Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tantangan Pertama BPKH Atasi Kenaikan BPIH

Rendi Setiawan - Rabu, 10 Januari 2018 - 09:44 WIB

Rabu, 10 Januari 2018 - 09:44 WIB

108 Views

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Sodik Mudjahid. (Foto: DPR)

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Sodik Mudjahid. (Foto: DPR)

Jakarta, MINA – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Sodik Mudjahid mengatakan, kebijakan baru Arab Saudi yang memberlakukan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 5 persen akan berpengaruh pada Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).

Menurut dia, ini adalah tugas sekaligus tantangan pertama bagi Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk mencari car menginvestasikan uang di bidang yang paling menguntungkan.

“Yang kita harapkan adalah BPKH berusaha maksimal menggalang uang agar memberikan nilai tambah yang besar,” kata Sodik, Rabu (10/1) sambil menambahkan, keuntungannya bisa digunakan untuk mensubsidi BPIH yang naik.

Dia mengingatkan, BPKH harus bekerja keras agar bisa investasi di bidang yang paling menguntungkan. Kalau keuntungan yang didapat BPKH besar, maka bisa menekan kenaikan BPIH akibat pemberlakuan PPN sebesar 5 persen di Arab Saudi.

Baca Juga: Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Prabowo Bahas Kerjasama Ekonomi 

“Menekan Arab Saudi sudah tidak bisa, menekan biaya dalam negeri sudah dilskukan tiga tahun lalu, harapannya adalah BPKH,” ujarnya.

Sodik menyebutkan, ini adalah tahun pertama BPKH dan uang yang akan dikelolanya masih di Kemenag. Meski demikian, ini menjadi tantangan pertama BPKH. “Maka, Komisi VIII DPR RI meminta BPKH untuk bekerja keras.”

Dikaji

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menginginkan pemerintah benar-benar mengkaji dampak dari kebijakan baru Arab Saudi, yaitu penerapan PPN sebesar 5 persen terhadap proses ibadah haji dan umrah.

Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Efek Konflik di Timur Tengah

“Saya berharap pemerintah/Kementerian Agama, Kementerian Luar Negeri, dan juga Kementerian Keuangan untuk melakukan lobi yang intensif dengan Pemerintah Arab Saudi,” kata Fahri dalam keterangan persnya belum lama ini.

Bila tidak, menurut dia, kebijakan baru pemerintahan Arab Saudi untuk menutup defisit anggaran mereka itu dinilai bisa mempengaruhi struktur biaya haji dan umrah.

Mulai 1 Januari 2018, Pemerintah Arab Saudi akan menerapkan PPN 5 persen untuk makanan, pakaian, barang elektronik dan bensin, serta tagihan telepon, air dan listrik, dan pemesanan hotel.

Fahri mengingatkan, selama ini sudah banyak hal yang menjadi beban bagi masyarakat Indonesia, misalnya meningkatnya harga visa untuk kedatangan yang kedua, ketiga dan seterusnya.

Baca Juga: Komite Perlindungan Jurnalis Kutuk Israel atas Tebunuhnya Tiga Wartawan di Lebanon

Untuk itu, ujar dia, guna menghadapi kebijakan Pemerintah Saudi Arabia dalam bidang ekonomi dan politik, Pemerintah Indonesia perlu mempunyai kajian yang lebih mendalam.

Langkah pemerintah Arab Saudi itu merupakan bagian dari reformasi penerimaan negara agar tidak bergantung pada sektor minyak mentah.

Selain menghitung besaran biaya haji dan umroh akibat penerapan PPN dari pemerintah Arab Saudi, Kemenag saat ini juga sedang menyiapkan sejumlah regulasi sebagai harga acuan/referensi pelaksanaan umroh agar masyarakat aman dan nyaman saat melaksanakan ibadah.

Salah satu besaran yang diusulkan adalah Rp20 juta per orang mengacu pada Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang sudah disepakati oleh Himpunan Penyelenggara Haji dan Umrah (Himpuh). (L/R06/RS1)

Baca Juga: OJK Dorong Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah untuk Santri di Kalteng

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Internasional
MINA Health
Internasional
Dunia Islam