Jakarta, MINA – “Memasuki pasca pandemi Covid 19, sertifikasi halal menjadi tren ekonomi di beberapa negara. Salah satunya di Indonesia memiliki target menjadi produsen halal dunia,” demikian Adisam, Kepala Unit Halal PT. Sucofindo, dalam webinar “Bangkit dari Covid-19 dengan Nalar dan Aksi Bersama Berlandaskan Nilai-nilai Islam dan Fatwa MUI” hasil kerjasama MUI dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), melalui virtual, Kamis (28/10).
Menurut Adisam, harus ada strategi untuk mencapai target. Terlebih perekonomian masyarakat Indonesia sebagian besar pada ranah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang perlu dikembangkan menjadi industri besar.
“Banyak manfaat yang dirasakan konsumen dan produsen dengan bersertifikasi halal. Manfaat konsumen mampu memberikan ketenangan, produk terjamin aman untuk dikonsumsi, serta meningkatkan kepercayaan kepada produsen,” katanya.
Ia mengatakan, manfaat produsen memiliki nilai tambah pada produk yang ditawarkannya. Bahkan saat mengantongi sertifikasi halal akan membuka kesempatan produsen menjual produknya di pasar internasional.
Baca Juga: BPJPH Tegaskan Kewajiban Sertifikasi Halal untuk Perlindungan Konsumen
Adisam menekankan, jangan sampai UMK dari luar negeri yang justru menguasai pasaran di Indonesia.
“Sebabnya melalui serangkaian sertifikasi baik mengantongi kehalalan dari MUI hingga amannya produk dikonsumsi oleh BPOM merupakan wasilah yang menjembatani untuk meningkatkan produk UMKM di Indonesia ke internasional,” imbuhnya.
Lanjut katanya, masih kurangnya pemahaman masyarakat mengenai sertifikasi halal. Padahal jika ingin mendaftarkan produknya untuk diberikan sertifikasi halal sangatlah mudah. Bahkan sekarang bisa mengurusnya dari rumah sehingga lebih efisien,” katanya.
Beberapa tahapan cara yang harus dilakukan oleh para pelaku usaha untuk menyiapkan dan mengusulkan sertifikasi halal.
Baca Juga: BPJPH Tekankan Kembali Wajib Halal Telah Berlaku
Pertama, buat daftar produk yang akan disertifikasi halal.
Kedua, buat bahan daftar vs produk. Misalnya produk yang digunakan berbahan dasar tepung. Di samping itu, setiap bahan yang digunakan harus halal sesuai dengan fatwa MUI momor 4 Tahun 2003 tentang Standarisasi Fatwa Halal.
Ketiga buat surat penetapan penyelia halal. Penyelia halal merupakan orang yang yang bertanggung jawab terhadap produk proses halal pada suatu tempat usaha. Syaratnya harus seorang muslim, boleh pemilik usaha sendiri ataupun orang lain.
Keempat, siapkan KTP dan CV beserta sertifikat penyelia halal.
Baca Juga: UMK Wajib Sertifikasi Halal 17 Oktober 2026: Bagaimana dengan Produk Luar Negeri?
Kelima, buat daftar fasilitas dan catatan produksi.
Keenam, buat catatan pembelian bahan. Harus dipastikan kehalalan sumber bahan yang digunakan
Ketujuh, tetapkan metode mampu menelusuri produk.
Kedelapan, buat manual halal/SJH/SJPH. Pada tahap ini, pelaku usaha tinggal melengkapi dokumen serta formulir untuk pengajuan sertifikat halal produknya.
Baca Juga: BPJPH, MUI, dan Komite Fatwa Sepakati Solusi Masalah Nama Produk Halal
Kesembilan, lakukan audit internal dan kaji ulang manajemen. Tahap ini merupakan proses terakhir dalam rangkaian mempersiapkan dan mendaftakan sertifikat halal. (L/R4/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: BPJPH, MUI Tuntaskan Nama Produk Bersertifikat Halal