Diskusi Publik BN dan PJMI Bahas Dampak dan Manfaat UU ITE Terhadap Pengguna Internet

(Foto: Istimewa)

Jakarta, MINA – Dampak dan manfaat Undang-Undang No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) bagi pengguna internet atau media sosial disampaikan oleh pakar hukum Andi Warnerin Syaputra.

Pasal karet dalam undang-undang pun tak lupa disampaikan olehnya dapat menjerat pengguna internet atau piranti online.

Demikian benang merah dalam Diskusi Publik yang di gelar (BN) bersama Persaudaraan Jurnalis Muslim Indonesia (), dengan narasumber Andi Warnerin di Sekretariat Barisan Nusantara, Jakarta Timur, Rabu (14/9).

Lebih lanjut, Andi Warnerin juga menyampaikan, kemudian, Pasal 27 ayat (3) didalamnya melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Menurutnya, UU ITE banyak menjerat masyarakat atau netizen dalam menggunakan media sosial. Namun, hal berbeda dengan jurnalis melansir berita untuk kepentingan umum melalui jaringan internet. Meskipun demikian, kata Andi, jurnalis dituntut harus profesional dan bertugas sesuai dengan kode etik.

“Pada awal masuknya teknolofi internet banyak kriminal yang kita ketahui banyak penipuan transaksi bebas. Kalau dulu ada yang meminta pulsa sekian yang dikirim via sms atau platform pengiriman pesan ppada waktu itu. seiring perkembangan kian masif-nya pengguna internet, perlu dilakukan regulasi UU ITE kehadirannya terkesan terburu-buru seperti KUHP,” jelas Andi yang bergelut di bidang hukum ini.

Turut dipaparkan oleh Andi tentang perbedaan UU ITE dengan KUHP disela-sela diskusi yang dimoderatori Wakil Ketua PJMI, Gunawan MY.

Ia menambahkan, Pasal penghinaan kepala negara telah melalui proses moratorium di Mahkamah Konstitusi (MK). Pasal 134 terkait penghinaan kepala negara dibatalkan di MK. Berbeda dengan Pasal 28 ayat (2) UU ITE, justru menyasar terhadap para aktivis.

Pasal ini berbunyi: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)”.

Selain itu, internet saat ini banyak dimanfaatkan untuk komersial yakni dalam bentuk bisnis online. Kini, para produsen memanfaatkan sarana elektronik untuk memasarkan produk dan langkah tersebut dianggap lebih efektif. Apalagi, transaksi apapun saat ini menggunakan sistem online.

Untuk saat ini, mulai dari pemasaran hingga jasa ojek online semua melalui sarana elektronik. Andi mengungkapkan perkembangan teknologi dan informasi melalui internet dinilai sangat dahsyat.

“Setelah diterbitkan Undang-Undang ITE Pasal 27, 28 menyoal pelaku usaha sengaja tanpa hak memberitakan bohong kerugian konsumen melalui elektronik. Kita dulu belanja di supermarket harga sama dengan di barcode,” kata Andi sebagai narasumber.

Beberapa penanggap, peserta dari Persaudaraa Jurnalis Muslim Indonesia (PJMI) dalam kesempatan tersebut, berharap agar dimasa depan keberadaan UU ITE ini tidak lagi diterapkan dengan semena-mena, apalagi untuk membungkam para aktivis politik.(R/R1/P1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rana Setiawan

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.