Takbir dan Teriakan Nenek Perempuan Penjaga Al-Aqsa

Yerusalem, MINA –  Teriakan “Allahu Akbar! Allahu Akbar!”, bergema dari gerbang kompleks Masjid Al-Aqsa.

Suara takbir bergema melintasi rumah-rumah batu berusia berabad-abad dan lorong-lorong sempit berbatu di Muslim Quarter di Kota Tua Yerusalem.

Suara teriakan itu muncul antara lain dari mulut Nafisa Khwais (64 tahun) yang tidak pernah lelah berjuang menjaga Al-Aqsa.

Nafisa, adalah seorang nenek Palestina yang menjadi aktivis Bukit Zaitun, tepat di sebelah timur tembok Kota Tua.

“Orang-orang selalu bertanya dari mana asal suara saya,” kata Khwais kepada Al Jazeera, Rabu (19/4/2023).

Tas jinjing yang tergantung di bahunya, bersama dengan dompet dan gantungan kuncinya, memiliki gambar ikon Kubah Batu yang tercetak di atasnya.

“Teriakan takbir datang dari kecintaan saya pada Al-Aqsa.

Itulah cinta yang jauh lebih besar dan lebih kuat dari tubuhku,” ujarnya.

Ia merupakan bagian dari anggota , sekelompok wanita yang berjumlah ratusan, yang telah mengabdikan hidup mereka untuk melindungi Al-Aqsa dari serangan sayap kanan Israel.

Israel kewalahan menghadapi para wanita pejuang itu, sehingga melarang Murabitat pada tahun 2015. Israel menggambarkan mereka sebagai “penyebab utama ketegangan dan kekerasan”.

Sebagian besar dari Murabitat itu telah mengalami larangan berulang memasuki Al-Aqsa dari otoritas pendudukan.

Namun jumlah Murabitat yang dilarang tersebut, justru semakin bertambah, mengimbangi jumlah para pemukim Yahudi illegal yang secara reguler menyerbu kawasan Al-Aqsa.

Para wanita pejuang itu sekarang memposisikan diri mereka di luar gerbang Haram al-Sharif, dan terus meneriakkan slogan-slogan protes antipasukan Israel dan ultranasionalis Yahudi.

Tahun ini, ketika Ramadhan dan hari raya Paskah Yahudi bersamaan waktunya, pasukan Israel telah berulang kali menggerebek kompleks Al-Aqsa.

Pasukan pendudukan memukuli jamaah yang sedang beriabdah di dalam masjid dengan pentungan dan senapan.

Banyak warga Palestina terluka oleh peluru karet, dan ratusan lainnya telah ditangkap.

Pasukan Israel juga memberlakukan penutupan di Tepi Barat dan Jalur Gaza yang diduduki selama Paskah, mencegah banyak Muslim Palestina menghadiri shalat di Al-Aqsa selama Ramadhan.

Menghadapi hal itu, para Murabitat, penjaga-penjaga Al-Aqs itupun, tetap waspada selama bulan suci Ramadhan.

“Al-Aqsa dalam bahaya,” kata Nafisa.

“Ketika saya membuka jendela di rumah saya, saya melihat Kubah Sakhrah di depan saya.

Sejak kecil saya sudah mendengar adzan dari Masjid Al-Aqsa. Itu adalah bagian dari hidup saya. Saya akan mengorbankan hidup saya untuk memastikannya terlindungi,” tekadnya, bersama rekan-rekan seperjuangannya.

Para wanita Murabitat mengabdikan hidupnya untuk menjaga Al-Aqsa sebagai tugas religius dan suci untuk menjaga tempat suci.

“Kami mengorbankan darah dan jiwa kami untuk Al-Aqsa!” ujarnya.

Para Murabtat acapkali bertakbir dan berteriak di depan sekelompok polisi Israel yang berpatroli di luar gerbang kompleks Al-Aqsa.

Mereka para wanita-wanita hebat itu tidak peduli dengan para laki-laki pasukan pendudukan.

“Bagi saya, mereka hanyalah anak kecil. Kekuatan mereka berasal dari senjata, tetapi kekuatan saya berasal dari Allah,” lanjut nenek tua yang tetap bersemangat muda itu, sambil menunjukkan tas jinjing bergambar Kubah Sakhrah.(A/RS2/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Ali Farkhan Tsani

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.