Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

TAHANAN MESIR MINTA BANTUAN MASYARAKAT INTERNASIONAL

Admin - Sabtu, 3 Mei 2014 - 03:08 WIB

Sabtu, 3 Mei 2014 - 03:08 WIB

458 Views ㅤ

Kairo, 4 Rajab 1435/3 Mei 2014 (MINA) – Tahanan yang berada di penjara Zagazig, Mesir menghimbau organisasi hak asasi manusia dan masyarakat internasional untuk membantu meringankan penderitaan mereka.
Presiden Pusat Hak Asasi Manusia Mesir, Haitham Abu Khalil menuliskan sebuah pernyataan di akun Facebooknya dengan mengatakan,”Situasi di dalam penjara sangat buruk, jumlah tahanan terus meningkat dan penuh sesak. Kami diperlakukan tidak manusiawi di dalam sel . “
Dia mengatakan setidaknya ada 43 narapidana yang ditahan di dalam sel penjara dengan luas sekitar empat kali enam meter. “Unit pengamatan medis penjara berisi pasien usia lanjut dan sakit kronis. Ruang sel yang hanya memiliki luas tiga kali tiga meter menampung 22 tahanan.”
Para tahanan mengatakan, “Kami perlahan sekarat di dalam sel penjara yang penuh sesak di mana kami tidak bisa bernapas, apalagi sekarang di sinni mendekati musim panas”. Demikian diberitakan oleh MEMO dan dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Seorang pengacara hak asasi manusia Mesir, Haitham Abu Khalil, mengatakan, sekitar  20.000 orang tahanan politik Mesir melakukan  mogok makan sejak Rabu hingga hari ini, sebagai protes terhadap penganiayaan dan penyiksaan di dalam penjara.
Khalil, seorang juru bicara untuk gerakan “Pembebasan Tahanan Mesir” mengatakan bahwa para tahanan akan memperpanjang aksi mogok makan mereka sebagai protes kepada otoritas untuk menghentikan penyiksaan di penjara dan melepaskan mereka.
Dia menambahkan bahwa sejumlah pengacara membentuk “ruang operasi” untuk mengikuti perkembangan pemogokan.
Di samping itu, keluarga para tahanan melakukan protes di seluruh penjuru alun-alun untuk menunjukkan solidaritas mereka terhadap tahanan.
Sementara itu, Organisasi Hak Asasi Manusia Mesir (EOHR) pada Senin lalu (28/4) mendesak dibatalkannya  hukuman mati massal yang dikenakan Pengadilan Mesir terhadap 683 anggota Ikhwanul Muslimin (IM). Terdakwa yang diduga pendukung Ikhwanul Muslimin, termasuk pemimpin tertinggi kelompok itu, Mohamed Badie. Pada Senin, di luar ruang sidang, keluarga terdakwa mulai berteriak dan beberapa wanita pingsan ke tanah setelah vonis dijatuhkan.
Sumber Pengadilan Mesir mengatakan kepada Anadolu Agency, Senin (28/4), 37 pendukung presiden terguling telah dijatuhi hukuman mati dan 491 orang penjara seumur hidup. Sementara 683 orang kali ini dalam proses penilaian oleh Mufti Besar Al-Azhar untuk hukuman mati.Mohamed Elmessiry, seorang peneliti Amnesty International yang memantau kasus tersebut, mengatakan bahwa para penegak hukum tidak melaksanakan  peradilan yang jujur.
Banyak pengacara dari terdakwa memboikot sidang dan menyebut hakim sebagai “tukang jagal”.
Pengacara Mohamed Abdel Waheb yang mewakili 25 terdakwa mengatakan, putusan itu dijatuhkan dalam sidang yang berlangsung kurang dari lima menit. Sebelumnya, sesi tunggal dalam persidangan berlangsung hanya empat jam, di mana hakim menolak untuk mendengarkan argumen dari pembela.
Abdel Nasser Hassanien, warga Mesir yang berdiri di luar ruang sidang, mengatakan lima anggota keluarganya termasuk di antara mereka yang dihukum mati.
“Dari lima keluarga saya, hanya satu yang berkaitan dengan Ikhwanul Muslimin, dan dia tidak melakukan apa-apa,” katanya.
Hakim Saeed Youssef, pertama kali menarik kecaman internasional dan memicu kecaman dari kelompok HAM, setelah ia menjatuhkan hukuman mati massal pertama untuk 529 terdakwa pada 24 Maret, setelah persidangan singkat yang ditandai dengan penyimpangan.
Di antara mereka yang divonis mati hari ini adalah Badie, pemimpin tertinggi Ikhwanul Muslimin dan pemimpin paling senior. Dia di antara 77 dari 683 terdakwa yang diadili langsung, sisanya diadili in absentia dan otomatis memiliki hak untuk pengadilan ulang.
Hukum Mesir mengharuskan hukuman mati dijatuhkan sesudah hakim ketua meminta pendapat dari Mufti Besar Al Azhar, lembaga ulama terkemuka di negara itu.
Putusan bersalah dan hukuman mati masih dapat dibanding di Pengadilan Tinggi. “Kasus ini membunuh kredibilitas sistem peradilan Mesir,” kata Elmessiry dari Amnesty International.(T/P08/EO2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Timur Tengah
Dunia Islam
Internasional
Breaking News
Breaking News
Breaking News