Jakarta, 5 Rabiul Akhir 1438 H/4 Januari 2017 (MINA) – Pemerintah kembali memblokir situs-situs yang dinilai provokatif. Menanggapi hal ini, Sukamta, Anggota Komisi I DPR RI, Rabu (4/1) di Jakarta menyatakan, pemblokiran situs-situs berkonten Islam ini seharusnya tidak terulang lagi.
Menurutnya, kalau pun akhirnya terpaksa dilakukan, harusnya pemblokiran ini diambil sebagai jalan terakhir setelah pembinaan dilakukan. Ini tentunya tanggung jawab kita semua baik masyarakat, swasta maupun pemerintah demi mewujudkan dunia maya yang beradab sebagaimana sipirit UU ITE.
“Kita meminta pemerintah agar bekerja secara sistematis, terukur dan teratur; dimulai dengan membuat peraturan-peraturan terkait. Segera buatlah Peraturan Pemerintah tentang pemblokiran yang mengatur kriteria dan parameter yang dilarang apa saja, siapa yang berhak melarang, bagaimana prosedurnya, siapa yang menindak dan seterusnya, serta segera buatlah unit yang secara khusus menangani hal ini sesuai amanah UU ITE Pasal 40 ayat 6. Ini perlu untuk acuan baku kita semua,” ujar Sekretaris Fraksi PKS ini.
Sukamta mengatakan sebagaimana keterangan pers yang diterima MINA, hal tersebut lebih perlu dikedepankan karena lebih berkelanjutan, bersifat jangka panjang dan lebih efektif, sementara pemblokiran media online mestinya itu hanya reaksi dan solusi terakhir setelah tidak bisa dilakukan pembinaan.
Baca Juga: Indonesia Sesalkan Kegagalan DK PBB Adopsi Resolusi Gencatan Senjata di Gaza
“Di era demokrasi ini kita harus bermain di ruang permainan yang terang dan jelas. Yang abu-abu harus dibuat menjadi jelas; biar tidak ada dusta di antara kita. Tanpa aturan yang jelas, tindakan pemblokiran hanya akan menimbulkan masalah baru yang tidak perlu, dan pasti akan timbul kesan pemerintah berlebihan, sewenang-wenang dan despotik (anti-kritik),” ujarnya.
Sukamta tidak memungkiri jika selama ini terkesan ada semacam ketidakadilan. Harusnya pemerintah menertibkan situs-situs yang ada tanpa pandang bulu, tanpa pandang konten dari agama tertentu atau komunitas tertentu.
“Jangan misalnya lebih suka memblokir situs dengan konten agama tertentu tapi situs dengan konten agama lain yang juga dinilai bertentangan dengan UU ITE, bahkan lebih parah, malah tidak ditindak. Juga misalnya memblokir situs yang suka mengkritik pemerintah. Saya khawatir ketidakadilan semacam ini akan semakin membuat suasana tidak kondusif, tidak terkendali, karena masyarakat akan semakin marah dan protes,” imbuhnya.
Doktor lulusan University of Salford Inggris ini kemudian memberi masukan kepada pemerintah agar bisa membuat semacam prioritas. Menurutnya, situs-situs yang diprioritaskan untuk ditertibkan pertama adalah yang berisi ajakan untuk memberontak kepada NKRI. Prioritas kedua, situs yang bernuansa ekstrem, tidak toleran atau situs yang berisi ajakan melakukan teror baik yang menggunakan dalil agama maupun yang tidak menggunakan dalil agama, apapun agama atau alirannya, bahkan dengan dasar ideologi apa saja.
Baca Juga: Lomba Cerdas Cermat dan Pidato tentang Palestina Jadi Puncak Festival Baitul Maqdis Samarinda
“Semua yang mengajak kepada kekerasan harus ditertibkan karena melanggar UU ITE Pasal 29, 45A dan 45B,” tegasnya.
Sukamta menambahkan bahwa masyarakat pengguna dunia maya diarahkan agar menggunakan perangkat dunia maya dengan bijak dan arif. Ambil yang baik-baik saja dan bermanfaat. Masyarakat harus bisa memilah-milah mana konten yang valid dengan yang hoax, mana yang mengandung kritik dengan mana yang memfitnah, dan seterusnya. Gunakanlah dunia maya untuk yang bermanfaat bagi keluarga, masyarakat bangsa dan negara.
Sukamta juga menghimbau pemilik dan pengelola media online untuk mengembangkan diri menjadi media yang sehat, akurat dan bisa diandalkan dalam memberikan informasi. Jadikan ini sebagai momen kita media online untuk mengonsolidasikan diri demi mengemban visi mencapai tujuan bangsa.
“Mari kita secara bersama membangun institusi dan budaya demokrasi dengan media sebagai pilar keempatnya. Saya bicara seperti ini karena akhir-akhir ini ada semacam keprihatinan bahwa beberapa orang membuat media online tetapi etika dan etosnya belum memenuhi kriteria yang dibuat oleh Dewan Pers. Sehingga isi beritanya tidak akurat dan cenderung provokatif. Ini yang perlu ditertibkan. Agar ke depannya media online bisa menjadi pondasi kehidupan sosial di dunia maya yang sehat,” tambah wakil rakyat dari Dapil Daerah Istimewa Yogyakarta ini. (L/R05/RS3)
Baca Juga: Selamat dari Longsor Maut, Subur Kehilangan Keluarga
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)