tajikistan.png">tajikistan-300x212.png" alt="tajikistan" width="300" height="212" />Dushanbe-Tajikistan, 25 Jumadil Akhir 1436/14 April 2015 (MINA) – Pemerintah Tajikistan mengeluarkan keputusan mengejutkan dengan pemberlakuan larangan haji dan umrah bagi pemuda Muslim usia 35 tahun ke atas.
World Bulletin melaporkan, larangan itu untuk mencegah para pemuda dari mengembangkan ide-ide radikal dan bergabung dengan kelompok ekstremis seperti ISIS di luar negeri.
Keputusan muncul sebulan setelah Presiden Emomali Rahmonov menyerukan pembangunan konsep jangka panjang berdasarkan sekularisme.
Komite Pemerintah untuk Keagamaan dan Kebudayaan mengumumkan pembatasan haji bagi pemuda berlaku mulai Kamis (13/4).
Baca Juga: India Pertimbangkan Terima Duta Besar Taliban karena Alasan Tiongkok
Panitia mengatakan, pembatasan juga dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi Muslim berusia lanjut untuk menunaikan ibadah haji, mengingat pembatasan kuota haji oleh Arab Saudi.
Rahmonov, yang berkuasa sejak 1992 didukung Moskow, telah beberapa kali membuat keputusan berkaitan dengan penguatan prinsip-prinsip sekuler, di negara yang sebagian besar berpenduduk Muslim sekitar 98 persen dari 8,5 juta warganya.
Setiap tahun Panitia Tajikistan yang mengurusi sekitar 8.000 kuota warganya untuk menunaikan ibadah haji ke Mekkah dan ziarah ke Madinah.
“Namun Tahun ini, hanya 6.300 kuota yang diberikan oleh Arab Saudi ke Tajikistan,” kata panitia.
Baca Juga: Puan Maharani Ajak Parlemen Asia Tolak Relokasi Penduduk Gaza
Kebijakan sekuler sebelumnya diterapkan pemerintah Tajikistan, seperti larangan pelajar berjilbab di sekolah, larangan anak-anak di bawah usia 18 tahun pergi shalat berjamaah ke masjid, dan memaksa ribuan siswa yang sedang menempuh sekolah di luar negeri.
Pemerintah Tajikistan juga memaksakan draf khutbah kepada imam masjid untuk dibaca dan disampaikan di masjis-masjid, dengan dalih memerangi radikalisme.
Dalam beberapa bulan terakhir pemerintah menerima laporan bahwa banyak warganya telah bergabung dengan organisasi radikal ISIS.
Pakar independen mengatakan, ada alasan bahwa kelompok-kelompok Islam militan telah menemukan banyak pengikut di Tajikistan. Otoritas daerah juga sering menggunakan ancaman ekstremisme Islam sebagai dalih untuk menindak lawan politik mereka.
Baca Juga: Belasan Orang Tewas karena Desak-Desakan di Stasiun New Delhi
Lingkaran dekat Rakhmonov merupakan sisa-sisa dari pemberontak anti-Kremlin. Mereka berhasil merebut pucuk kekuasan melalui perang saudara terhadap oposisi Muslim.
Menurut Akbar Khodzhi Turadzhonzoda, seorang pemimpin Islam terkemuka dan mantan anggota Parlemen Tajikistan, berbicara soal radikalisme Islam di Tajikistan adalah dusta.
Republik Tajikistan merupakan negara di kawasan Asia Tengah pecahan Uni Soviet, berpenduduk mayoritas Muslim sekitar 98% dari jumlah penduduk 8,5 juta orang.
Negara ini berbatasan dengan Afghanistan di selatan, Republik Rakyat Tiongkok di timur, Kirgistan di utara dan Uzbekistan di barat.
Baca Juga: Indonesia Protes Insiden Penembakan WNI oleh Otoritas Malaysia di Komisi HAM ASEAN
Karena berbatasan langsung dengan Afghanistan, ini pula yang menyebabkan pemerintah Tajikistan bertambah was-was. Apalagi, perkembangan kelompok Taliban di Afganistan dianggap memperkeruh suasana, ujar Rakhmonov beberapa waktu lalu. (T/P005/Imt/P4).
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Korea Utara Kutuk Rencana Trump Kuasai Gaza: “Tindakan Kejam dan Perampasan”