Maafkan ia…lupakan segala kesalahannya karena ia sudah berlelah-lelah seharian penuh mengurus rumah, memandikan anak, dan seabrek pekerjaan rumah lainnya yang masih harus ia selesaikan.
Kesepuluh, jangan pelit
Masih banyak suami yang memegang kendali finansial dalam rumah tangganya. Maka tak heran, penulis pernah melihat seorang istri, untuk sekedar membeli gula kopi saja karena ingin menyuguhkan minuman tersebut kepada tamu suaminya, ia terkadang meminta anaknya untuk memintakan uang kepada suaminya. Untuk membeli gula kopi. Aneh bukan?
Mengapa hal di atas terjadi? Sebab istrinya tidak memegang uang serupiahpun. Semua uang ada pada suami, berada di dompetnya, bukan diserahkan seluruhnya kepada istrinya. Jika Anda ingin menjadi suami yang baik, maka percayakanlah uang Anda kepada istri; seberapapun jumlahnya. Biarkan ia memegang kendali untuk mengaturnya. Kecuali jika Anda ingin berpergian, mintalah seperlunya kepada istri untuk bekal dalam perjalanan.
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam
Jangan sampai seorang suami begitu pelit kepada istrinya, sementara royal kepada orang lain. Jangan salahkan istri pada akhirnya ia meminta kerja di luar rumah karena ingin juga merasakan bagaimana mempunyai uang. Ia ingin memenuhi kebutuhan pribadi dan anak-anaknya. Sebab suaminya tidak pernah memberinya uang belanja kecuali dengan cara diminta. Itupun sulit dan bisa jadi tidak ikhlas, nauzubillah.
Bertakwalah kepada Allah wahai para suami. Anda meminta istri Anda dari rumah ayahnya untuk dijadikan pendamping hidup sah Anda, tentu saja akan diurus dengan perlakukan sebaik mungkin. Nabi Shallallahu’alaihi wasallam berpesan tegas kepada anda,
فاتقوا الله في النساء فإنكم أخذتموهن بأمان الله، واستحللتم فروجهن بكلمة الله
“Bertakwalah kalian kepada Allah dalam urusan wanita. Sesungguhnya kalian telah mengambil mereka dengan amanat dari Allah dan menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah.” (HR. Muslim)
Pesan ini beliau sampaikan dalam khutbah haji wada’, ketika wukuf di padang Arafah dan di penghujung usianya. Ini menunjukkan pentingnya pesan tersebut. Karena disampaikan di waktu yang mulia; saat wukuf di Arafah, tempat yang mulia; padang Arafah dan di akhir usai beliau. Pesan yang sangat penting itu, bliau sampaikan di akhir-akhir kehidupannya. Itu artinya pesan itu teramat penting.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan
Nasehat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam di atas, cukuplah ini menjadi cambukan untuk para suami, agar benar-benar bertanggung jawab terhadap istrinya. Termasuk dalam memenuhi nafkahnya. Artinya, suami jangan lagi pelit kepada istrinya. Allah Ta’ala berpesan secara khusus kepada para suami, untuk benar-benar mencukupi nafkah istri,
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Kewajiban ayah memberi makan dan pakaian (nafkah) kepada para istri dengan cara ma’ruf.” (Qs. Al-Baqarah : 232)
Ayat di atas semakin mempertegas, bahwa kewajiban memberi nafkah anak istri, berada di pundak para suami. Artinya, jangan sekali-kali suami pelit kepada istri dan anak-anaknya. Pelit kepada istri, berarti sama saja menafikan dalil Qur’an dan Hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam di atas.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan tafsir ayat di atas,
Baca Juga: Kaya Bukan Tanda Mulia, Miskin Bukan Tanda Hina
وعلى والد الطفل نفقة الوالدات وكسوتهن بالمعروف ، أي : بما جرت به عادة أمثالهن في بلدهن من غير إسراف ولا إقتار
“Bagi ayah, bertanggungjawab menafakahi dan memberi sandang yang ma’ruf.”
Kemudian berliau menjelaskan makna ma’ruf pada ayat, “Yaitu nafkah yang layak sesuai yang berlaku di daerah yang dia tinggali, tanpa berlebihan dalam memberi nafkah dan juga tidak pelit.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir untuk ayat di atas), wallahua’lam. (A/RS3/RI-1)
bersambung…
Mi’raj News Agency (MINA)