Jakarta, 1 Jumadil Awwal 1436/20 Februari 2015 (MINA) – Sultan Ternate Mudaffar Sjah yang meninggal dunia pada pukul 01:47 WIB dini hari, jenazahnya sudah diberangkatkan ke Ternate.
Menurut informasi petugas, Kamis (19/2), rombongan pengiring jenazah berangkat sekitar pukul 10.00 WIB dari persemayaman Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta, menuju bandara, ANTARA News melaporkan yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Mudaffar Sjah adalah anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Provinsi Maluku Utara.
Sultan Ternate ini meninggal dunia karena komplikasi penyakit. Usia Mudaffar sudah tergolong tua, sekitar 80 tahun.
Baca Juga: Prof. El-Awaisi Serukan Akademisi Indonesia Susun Strategi Pembebasan Masjidil Aqsa
“Beliau sudah lama dirawat di sini, karena sakit komplikasi,” ujar salah satu perawat RS Pondok Indah.
Gubernur Maluku Said Assagaff menyatakan berbelasungkawa atas wafatnya Sultan Ternate.
“Saya sebagai pimpinan maupun masyarakat Maluku mengucapkan turut berdukacita atas wafatnya Sultan Ternate sebagai sesama bangsa yang patut merasa kehilangan sebagai orang basudara (saudara) sebelum Maluku Utara dimekarkan pada 1999,” katanya di Oping Pulau Seram, Kabupaten Maluku Tengah, Kamis.
Apalagi saat Maluku Utara masih berada di Provinsi Maluku, ternyata Kesultanan Ternate memberikan kontribusi strategis bagi pengembangan pembangunan, pemerintahan dan pelayanan sosial di daerah ini.
Baca Juga: Syeikh Palestina: Membuat Zionis Malu Adalah Cara Efektif Mengalahkan Mereka
Profil singkat Sultan Mudaffar Sjah
Drs. H. Mudaffar Sjah, BcHk yang lahir di Ternate, Maluku Utara, pada 13 April 1935. Dia adalah sultan Ternate ke-48, anak ketiga Sultan Ternate ke-47, Iskandar Muhammad Djabir Sjah (1929- 1975).
Dia pernah menolak menjadi sultan Ternate karena khawatir tak mampu mengemban tanggung jawab itu.
Mulai 1950, kondisi Kesultanan Ternate relatif tak normal. Pemerintah pusat saat itu memaksa sultan pindah ke Jakarta. Kegiatan Kesultanan Ternate pun vakum. Dua kali rakyat Ternate meminta Sultan kembali, tetapi hal itu tak bisa dilakukan karena besarnya tekanan politik.
Upaya mengembalikan eksistensi Kesultanan Ternate dia perjuangkan lewat jalur politik, saat menjadi anggota DPRD Maluku sampai ketika ia menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Golkar.
Perjuangan lewat jalur politik terus dia lakukan dengan menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Maluku Utara periode 2009-2014.
Ketika ayahnya (sultan Ternate ke-47) mangkat pada 1975, Mudaffar ditunjuk sebagai Sultan ke-48 oleh bobato 18 (kumpulan 18 pemimpin masyarakat adat terbesar di Kesultanan Ternate yang berwenang memilih Sultan).
Dia lalu menata kembali struktur adat Kesultanan Ternate, mengisi kekosongan jabatan, dan menjalankan sejumlah hukum adat sebagai perekat masyarakat. Maka, Kesultanan Ternate mampu menggelar Legu Gam Moloku Kie Raha atau Pesta Rakyat Maluku Utara, mulai tahun 2002 setelah sempat vakum sejak 1950.
Baca Juga: Imaam Yakhsyallah Mansur: Ilmu Senjata Terkuat Bebaskan Al-Aqsa
Legu gam yang berlangsung selama 17 hari merangkum ekspresi seni budaya 29 suku di Maluku Utara. (T/P001/R11)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Kunjungi Rasil, Radio Nurul Iman Yaman Bahas Pengelolaan Radio