Jakarta, MINA – Sultanate Institute resmi mengumumkan penyelenggaraan Konferensi Internasional “Spiced Islam” pada 20–23 Agustus 2025 mendatang di Museum Fansuri, kawasan Situs Arkeologi Bongal, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Konferensi mengusung tema “Material Culture and Commodities in the Indian Ocean World, 7th–13th Centuries”, digelar bekerja sama dengan Program Magister Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, University of Edinburgh, serta Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra (OR ARBASTRA) BRIN.
Ketua pelaksana dari Sultanate Institute, Tori Nuariza Sutanto, menegaskan pentingnya lokasi penyelenggaraan konferensi tersebut. Menurutnya, Situs Bongal adalah salah satu simpul penting dalam jaringan perdagangan maritim awal yang menghubungkan dunia Islam, Tiongkok, Asia Selatan, dan Nusantara.
“Penyelenggaraan konferensi di sini menunjukkan komitmen kami untuk menjadikan riset dan pelestarian situs ini bagian dari wacana akademik internasional,” ujar Tori dalam temu media di Jakarta, Selasa (12/8).
Baca Juga: BMKG: Cuaca Jakarta Hari Ini Berawan, Suhu Capai 32 Derajat Celsius
Tahun ini, konferensi akan menghadirkan para akademisi dari 10 negara, yakni Indonesia, Jepang, Italia, Australia, Prancis, Malaysia, Singapura, Belanda, Inggris, dan Amerika Serikat, untuk berdialog lintas disiplin antara arkeolog, sejarawan, filolog, epigraf, numismatis, dan peneliti kebudayaan material.
Selain sesi diskusi akademik, konferensi ini juga akan menghadirkan kunjungan lapangan, presentasi temuan terbaru, dan dialog lintas disiplin yang diharapkan memperkaya pemahaman publik dan komunitas akademik terhadap dinamika jaringan maritim pada abad pertengahan awal.
Situs Arkeologi Bongal dikenal sebagai salah satu titik penting temuan artefak perdagangan abad ke-7 hingga ke-10 Masehi, yang mengungkap jejak hubungan dagang dunia Islam di jalur Samudera Hindia.
Tema besar tahun ini menyoroti peran penting budaya material dalam membentuk komunitas di kawasan Samudra Hindia pada masa awal Islam abad ke-7 hingga ke-13.
Baca Juga: Udara Jakarta Tidak Sehat, Warga Diimbau Gunakan Masker Jika Aktifitas Luar Ruangan
Topik pembahasan meliputi perpindahan teknologi dan keterampilan, perdagangan rempah aromatik, kerajinan kaca Islam, pembangunan kapal, hingga peredaran koin, manuskrip, dan artefak medis.
Salah satu sorotan utama adalah hasil eksplorasi arkeologi di Situs Bongal, Tapanuli, yang menemukan artefak dari Arab, Persia, India, dan China, seperti pecahan gerabah, koin Abbasiyah, alat medis, dan inskripsi. Temuan tersebut menjadi bukti kuat adanya jaringan perdagangan maritim yang menghubungkan pesisir Sumatra dengan dunia Islam dan Asia Timur sejak abad ke-7 M.
“Kami ingin menjadikan konferensi ini sebagai ajang lintas disiplin bagi sejarawan, arkeolog, filolog, epigrafis, dan numismatis dari berbagai negara untuk membahas keterhubungan budaya dan material di kawasan Samudra Hindia,” pungkas Tori.
Konferensi akan digelar dalam format hybrid, memungkinkan partisipasi langsung maupun virtual. Panitia berharap forum ini tidak hanya memperdalam kajian ilmiah, tetapi juga memperkuat kerja sama internasional dalam pelestarian warisan budaya maritim Nusantara.
Baca Juga: Kemenag dan LPTQ Bahas Wacana Penyatuan MTQ dan STQH Nasional
Konferensi tersebut diharapkan memperkuat kerja sama akademik internasional sekaligus meningkatkan kesadaran akan pelestarian warisan budaya maritim Nusantara.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Cuaca Ekstrem di Indonesia, Banjir Simalungun hingga Angin Kencang Bogor