Juba, 3 Dzulhijjah 1437/5 September 2016 (MINA) – Pemerintah Sudan Selatan telah mengizinkan 4.000 pasukan penjaga perdamaian tambahan PBB memasuki negara itu, setelah sebelumnya menolak pasukan perlindungan regional itu karena dianggap melanggar kedaulatan nasional.
Pengumuman dikeluarkan pada Ahad (4/9) malam setelah pertemuan di ibukota Juba antara Presiden Salva Kiir dan duta besar dari 15 negara anggota Dewan Keamanan PBB.
“Pemerintah transisi persatuan nasional memberikan persetujuan untuk penyebaran kekuatan regional,” kata pemerintah dan Dewan Keamanan dalam sebuah pernyataan bersama yang dibacakan oleh Menteri Urusan Kabinet Sudan Selatan Martin Elia Lomoro, demikian Al Jazeera memberitakan yang dikutip MINA.
Ancaman embargo senjata di Sudan Selatan mengemuka di tengah peringatan dari Dewan Keamanan PBB yang telah menyetujui pengerahan kekuatan perlindungan pada pertengahan Agustus.
Baca Juga: Kepada Sekjen PBB, Prabowo Sampaikan Komitmen Transisi Energi Terbarukan
Embargo senjata akan diterapkan jika pemerintah di Juba tidak menerima tambahan penjaga perdamaian.
Presiden Kiir sebelumnya mengatakan bahwa penyebaran pasukan penjaga perdamaian merupakan pelanggaran terhadap kedaulatan Sudan Selatan.
Sebuah kekuatan sekitar 12.000 pasukan penjaga perdamaian PBB sudah ada di negeri itu.
Pemerintah Sudan Selatan tengah mewaspadai memberikan kewenangan yang lebih di tengah bentrokan yang sedang berlangsung dengan pasukan oposisi.
Baca Juga: Presiden Brazil: Tak Ada Perdamaian di Dunia tanpa Perdamaian di Gaza
Melindungi warga sipil telah menjadi isu penting bagi pasukan penjaga perdamaian PBB menyusul pertempuran yang meletus di Juba pada bulan Juli antara pasukan yang setia kepada Presiden Kiir dan pemimpin oposisi Riek Machar.
Ratusan orang telah tewas dan ribuan lainnya mengungsi.
Warga sipil dari kedua kubu, orang asing, termasuk pekerja bantuan, menjadi sasaran dalam kekacauan Juli.
Menurut pernyataan bersama pada Ahad, Sudan Selatan juga telah berkomitmen untuk melaksanakan Pengadilan Campuran untuk menyelidiki kejahatan perang.
Baca Juga: Anak-Anak Gaza yang Sakit Dirujuk ke Yordania
Pasukan pemerintah dan oposisi, keduanya telah dituduh melakukan pelanggaran meluas dalam pertempuran baru-baru ini dan selama perang saudara yang dimulai pada Desember 2013 antara pendukung Presiden Kiir dan mantan wakil presiden Machar. (T/P001/R02)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Kota New Delhi Diselimuti Asap Beracun, Sekolah Diliburkan